OPINI Urgensitas Mereview Eksistensi BTP 834 Mbay 14 Aug 2025 12:23
Demi mendinginkan suasana, prajurit sebaiknya dikembalikan ke kesatuan asal untuk sementara waktu.
Oleh Justin Djogo Dja
Tiga bulan lalu, BTP 834 hadir di tanah Nagekeo, Kota Mbay. Saat itu hampir tidak terdengar penolakan dari masyarakat lokal. Apakah itu berarti warga benar-benar membutuhkan kehadiran BTP 834?
Jujur saja, tidak sepenuhnya.
Diam bukan berarti setuju sepenuhnya. Diam juga bukan tanda tidak peduli—seringkali warga menunggu waktu yang tepat untuk menyampaikan keberatan.
Beberapa minggu sebelum peristiwa tragis meninggalnya Prada Lucky di tangan lebih dari 20 seniornya, mulai terdengar diskusi dan keresahan kecil di tengah masyarakat. Setidaknya ada empat hal yang menjadi ganjalan terkait keberadaan BTP 834 di Mbay:
1. Nama Satuan – BTP 834 menyandang nama Waka Nga Mere. Maknanya baik, menggambarkan sosok berwibawa dan disegani. Namun muncul pertanyaan, mengapa tidak menggunakan nama dari bahasa lokal setempat?
2. Status Tanah – Meski sebagian besar lahan adalah tanah TNI, ada indikasi tumpang tindih dengan tanah Pemda dan tanah ulayat yang perlu kejelasan hukum.
3. Urgensi Penempatan – Apakah keberadaan BTP 834 di Mbay memang mendesak? Apakah para prajurit sudah dibekali kemampuan memadai jika tidak beroperasi sebagai batalyon tempur sebagaimana mestinya?
4. Infrastruktur – Kondisi barak prajurit dan akses ke lokasi permukiman masyarakat masih perlu dibenahi.
Keempat poin ini sebaiknya dibahas lebih mendalam di lain kesempatan.
Pemerintah kini mendorong program makan bergizi gratis (MBG) —sebuah janji kampanye yang dampaknya bisa positif bagi banyak pihak.
Namun, program ini juga menyedot ratusan triliun rupiah sehingga menuntut efisiensi di kementerian dan lembaga lain. Langkah penghematan seperti mengurangi rapat di hotel mewah dan perjalanan dinas patut diapresiasi.
Yang mengundang pertanyaan adalah, mengapa di tengah kondisi ini justru diresmikan enam Kodam baru yang tentu juga memerlukan anggaran besar? Apakah ini langkah yang benar-benar prioritas?
Terkait BTP 834, Nagekeo adalah daerah aman. Tenaga muda lokal —baik dari komunitas Masjid, gereja Kristen, maupun Katolik— siap membantu menyukseskan program MBG tanpa harus mengerahkan batalyon tempur.
Sebagai putra Nagekeo, saya sangat terpukul melihat prajurit muda yang baru dua bulan menyandang pangkat Prada harus kehilangan nyawa di satuan ini.
Tragedi ini tidak akan selesai hanya dengan memenjarakan 20 pelaku. Luka sosial akan tetap ada. Masyarakat akan canggung, bahkan curiga, ketika berinteraksi dengan satuan ini.
Kunjungan Pangdam IX/Udayana ke rumah orang tua almarhum Prada Lucky patut diapresiasi. Namun, langkah berikutnya yang penting adalah review menyeluruh atas keberadaan BTP 834 di Mbay. Demi mendinginkan suasana, prajurit sebaiknya dikembalikan ke kesatuan asal untuk sementara waktu.
Prajurit juga butuh pemulihan psikologis, sama halnya dengan masyarakat yang membutuhkan rasa aman ketika berhadapan dengan aparat.
Saat ini, yang paling mendesak bukan teori konspirasi, tetapi evaluasi nyata dan terbuka tentang eksistensi BTP 834 di Mbay, Flores, NTT.
Penulis adalah diaspora Nagekeo di Jakarata, Direktur Eksekutif Forum Dialog Nusantara
Komentar