Breaking News

HUKUM KPK Sita Rumah Stafsus Edhy Prabowo 13 Mar 2021 18:18

Article image
Plt. Juru Bicara KPK Ali Fikri. (Foto: ANTARA)
Edhy diduga menerima suap dari perusahaan-perusahaan yang mendapat penetapan izin ekspor benur menggunakan perusahaan forwarder dan ditampung dalam satu rekening hingga mencapai Rp 9,8 miliar.

JAKARTA, IndonesiaSatu.co -- Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita rumah milik tersangka Andreau Misanta Pribadi di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Jumat (12/3/2021).

Andreau adalah staf khusus mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo sekaligus ketua pelaksana tim uji tuntas (due diligence) izin ekspor benih lobster.

Plt. Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, penyitaan tersebut terkait dengan penyidikan kasus dugaan suap perizinan ekspor benih lobster (benur) di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

"Penyidik KPK melakukan penyitaan satu unit rumah yang diduga milik tersangka AMP yang terletak di Perumahan Pasadena Blok A Nomor 16 Cikarang Pusat, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat," kata Ali dikutip dari Antara, Jumat (12/3/2021).

Ali mengatakan, KPK menduga rumah tersebut dibeli oleh Andreau dari uang yang terkumpul dari para eksportir benur di KKP.

"Penyitaan dihadiri juga oleh tersangka AMP (Andreau Misanta Pribadi). Tim penyidik memasang plang sita pada rumah dimaksud serta membuat berita acara penyitaan," ucap Ali.

Sebelumnya, pada Rabu (3/3/2021) lalu, KPK juga telah menyita rumah milik Andreau di Jalan Cilandak I Ujung Nomor 38 RT 03 RW 10 Cilandak, Jakarta Selatan.

Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan tujuh tersangka sebagai penerima suap.

Ketujuh tersangka tersebut yakni Edhy Prabowo, staf khusus Edhy sekaligus wakil ketua pelaksana tim uji tuntas (due diligence) Safri dan Andreau Misanta Pribadi.

Kemudian, Amiril Mukminin dari unsur swasta atau sekretaris pribadi Edhy, pengurus PT  Aero Citra Kargo, Siswadi, dan Ainul Faqih selaku staf istri Edhy.

Sementara itu, tersangka pemberi suap, yakni Direktur PT Dua Putra Perkasa, Suharjito.

Edhy diduga menerima suap dari perusahaan-perusahaan yang mendapat penetapan izin ekspor benur menggunakan perusahaan forwarder dan ditampung dalam satu rekening hingga mencapai Rp 9,8 miliar.

Selain itu, Edhy diduga menerima 100.000 dolar AS dari Suharjito melalui Safri dan Amiril.

--- Guche Montero

Komentar