Breaking News

HANKAM Cegah Khilafah di NTT, TPDI: Pemerintah Harus Tegas Terhadap Kelompok Radikal 12 Mar 2020 11:15

Article image
Koordinator TPDI dan Advokat Peradi, Petrus Selestinus. (Foto: Dokpri PS)
"Justru peran besar Penegakan Hukum menjadi solusi utama. Jangan biarkan sampai masyarakat NTT bertindak sendiri," tandasnya.

JAKARTA, IndonesiaSatu.co-- Temuan Komisi Intelijen Daerah Nusa Tenggara Timur (Kominda NTT) dan Ketua GP Ansor NTT bahwa Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di NTT khususnya di Kota Kupang, hingga kini masih terus melakukan akitivitas penyebaran ideologi khilafah.

Menurut Koordinator TPDI, Petrus Selestinus, hal ini jangan dianggap sepele oleh Polda NTT selaku institusi yang memiliki kewenangan untuk melakukan penindakan secara hukum berdasarkan UU Nomor 16 Tahun 2017 tentang Penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas menjadi UU.

"Landasan hukum pasal 59 jo. pasal 60 ayat (2) jo. pasal 82A UU Nomor 16 Tahun 2017 tentang Penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2017, telah cukup memberi landasan hukum bagi Polisi untuk bertindak atau melakukan tindakan kepolisian terhadap oknum mahasiswa, ASN dan anggota atau pengurus HTI yang masih melakukan aktivitas penyebaran ideologi khilafah di Kupang, NTT dengan kemasan dakwah atau ceramah agama," sorot Petrus.

Petrus menilai, Kominda NTT dan GP. Ansor NTT telah mengungkap fakta adanya aktivitas HTI di Kupang NTT berdasarkan profesi, baik sebagai PNS di lingkup Pemerintahan Provinsi NTT, di Dinas-dinas Pemerintahan Kota Kupang, Mahasiswa, dan Guru.

"Dengan membiarkan aktivitas HTI di Kupang, jelas merupakan kesalahan besar pemerintah. Karena bagaimanapun, HTI sudah dinyatakan sebagai organisasi terlarang karena sering berdakwah dengan konten yang bertentangan dengan ideologi Pancasila. Lalu mengapa Polda NTT masih diam bahkan membiarkan hal ini terjadi?" tantang Petrus.

Ia mengatakan bahwa pernyataan anggota Kominda NTT, Raditto kepada wartawan di Kupang, bahwa HTI di NTT masih aktif dan kebanyakan anggotanya berada di Kota Kupang, rata-rata mereka adalah anggota dan pengurus yang berasal dari alumni kampus-kampus besar di NTT, merupakan potret nyata betapa upaya sistimatis HTI agar Ideologi Khilafah mudah terpapar di kalangan Mahasiswa, ASN di lingkungan Pemprov NTT dan Kota Kupang dibiarkan terus berlangsung.

Perlu Tindakan Tegas Kepolisian

Petrus menyayangkan bahwa Kominda NTT sendiri terdiri dari Kesbangpol Provinsi NTT, intelijen kepolisian, BIN, Kodim, Korem, TNI dan berbagai elemen terkait yang menjalankan fungsi intelijen termasuk mengawasi pergerakan HTI di NTT.

"Seharusnya temuan Kominda NTT tentang aktivitas HTI di Kupang merupakan informasi yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara hukum. Karena itu segera dilakukan penindakan," tegasnya.

Pertanyaannya, lanjut dia, mengapa temuan Kominda NTT tentang kegiatan khilafah di NTT tidak ditingkatkan ke proses penindakan secara pidana yang diawali dengan Laporan Polisi ke Polda NTT, bahkan mengapa Kominda NTT hanya melempar isu aktivitas HTI di NTT kepada publik melalui release ke media tanpa langkah-langkah melaporkan ke Polda NTT untuk ditindak.

"Apakah Kominda butuh dukungan publik unuk menindak HTI di NTT lalu timbul kegaduhan?" imbuhnya.

Padahal Kominda NTT, kata dia, telah mengungkap fakta-fakta dan mengidentifikasi aktivitas HTI di Kupang, mulai dari proses perekrutan untuk masuk menjadi anggota, mendoktrin anggota yang baru masuk hingga benar-benar menguasai prinsip-prinsip Khilafah, baru bisa masuk menjadi pengurus, dimulai dari aktivitas 10 sampai 15 Mahasiswa yang direkrut pasca HTI dibubarkan, terus melakukan aktivitas dakwah dengan pola penyebaran ajaran secara person to person, mendoktrinasi anggota baru tentang sistem khilafah dengan Islam sebagai ideologi negara.

"Peran deradikalisasi melalui pemberian pemahaman yang benar kepada tokoh-tokoh HTI NTT tidak dapat diharapkan hasilnya kelak. Karena HTI sudah menanamkan ideologi khilafah kepada pengikutnya sudah sangat dalam, karena itu langkah pemidanaan sebagai prioritas karena UU Ormas Nomor 16 Tahun 2017 telah memberikan payung hukum yang efektif untuk dilakukan tindakan kepolisian. Jangan buang waktu dan biaya dengan metode deradikalisasi," sentilnya.

Menurut Advokat Peradi ini, penindakan secara pidana adalah salah satu langkah tepat yang diperlukan agar paham radikal tidak terus menyebar, baik di lingkungan Kampus/Universitas, Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota di Kupang dan Kabupaten lain di NTT.

"Prinsip di mana ideologi itu harus dilawan dengan ideologi, doktrin harus dilawan dengan doktrin, perlu dikesampingkan dulu. Justru peran besar Penegakan Hukum menjadi solusi utama. Jangan biarkan sampai masyarakat NTT bertindak sendiri," tandasnya.

--- Guche Montero

Komentar