Breaking News

PENDIDIKAN Gelar Diskusi Publik, STIPAS Keuskupan Agung Kupang Angkat Tema Tantangan Artificial Itelegence dalam Dunia Pendidikan 23 Oct 2025 11:53

Article image
Gelar Diskusi Publik, STIPAS Keuskupan Agung Kupang Angkat Tema Tantangan Artificial Itelegence dalam Dunia Pendidikan. (Foto: Dok. STIPAS)
"Penting bagi dunia akademik untuk tidak hanya menjadi pengguna teknologi, tetapi juga menjadi pengarah dan pengawal dalam penggunaannya yang bertanggung jawab dan manusiawi," tandas RD. Emanuel.

KUPANG, IndonesiaSatu.co-- Sekolah Tinggi Pastoral (STIPAS) Keuskupan Agung Kupang dan Yayasan Kaya Tene, menggelar Diskusi Publik dalam rangka menyosong 24 Tahun STIPAS Keuskupan Agung Kupang, Minggu (9/10/2025). 

Diskusi Publik tersebut mengusung tema "Kecerdasan Buatan atau Artificial Intelegence dalam dunia pendidikan: Peluang atau Tantangan."

Hadir sebagai Narasumber dalam kegiatan tersebut Dr. Hamza H Wulakada, M. Si (Dosen Universitas Nusa Cendana) dan Fiktor Imanuel Tanesab, S. Kom, M. Sc (Dosen STIKOM Uyelindo).

Ketua Yayasan Kaya Tene Kupang, Zainudin Umar, dalam sambutannya menyampaikan terima kasih kepada STIPAS Keuskupan Agung Kupang yang telah membuka ruang kolaborasi sehingga bisa mengadakan kegiatan Diskusi Publik.

Zainudin Umar berharap agar kerjasama tersebut terus berlanjut di waktu-waktu mendatang. 

"Semoga kegiatan ini memberi dampak dan bermanfaat untuk semua mahasiswa-mahasiswi sehingga mampu membawa diri dan menggunakan AI sesuai kebutuhan," harap Zainudin. 

Sementara itu, Wakil Ketua II STIPAS Keuskupan Agung Kupang, RD. Emanuel Inocentius D. Jee’ Maly, S.Fil.,M.Pd, dalam sambutannya mengatakan bahwa kecerdasan buatan merupakan bagian dari perkembangan dunia saat ini, sebuah instrumen dan alat bantu dalam proses berpikir. 

"Di sinilah muncul situasi dilematis: memanfaatkan AI atau digantikan AI. Maka tema diskusi pendidikan kita adalah melihat pemanfaatan kecerdasan buatan sebagai peluang atau ancaman," kata RD. Emanuel. 

RD. Emanuel menyebut, Indonesia yang memiliki 4.500 kampus, merupakan peringkat ketiga sebagai negara yang paling banyak menggunakan AI. 

Hasil penelitian Massacusets Instutute of Technology (MIT) menemukan bahwa penggunaan AI atau dalam bentuk Chat GPT dalam penulisan esai, dapat membuat fungsi otak kian menurun. 

"Sebanyak 48% siswa sekolah menggunaakan chat GPT untuk ujian atau kuis di rumah, 53% menggunakan untuk menulis esai, dan 22% menggunakan untuk membuat kerangka tulisan. Hal ini menimbulkan potensi masalah seperti plagiarisme, kecurangan dan ganggunan dalam pembelajaran," sentil RD. Emanuel. 

RD. Emanuel juga menyinggung sejarah revolusi industri seperti penemuan mesin uap, mesin-mesin produski, listrik, teknologi komputer dan internet, sehingga menghasilkan masyarakat yang termarginalkan. 

"Revolusi industri menghasilkan kaum buruh. Demikian juga AI akan menghasilkan dua kelompok yaitu kelompok yang terjajah secara pemikiran dan kelompok yang mampu mengeksplorasi dan mengelaborasi AI. Kita akan terjajah jika kegiatan kognitif diganti AI dan kita akan tetap kritis apabila AI tetap dijadikan sebagau alat bantu, teman diskusi, atau partner berpikir," beber RD Emanuel. 

Sebagai contoh, pertama kali belajar menghitung penjumlahan, guru mengajar menggunakan 10 jari, tetapi karena terbatas, lalu menggunakan lidi, kemudian menggunakan sempoa. 

Agar lebih cepat, lalu digunakan kalkulator, dan untuk data yang banyak, selanjutnya digunakan exel dan SPSS. 

Menurut RD. Emanuel, penemuan teknologi tidak pernah boleh mengggantikan existensi manusia. 

"Sumber pengetahuan harus tetap merupakan hasil olahan akal budi manusia, bukan hasil generate chat GPT. Kecerdasan buatan telah menjadi bagian dari kehidupan kita sehari-hari dari sistem rekomendasi di media sosial, aplikasi belajar, hingga asisten digital di ponsel kita," terangnya. 

Dalam dunia pendidikan, lanjut RD. Emanuel, AI membawa berbagai peluang seperti pembelajaran yang lebih personal, efisiensi administrasi, hingga peningkatan akses pendidikan bagi banyak kalangan. 

Namun di sisi lain, kita juga perlu menyadari adanya tantangan dan potensi ancaman; mulai dari isu etika, penyalahgunaan teknologi, hingga kekhawatiran tergantinya peran pendidik oleh mesin. 

"Karena itu, penting bagi dunia akademik untuk tidak hanya menjadi pengguna teknologi, tetapi juga menjadi pengarah dan pengawal dalam penggunaannya yang bertanggung jawab dan manusiawi," tandas RD. Emanuel. 

Kegiatan tersebut dihadiri oleh perwakilan mahasiswa-mahasiswi, para Dosen dan Pegawai, serta seluruh Pengurus Yayasan Kaya Tene.

--- Guche Montero

Komentar