Breaking News

PENDIDIKAN 50 Tahun Almamater, Direktur Areopagus Indonesia Ajak STFK Ledalero Kembangkan Penelitian Berbasis Aplikasi 20 Sep 2019 15:20

Article image
Direktur Areopagus Indonesia Fulgensius Sarianto atau Yanto Fulgens. (Foto: Redem Kono)
STFK Ledalero sebagai Perguruan Tinggi harus menjalankan tridarma perguruan tinggi, yakni Pengajaran, Penelitian, dan Pengabdian Masyarakat.

REDAKSI IndonesiaSatu.co pada Selasa, (17/9/2019) mewawancarai Fulgensius Sarianto, alumni Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero (STFK) Ledalero. Pria yang akrab dipanggil Yanto Fulgens kini berkarya sebagai peneliti dan pengajar di sejumlah universitas di Jakarta. Yanto meraih gelar Master di bidang Ilmu Kesejahteraan Sosial dengan spesialisasi Perencanaan dan Evaluasi Program Pembangunan Sosial di Universitas Indonesia. Setelah menamatkan pendidikan Magister, dia menjadi peneliti di bidang kebencanaan di Universitas Indonesia. Selain itu, dia biasa memberikan pelatihan tentang penelitian sosial kepada mahasiswa magister dan doktoral Ilmu Kesejahteraan Sosial, Universitas Indonesia. Dia juga mengajar (MK Penelitian Kualitatif) mahasiswa Magister Ilmu Keperawatan dan pembimbing metodologi bagi mahasiswa Sarjana Keperawatan di Sint. Carolus, Jakarta.

Tidak hanya itu, Yanto sering memberikan pelatihan tentang penggunaan aplikasi (NVivo, SPSS, Amos) dalam manajemen dan analisis penelitian serta manajemen data referensi (Endnote, Mendeley) kepada para dosen, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Di luar lingkungan kampus, dia sering bekerja sama dengan berberapa NGO sebagai konsultan, peneliti, dan trainer penelitian. Dia juga pernah terlibat dalam membangun sistem aplikasi berbasis kinerja di Kementerian/Lembaga. Pernah melakukan evaluasi kebijakan pembangunan infrastruktur dan juga evaluasi implementasi dokumen perencanaan jangka panjang Polri. Hingga saat ini sedang mengerjakan beberapa projek penelitian dengan beberapa kementerian/lembaga.  

Bersama beberapa alumni Ledalero, Yanto mendirikan Lembaga Areopagus Indonesia. Areopagus bertujuan menghasilkan penelitian yang berkualitas sehingga dapat memenuhi dan menjawabi kebutuhan mitra, baik pemerintah maupun swasta dan NGOs, mengembangkan model yang berbasis penelitian untuk menjawabi kebutuhan mitra, baik pemerintah  maupun swasta dan NGOs, menyelenggarakan pelatihan tentang aplikasi penelitian dan juga konsultasi penelitian untuk para insan akademisi atau peneliti dari semua profesi, menjalin kerjasama pelatihan dan konsultasi dengan perguruan tinggi, pemerintah, swasta, dan NGOs untuk meningkatkan kapasitas staf dalam melakukan penelitian, perencanaan, dan monitoring-evaluasi.

Sebagai alumni, Yanto memiliki pengalaman, pendapat, sekaligus harapan terhadap STFK Ledalero yang telah merayakan 50 tahun berdirinya atau 50 tahun pesta emas yang berpuncak pada September 2019. Hingga kini, salah satu lembaga pendidikan berprestasi dari wilayah Indonesia Timur ini sudah menghasilkan sebanyak 5.800 alumni. Di antara para alumni, ada 19 orang uskup Katolik, 1.822 pastor dan 3.978 awam. Sebanyak 500-an lebih pastor tamatan Ledalero sedang berkarya di mancanegara.

STFK Ledalero pada awalnya didirikan untuk mendidik dan membina calon Pastor Katolik. Namun dalam perkembangannya, lebih banyak alumni Ledalero berkarya sebagai anggota masyarakat (awam). Tercatat ribuan alumni Ledalero berkarya di masyarakat, entah profesi di bidang birokrasi, politisi, pebisnis, pengajar, dosen, wartawan,  dan lain-lain.

Redaksi IndonesiaSatu.co (selanjutnya di singkat RI), mewawancarai Yanto Fulgens (Selanjutnya YG) terkait 50 Tahun STFK Ledalero.

RI: Apa kesan pribadi Anda terhadap STFK Ledalero selama menjalani pendidikan di sana?

YG: Luar biasa. Para dosen memiliki dedikasi yang tinggi dalam pengajaran di ruangan kuliah. Mereka juga memberikan pengabdian yang tulus ke masyarakat (umat). Mahasiswa juga sangat mendukung dalam pengabdian ke umat melalui kegiatan yang mendukung daya kritis umat terhadap kebijakan pemerintah dan daya iman umat terhadap keyakinannya. Fasilitas juga sudah cukup untuk mendukung proses perkuliahan seperti perpustakaan yang lengkap dan fasilitas pendukung lainnya. Intinya nuansa akademiknya masih kuat.

RI: Apa pendapat Anda terhadap 50 tahun STFK Ledalero? Atau sekurang-kurangnya penilaian Anda terhadap STFK Ledalero yang merayakan 50 tahun?

YG: STFK Ledalero belum menjadi gudangnya pemikiran filsafat dan teologi yang handal. Padahal konteks NTT atau Indonesia memiliki banyak permasalahan yang membutuhkan perspektif filsafat dan teologi. Atau setidaknya pemikiran para akademisi dari STFK Ledalero belum memiliki daya dobrak yang kuat bagi perkembangan bangsa, negara dan gereja. Padahal para akademisi Ledalero memiliki potensi yang mumpuni untuk turut menawarkan pemikiran kritis yang solutif bagi gereja, negara, dan bangsa. Kondisi itu terjadi bisa saja karena pemikiran para akademisi Ledalero belum didokumentasikan secara ilmiah melalui publikasi artikel jurnal, baik nasional maupun internasional.

Hal yang perlu dicatat di sini adalah artikel jurnal memiliki nilai yang lebih tinggi ketimbang publikasi lain. Meskipun publikasi yang lain itu penting juga di dunia akademik. Kondisi itu terjadi bisa saja karena kesulitan dalam melakukan penelitian. Memiliki keterbatasan dalam penguasaan metodologis dan tools pendukung penelitian atau waktu dan biaya untuk meneliti. Karena itu, nuasa akademik yang kuat di Ledalero perlu didorong lagi untuk memperbanyak publikasi ilmiah melalui jurnal nasional dan internasional.

RI: Apa yang Anda anjurkan kepada STFK Ledalero yang merayakan 50 tahun berdasarkan pengalaman dan profesi sekarang?

YG: STFK Ledalero sebagai Perguruan Tinggi harus menjalankan tridarma perguruan tinggi, yakni Pengajaran, Penelitian, dan Pengabdian Masyarakat. Aspek pengajaran pun saya pikir sudah berkualitas karena didukung oleh kapasitas dosen yang mumpuni. Mayoritas dosen adalah doktor. Meskipun demikian, aspek penelitian masih rendah dan juga belum berbasis aplikasi. Padahal penggunaan aplikasi dalam penelitian merupakan trend penelitian global dan sebagai salah satu bentuk kesiapan perguruan tinggi di Indonesia untuk memasuki perkembangan penelitian di Revolusi Industri 4.0.

Tambahan pula, pengabdian masyarakat belum didokumentasi dengan baik karena belum maksimalnya sinergi dengan biara-biara atau seminari yang menyokong STFK Ledalero. Oleh karena itu, STFK Ledalero harus menyeimbangkan kekuatan tridarma perguruan tinggi tersebut agar menjadi kampus yang mampu memberikan kontribusi yang maksimal kepada bangsa, negara dan gereja. STFK Ledalero harus mengoptimalkan segala sumber daya yang ada.

RI: Apa dan bagaimana kontribusi filsafat dan teologi terhadap profesi Anda? Apa catatan Anda kepada STFK Ledalero berdasarkan pengalaman, pekerjaan, atau hidup sebagai anggota masyarakat?

YG: Sumbangan terbesar filsafat dalam pekerjaan saya adalah cara berpikir kritis atau tanjam dalam analisis serta karakter pemimpin. Sementara teologi, lebih kepada benteng untuk memperkokoh integritas diri dalam bekerja. Hal ini menjadi bekal bagi saya ketika berkompetensi di dunia kerja. Perpaduan ketajaman analisis dan integritas diri ini juga telah memudahkan saya untuk mendapatkan project penelitian di pemerintah pusat dan daerah serta NGOs. Juga dipercaya oleh kampus-kampus besar di Indonesia untuk melakukan sharing knowledge tentang penggunaan aplikasi dalam penelitian. Bekal ini juga mendorong saya dan beberapa teman alumni Ledalero mendirikan lembaga berbadan hukum yang fokus pada Penelitian, Pelatihan, dan Publikasi (PT Karya Areopagus Indonesia).

RI: Salah satu tema besar dalam 50 Tahun STFK Ledalero adalah “kontekstualisasi filsafat dan teologi.” Apa pandangan Anda? Bagaimana pendidikan di Ledalero mampu menghasilkan output lulusan yang sungguh “terlibat”?

YG: Kontekstualisasi penting sekali, tapi tidak boleh bablas juga. Asupan berpikir kritis dan mengedepankan benteng diri yang kokoh (integritas) harus menjadi warna dari proses meng-konteks-kan filsafat dan teologi di ruang kuliah. Dan pendidikan di STFK Ledalero sudah cukup untuk mendukung itu. Adapun pengkonteksan filsafat dan teologi agar alumninya siap berkompetisi di dunia kerja,  yang dapat dilakukan adalah perbanyak kegiatan yang membutuhkan keterampilan yang relevan dengan dunia kerja seperti manajemen kepemimpinan, pemanfaafan teknologi, tulis-menulis, wirausaha, manajemen strategik (perencanaan dan evaluasi), dan lain-lain.

Komentar