Breaking News

SOSOK Dokter Don: Pemimpin yang Melayani 29 Jun 2018 09:55

Article image
Dr Johanes Don Bosco Do Bisara M. Kes. (Foto: Irjanbuulorensius - WordPress.com)
Dalam situasi negara yang didominasi pemimpin yang bergaya ambtenar, muncul kerinduan rakyat akan pemimpin yang melayani. Pemimpin bergaya ambtenar adalah pemimpin yang suka dilayani dan dipuja.

Oleh Guche Montero

 

"Men are governed only by serving them. The rule is without exception." (Prof.  Victor Cousin).

Figur  yang hanya lincah mengarahkan jari telunjuk untuk memengaruhi rakyatnya, tidak efektif menjadi pemimpin. Bagi   Victor Cousin,  filosof  dan pengajar  di Universitas Sorbonne, Perancis, yang hidup tahun 1792-1867, seorang pemimpin hanya efektif jika ia mampu melayani. "Rakyat hanya dipimpin dengan melayani.  Itu adalah hukum yang tidak bisa ditawar," kata sang profesor.

"Demi Nagekeo yang lebih baik, kami siap melayani," kata  dr Johanes Don Bosco Do Bisara M. Kes, Pernyataan ini sungguh membesarkan hati rakyat yang sudah muak dengan berbagai pencitraan yang dipertontonkan para pemimpin dan calon pemimpin. 

Dalam situasi negara yang didominasi pemimpin yang bergaya ambtenar, muncul kerinduan rakyat akan pemimpin yang melayani. Pemimpin bergaya ambtenar adalah pemimpin yang suka dilayani dan dipuja. Bagi mereka, dilayani adalah hak pemimpin dan itu merupakan harga mati. Mereka selalu diiringi huluhbalang ke mana pun mereka pergi. Kewibawaan mereka --"waka" dalam bahasa Nagekeo--akan tergerus jika mereka tidak dilayani sebagai pemimpin.

Dari rekam jejaknya, kita bisa melihat betapa kuatnya semangat pelayanan  dr Don.  Sebagai abdi negara, ia memulai karir dari level paling bawah, yakni kepala Puskesmas Danga, Mbay, Nagekeo, NTT (1986-1987). Di tangan alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada ini, puskesmas Danga menjadi lebih hidup. Kesan pertama yang langsung kelihatan adalah penampilan puskesmas yang bersih, teratur, dan manusiawi. 

Sukses di Mbay, dr Don kemudian dipercayakan memimpin Puskesmas Boawae (1987-1988) dan selanjutnya menjadi Direktur RSUD Bajawa, Ngada (1988-1993). Dengan semangat melayani, kedisiplinan yang tinggi dan kemampuannya menggerakkan karyawan, RSUD berubah menjadi rumah sakit yang bersih dan menyenangkan. "Dokter Don tidak segan-segan mengangkat sapu dan membersihkan lantai bahkan mengepel lantai bersama para pekerja dan perawat. Dia bukan tipe pemimpin yang hanya 'toki' (menggunakan telunjuk --Red) sebagaimana umumnya pemimpin kita,"  kata seorang perawat senior di RSUD Bajawa.

Di mana pun ia ditugaskan, dr Don selalu berhasil mengubah wajah rumah sakit yang sebelumnya jorok menjadi bersih. Ketika menangani RSUD Manggarai (1993-1995) dan RSUD Ende (1995-1997), ia pun berhasil membuat kedua rumah sakit dibanjiri pasien karena kebersihan serta kecepatan dan keramatamahan para perawat.    “Saya selalu berusaha agar manfaat kehadiran saya dirasakan oleh banyak orang, terutama di lingkungan saya bekerja,” ujar dr Don.

Jabatan , demikian dr Don, adalah alat untuk mengabdi kepada rakyat. Ia pernah dipaksa melepaskan jabatan prestisius karena sikapnya yang tidak ‘berkompromi’ dengan praktik yang merugikan rakyat. Di mana pun ia bekerja, ia selalu mengedepankan integritas dan kepentingan rakyat.  Lebih baik kehilangan jabatan bahkan pekerjaan daripada harus bersekutu dengan kekuatan yang merugikan rakyat. 

“True leadership must be for the benefit of the followers, not to enrich the leader.”  Kepemimpinan sejati ditunjukkan oleh manfaat sebesar-besarnya bagi rakyat, bukan manfaat yang diterima oleh sang pemimpin itu sendiri.  Kata-kata bijak  John C. Maxwell, pakar manajemen  kelas dunia ini terasa pas buat pemimpin eksekutif.

Pemimpin tidak bisa ujuk-ujuk. Pemimpin membutuhkan proses. Mustahil seseorang mampu memimpin sebuah kelompok besar jika ia tidak punya pengalaman memimpin kelompok kecil. Sukses memimpin kelompok kecil menjadi modal seseorang memimpin kelompok besar.  Mereka yang sukses memimpin masyarakat umumnya adalah mereka yang berhasil membina rumah tangga. 

Sebagai seorang  pemimpin rumah tangga, dr Don sudah menunjukkan tanggung jawabnya sebagai  ayah yang mencintai istrinya dan bapak yang mendidik dan suri teladan bagi ketiga anaknya. Mereka sudah menamatkan perguruan tinggi. Yang sulung bekerja sebagai wartawan di harian nasional berbahasa  Inggris, yang kedua sudah menjadi  dokter spesialis mata, mengikuti jejak ibunya. Sedangkan yang bungsu sudah meraih master Ilmu Kedokteran Hewan di AS dan kini bekerja di Ende.

Keberhasilannya membina keluarga memperkuat posisinya sebagai public figure, pemimpin masyarakat yang menjadi role model atau suri teladan bagi masyarakat.  Memiliki keluarga yang sehat, terdidik, mandiri,  harmonis, dan bahagia  adalah dambaan setiap orang. Keluarga sehat dan sejahtera adalah kunci penentu kemajuan sebuah bangsa.

Doker Don bukanlah sandwich generation.   Sandwitch adalah roti khas Eropa  yang terbagi  atas bagian atas dan bagian bawah yang menjepit daging dan sayuran di tengah-tegah. Sandwitch generation melukiskan seseorang yang terjepit oleh beban ekonomi, atas-bawah. Dari  atas ada kakak-adiknya yang terbelit kesulitan ekonomi, dan dari  bawah adalah anak-anaknya yang masih pengangguran.  

Uang memang  seperti minum air garam. Semakin minum, semakin haus. Tapi, dengan integritasnya yang sudahh teruji dan posisi ekonominya yang sudah  mencapai "kebebasan finansial", dr Don kiranya mampu memberikan pengabdian penuh kepada raykat.  Kita berharap, ia  tidak tergoda untuk memperkaya diri.  Sepenuh jiwa raganya dan kekuatannya dikerahkan untuk memajukan dan menyejahterakan rakyat Nagekeo.  

 

Memimpin dengan Teladan

Dari sisi kelayakan, dr Don adalah figur yang bersih yang tak pernah terkena kasus hukum dan pelanggaran moral. Sebagai kepala RSUD dan kepala dinas kesehatan kabupaten, ada peluang terbuka di depan mata untuk korupsi. Tapi, rekam jejaknya menunjukkan, ia bersih dari kasus korupsi. Ia sudah menunjukkan teladan sebagai pemimpin yang bersih.

Menjadi pemimpin daerah adalah cita-cita dr Don sejak ia menjadi dokter puskesmas. Dari pengalamannya ia berkesimpulan, memajukan daerah tidak cukup ia bekerja hanya sebagai dokter. Penentu utama kemajuan masyarakat adalah pemimpin. Pemimpin yang memiliki visi dan integritas. Tanpa visi, pemimpin akan melahirkan kebijakan yang menghambat, bahkan  merugikan rakyat. Dampak buruk dari kebijakan yang salah sama dahsyatnya dengan korupsi. 

Untuk mempersiapkan diri sebagai pemimpin wilayah, dr Don aktif berorganisasi tanpa mengabaikan sedikit pun tugas pokoknya sebagai dokter dan PNS. Saat mendapat peluang belajar lagi,  ia memilih Fakultas Kedokteran Jurusan Kesehatan Masyarakat di almamaternya, Kampus Biru, UGM. Ia tahu persis, kesehatan masyarakat akan tetap  menjadi isu penting pada masa akan datang akibat rendahnya kualitas hidup rakyat. 

Dari sisi kemampuan, dr Don cukup komplit. Ia tidak saja profesional di bidang kesehatan, tapi juga PNS yang selama dua setengah dekade berpangalaman sebagai pemimpin. Ia figur yang mudah bergaul.  Alumni SDK Dhawe ini juga gemar berorganisasi, bahkan sejak sekolah dasar. Di Golkar, ia pernah menjadi pengurus DPD II Ngada periode 1989-1994.

Seorang filsuf besar Cina, Sun Tzu,  mengatakan, “A leader leads by example not by force.”  Seorang pemimpin, demikian penulis The Art of War itu,  memimpin lewat teladan hidupnya, bukan dengan  kekuatan otoritas yang dimilikinya. Saat mengajari rakyatnya untuk  kerja keras, ia menunjukkan kerja keras. Ketika mengajak rakyatnya untuk hidup sehat, ia  menampilkan pola hidup sehat. Saat mendorong rakyatnya untuk memperhatikan kualitas keluarga, ia menunjukkan teladan sebagai bapak rumah tangga dan ayah yang bertanggung jawab.   Kala mengajak stafnya untuk hidup bersih, ia menunjukkan teladan sebagai pemimpin yang bebas korupsi.

 

Komentar