Breaking News

HUKUM Buntut Kasus TPPO Vakum di Polres Ngada, Advokat Desak Kepastian Proses Hukum 29 Feb 2020 00:02

Article image
Advokat Pokja MPM, Greg R. Daeng (kanan) saat melaporkan kasus TPPO di Polres Ngada. (Foto: Dokpri Greg)
Meski demikian, proses hukum terhadap kedua tersangka TPPO tersebut masih vakum dan tidak ada kepastian hukum.

JAKARTA, IndonesiaSatu.co-- Tim Advokasi Kelompok Kerja Menentang Perdagangan Manusia (Pokja MPM) kembali mendesak pihak Kepolisian Resor (Polres) Ngada agar menuntaskan proses Hukum terhadap kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan korban Susi Susanti Wangkeng, warga Nila, kelurahan Mbay II, Kecamatan Aesesa, Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Juru bicara sekaligus Advokat Pokja MPM, Greg R. Daeng, kepada media ini, Jumat (28/2/20) menegaskan bahwa sejak kasus tersebut dilaporkan ke Polres Ngada pada 7 Agustus 2018 lalu, hingga kini belum ada tindak lanjut dan kepastian hukum terhadap kedua pelaku TPPO, Eustakius Rela (ER), mantan anggota DPRD Ende periode 2004-2009 dan Stanis Mamis (SM).

Keduanya diduga terlibat dalam proses perekrutan, penampungan dan pengiriman terhadap korban sehingga korban yang dipekerjakan sebagai Pembantu Rumah Tangga (PRT) berhasil kabur dari majikan di Jakarta akibat perlakuan kasar dan tindakan tidak manusiawi.

"Sudah hampir 2 tahun, kasus ini belum ada titik terang untuk ditindaklanjuti secara hukum oleh Polres Ngada. Padahal, kasus ini sudah ditangani dan sudah dalam proses penyidikan Polres Ngada. Hingga kini belum ada tindak lanjut dan kepastian hukum terhadap kedua pelaku TPPO. Kami meminta pihak penegak hukum (Polres Ngada, red) bertindak profesional terhadap kasus ini," kata Greg.

Pengacara muda PERADI ini menyoroti bahwa lemahnya proses penegakan hukum terhadap pelaku TPPO turut berdampak pada masifnya kasus human trafficking di NTT dan tidak adanya efek jera (hukum) bagi para pelaku.

"Kita mengharapkan agar kinerja penegak hukum sungguh-sungguh profesional dan kredibel sehingga dapat memberikan rasa keadilan bagi para korban perdagangan manusia serta efek hukum bagi pelaku. Ini juga menunjukkan presenden buruk bagi para penegak hukum yang cenderung tidak tuntas dalam menangani kasus TPPO," sorot Greg.

Greg yang konsen terhadap gerakan menentang perdagangan manusia melalui Jaringan Relawan Untuk Kemanunsiaan (J-RUK) ini berkomitmen mengawal kasus ini hingga mendapat kepastian hukum.

"Pada prinsipnya, kami menaruh harapan terhadap kinerja aparat hukum yang sungguh profesional. Jika tidak ada titik terang proses hukum, maka bukan tingkat mungkin kami akan terus mendesak pihak Polda NTT maupun Bareskrim Mabes Polri guna mengintervensi penanganan kasus tersebut," komitnya.

Kami juga, lanjut dia, akan terus berkordinasi dengan pihak Komnas HAM, PADMA Indonesia, hingga International Organization for Migration (IOM) atau Organisasi Internasional untuk Migrasi di Jakarta.

Sebelumnya, seperti diberitakan Voxntt.com, kedua pelaku yang diduga terlibat dalam kasus perdagangan manusia (human trafficking) ini diselidiki oleh Kanit Tipidter Polres Ngada bersama anggotanya.

Kedua pelaku terancam dikenakan Pasal 6 UU Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan ancaman penjara kurungan 15 tahun.

“Kedua pelaku penampung dan perekrut TKW itu, kita belum tahan. Karena berdasarkan penyidikan dan dari keterangan kedua pelaku itu, masih ada pelaku-pelaku lain yang saat ini masih kita ambil keterangan. Setelah itu baru kita tahan semuanya,” ujar Kasat Reskrim Polres Ngada, Iptu Anggoro Condro Wibowo dalam keterangannya kepada VoxNtt.com.

Kasat Anggoro mengatakan, Susi Susanti Wangkeng diduga menjadi korban human trafficking dengan modus menjadi seorang Tenaga Kerja Wanita (TKW).

Sementara Kanit Tipidsus/Tipidter, Bripka Jackobus K. Sanam menegaskan bahwa kedua pelaku, baik perekrut Stanis Mami (SM) maupun penampung dan pengirim, Eustakius Rela (ER) telah dilakukan pemeriksaan sebagai tersangka pada Januari 2019 lalu.

Meski demikian, proses hukum terhadap kedua tersangka TPPO tersebut masih vakum dan tidak ada kepastian hukum.

Proses Pembiaran dan Tuntutan

Penilain dan tuntutan juga diutarakan Direktur Lembaga PADMA Indonesia, Gabriel Goa yang mendukung Polres Ngada menindaklanjuti proses hukum hingga penetapan status hukum (pidana) kepada tersangka.

Gabriel menilai, Kapolres dan Kanit Tipidter Polres Ngada pasca Kanit Tipidter Jack Sanam, telah melakukan pembiaran penanganan TPPO selama 2 tahun.

"Atas fakta pembiaran hukum, maka kami meminta Kapolri untuk mendesak Kapolda NTT mencopot Kapolres  dan Kanit Tipidter Polres Ngada yang telah membiarkan penanganan TPPO, juga mendesak Kapolri untuk segera memproses hukum TPPO yang di-peties-kan selama 2 tahun di Polres Ngada," desak Gabriel.

Gabriel juga mengajak solidaritas masyarakat penggiat anti Human Trafficking untuk mengawal ketat  proses penegakan hukum TPPO di wilayah hukum NTT.

"Marwah dan citra hukum di wilayah Polres Ngada harus dibuktikan dengan menuntaskan setiap proses hukum. Kami mendukung kinerja aparat agar tidak 'mem-peties-kan' kasus ini. Hukum harus ditegakkan agar pelaku kejahatan kemanusiaan mendapat efek jera," ungkap Gabriel.

--- Guche Montero

Komentar