Breaking News

POLITIK Bencana Banjir Sumatra, Dewan Pakar BPIP: Kini Saat yang Tepat Evaluasi Kebijakan Nir-Pancasila 06 Dec 2025 15:41

Article image
Dewan Pakar Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Bidang Strategi Kebijakan Luar Negeri, Dr. Darmansjah Djumala. (Foto: Ist)
Kini saat yang tepat bagi pemerintah untuk mengevaluasi kebijakan nir-Pancasila terkait pengelolaan hutan secara terbuka dan bertanggung-jawab.

JAKARTA, IndonesiaSatut.co - Bencana banjir yang menimpa beberapa provinsi di Sumatra membangkitkan naluri kemanusiaan bangsa Indonesia. Tapi bencana itu harus juga menjadi momentum bagi pemerintah untuk mengevaluasi secara transparan dan akuntabel setiap kebijakan publik yang tidak selaras dengan nilai-nilai Pancasila.

Hal itu diungkapkan Dewan Pakar Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Bidang Strategi Kebijakan Luar Negeri, Dr. Darmansjah Djumala, menanggapi bencana banjir di tiga daerah yaitu Aceh, Sumatara Utara dan Sumatra Barat, pada 26 November 2025.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan bahwa sejauh ini bencana tersebut telah menelan korban sebanyak 807 jiwa, 647 orang hilang dan korban luka sebanyak 2.600 orang. Bencana tersebut juga diperkiran menimbulkan kerugian ekonomi mencapai Rp 68,67 triliun. Dampak terhadap warga juga sangat besar, jutaan orang mengungsi dengan keterbatasn bantuan logistik, air bersih, dan tempat tinggal.

Terpisah, Dr. Djumala, yang pernah menjabat sebagai Duta Besar RI untuk Austria dan PBB itu lebih jauh mengatakan, hikmah di balik bencana banjir dan longsor ini antara lain munculnya secara spontan naluri kemanusiaan bangsa Indonesia.

Bagi Dubes Djumala, naluri kemanusiaan ini sudah menjadi DNA-nya bangsa Indonesia yang berakar dalam prikehidupan leluhur bangsa dengan nilai-nilai Pancasila, selaras dengan Sila Kemanusiaan.

Terkait hal ini, Dubes Djumala merujuk pada fenomena banyaknya inisiatif spontan yang muncul di berbagai daerah, masyarakat, relawan, dan lembaga kemanusiaan.

Dia mengungkapkan bahwa berbagai segment masyarakat bergotong royong memberikan bantuan tanggap darurat, mengevakuasi warga terdampak, serta memastikan kebutuhan dasar korban dapat segera dipenuhi.

Bahkan di kalangan komunitas yang tergabung di media sosial pun, muncul secara spontan inisiatif untuk meringankan beban bagi saudara yang terdampak bencana dengan cara mengumpulkan sumbangan untuk disalurkan melalui lembaga sosial.

“Inisiatif mulia ini merupakan kepedulian dan cerminan karakter bangsa yang menjunjung tinggi solidaritas, gotong royong dan kemanusiaan sebagai nilai-nilai yang telah mengakar sejak lama. Dan semua itu diinspirasi oleh sila Kemanusiaan dalam Pancasila,” ujar Dubes Djumala melalui keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (6/12/2025).

Pada bagian lain Dubes Djumala, yang pernah menjabat Kepala Sekretariat Presiden/Sekretaris Presiden Jokowi periode pertama itu menggaris-bawahi bencana banjir tersebut juga menjadi momentum penting bagi pemerintah Indonesia untuk mengevaluasi kembali kebijakan publik yang tidak selaras dengan nilai-nilai Pancasila, khususnya dalam pengelolaan lingkungan hidup, tata ruang, dan pembangunan berkelanjutan.

Fenomena perubahan iklim, degradasi lingkungan, serta alih fungsi lahan yang tidak terkontrol telah memperbesar risiko bencana banjir dan longsor di area perbukitan dan daerah aliran sungai.

Ditegaskannya, manusia tidak boleh hanya menuding alam dan curah hujan yang tinggi sebagai penyebab bencana. Bagaimana pun, bencana pada akhirnya adalah akibat ulah manusia yang tidak terkontrol, yang tidak mengindahkan nilai dan etika pembangunan berkelanjutan.

“Kebijakan publik nir-Pancasila yang hanya mengejar pertumbuhan dan kemanfaatan ekonomi, tanpa mengindahkan kaidah-kaidah pembangunan berkelanjutan yang mengedepankan keseimbangan manfaat ekonomi, kesejahteraan sosial dan kelestarian lingkungan, hanya akan berujung pada bencana dan malapetaka bagi manusia,” katanya.

“Kini saat yang tepat bagi pemerintah untuk mengevaluasi kebijakan nir-Pancasila terkait pengelolaan hutan secara terbuka dan bertanggung-jawab untuk menekan dampak negatif dari eksploitasi hutan yang tidak mengindahkan kaidah pembangunan berkelanjutan,” pungkas Dubes Djumala.*

 

--- F. Hardiman

Komentar