Breaking News

HUKUM TPDI Nilai KPK Terkesan Beri Peluang kepada Aziz Syamsuddin Ciptakan Post Factum Sangkal Hasil Penyidikan 18 Aug 2021 11:58

Article image
Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin. (Foto: Ist)
"Pemberian pinjaman itu diduga dalam rangkaian misi Robin Pattuju yang diminta Syahrial untuk mengamankan perkara Syahrial soal jual beli jabatan yang sedang dalam proses pemeriksaan di KPK," imbuh Petrus.

JAKARTA, IndonesiaSatu.co-- "KPK telah membiarkan ketidakpastian status Azis Syamsuddin (AS), Wakil Ketua DPR RI, dalam Penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi suap Tanjungbalai, Sumut yang melibatkan AS sebagaimana KPK dan Dewas KPK sudah merelease dugaan keterlibatan AS, membentuk opini dan menciptakan spekulasi publik sebagai upaya menghambat tugas KPK dalam penyidikan dan penuntutan perkara korupsi."

Demikian sorotan itu diutarakan Koordinatot TPDI, Petrus Selestinus, dalam keterangan resmi kepada media ini, Rabu (18/8/2021).

Petrus menyinggung, KPK sudah merelease bahwa M. Syahrial, Robin Pattuju, Maskur Husen dan AS, disebut-sebut bersama-sama melakukan pertemuan di Rujab Wakil Ketua DPR RI, Aziz Syamsuddin, mengatur skenario dan besaran uang suap untuk diberikan kepada Robin Pattuju dengan tujuan menghambat penyidikan perkara jual beli jabatan yang sedang ditangani KPK.

"Mengapa hingga saat ini hanya tiga pelaku yaitu Syahrial, Robin Pattuju dan Maskur Hasain yang ditetapkan menjadi tersangka, bahkan perkara tersangka M. Syahrial berkasnya sudah masuk persidangan Pengadilan Tipikor Medan, sementara AS belum dipastikan statusnya dan pemeriksaannya lamban?" timpal Petrus.

Perkembangan selanjutnya, lanjut dia, dalam persidangan Terdakwa Syahrial, terungkap fakta-fakta hukum; baik dari keterangan Saksi Robin Pattuju maupun keterangan Terdakwa Syahrial, bahwa inisiatif mempertemukan Syahrial sebagai pihak yang terkait dengan tindak pidana korupsi yang sedang ditangani KPK dengan Robin Pattuju sebagai Penyidik KPK yakni AS, dan itu dilakukan di Rujab Wakil Ketua DPR RI (AS) yang beralamat di Kuningan, Jakarta Selatan.

"Padahal, baik AS, Robin Pattuju maupun Syahrial tahu atau setidak-tidaknya patut menduga bahwa peristiwa mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung antara orang yang perkaranya sedang ditangani oleh KPK dengan Anggota KPK tanpa alasan yang sah, merupakan perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh pasal 36 dan pasal 37 jo. pasal 65 dan pasal 66 UU Tentang KPK dengan 5 tahun penjara," katanya. 

Muncul Rekayasa Post Factum

Petrus beralasan, fakta-fakta baru mulai terungkap, di mana ketika AS diperiksa sebagai Saksi dalam perkara korupsi atas nama Terdakwa Syahrial pada tanggal 27 Juli 2021 lalu, menerangkan bahwa pernah memberikan pinjaman uang sebesar Rp 200 juta kepada Robin Pattuju.

"Pemberian pinjaman itu diduga dalam rangkaian misi Robin Pattuju yang diminta Syahrial untuk mengamankan perkara Syahrial soal jual beli jabatan yang sedang dalam proses pemeriksaan di KPK," imbuhnya.

Advokat Peradi ini menilai, dari fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, baik dari keterangan Saksi Robin Pattuju, Saksi AS maupun Terdakwa Syahrial, diperoleh fakta bahwa di Rujab Wakil Ketua DPR (AS) telah terjadi beberapa peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana korupsi.

Petrus menyebut, peristiwa itu antara lain;

Pertama, terjadi hubungan langsung atau tidak langsung antara Penyidik KPK dengan pihak yang perkaranya sedang ditangani KPK.

Kedua, ada upaya untuk menghambat dan bahkan menggagalkan penyidikan dan penunutan perkara korupsi.

Ketiga, peristiwa suap sebesar Rp 1, 4 Miliar yang diterima Robin Pattuju dari Syahrial untuk mengamankan perkara, semuanya tidak lepas dari peran sentral AS.

Menurutnya, sebagai akibat dari sikap mengulur-ulur waktu untuk penindakan, maka saat ini muncul rekayasa dalam bentuk "post factum" sebagai modus untuk menyangkal fakta-fakta hasil penyidikan, sebagaimana keterangan AS di bawah sumpah ketika menjadi Saksi untuk Terdakwa Syahrial di Pengadilan Tipikor Medan, bahwa dirinya memberikan Rp 200 juta kepada Robin Pattuju sebagai pinjaman, padahal selama penyidikan dan pemeriksaan Dewas KPK tidak terungkap. 

"Malahan jumlah pemberian uang kepada Robin Pattuju berbeda jumlah antara temuan Penyidik hanya sebesar Rp 1,4 miliar, sedangkan temuan Dewas KPK yaitu sebesar Rp 3,15 miliar yang mengalir ke Robin Pattuju dan Maskur Husain," bebernya.

"Post Factum ini pada gilirannya akan mengacaukan fakta-fakta hasil penyidikan KPK bahkan hasil pemeriksaan Dewas KPK yang sudah direlease tanggal 2 Juni 2021, bahwa total dana yang diterima oleh Robbin Pattuju dari Syahrial sebesar Rp 10 Miliar, dengan perincian antara lain, Robin menerima dari AS sebesar Rp 3,15 mililar, di mana sebanyak Rp 2,55 miliar diberikan kepada Maskur Husain," sebutnya.

--- Guche Montero

Komentar