Breaking News

KESEHATAN Mengatasi Hilangnya Rp180 Triliun dari Pengobatan di Luar Negeri 28 Apr 2024 11:34

Article image
Prof Tjandra Yoga Aditama, Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI dan mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara. (Foto: Ist)
Mantan Direktur WHO Asia Tenggara, Prof Tjandra Yoga Aditama mengatakan, setidaknya, ada lima hal untuk mencegah hal tersebut.

JAKARTA, IndonesiaSatu.co - Presiden Joko Widodo pada Rapat Kerja Kesehatan Nasional beberapa hari lalu mengatakan bahwa negara ini mengalami kerugian sebesar Rp180 triliun lantaran satu juta warga negara Indonesia (WNI) masih memilih berobat ke luar negeri.

Pertanyaannya, bagaimana untuk memutus mata rantai hal tersebut?

Mantan Direktur WHO Asia Tenggara, Prof Tjandra Yoga Aditama mengatakan, setidaknya, ada lima hal untuk mencegah hal tersebut.

Pertama, memang ada persepsi umum bahwa berobat di luar negeri lebih bagus daripada di dalam negeri, baik untuk kesehatan maupun juga untuk hal-hal lain.

Dia mengatakan, khusus untuk pengobatan, hal tersebut juga dipengaruhi oleh berita-berita yang mengesankan bahwa berobat di luar negeri jauh lebih bagus.

Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI ini mengatakan, berita yang cepat sekali beredar itu bisa saja benar. Namun, berita itu bisa juga salah, namun biasanya sudah terlanjur dianggap benar.

“Tanpa bermaksud berpolemik, tetapi informasi yang beredar memang perlu di analisa benar tidaknya, sebelum cepat-cepat mengambil kesimpulan. Dalam hal ini tentu baik juga diungkap tentang ‘keberhasilan’ yang terjadi dalam pelayanan rumah sakit kita selama ini, berapa banyak yang berobat dan kemudian sembuh dengan baik. Ini perlu agar berita yang beredar bisa lebih seimbang,” ujarnya. 

Kedua, di sisi lain memang untuk beberapa pemeriksaan dan pengobatan tertentu harga di negara tetangga lebih murah daripada di Indonesia. Walaupun kita tidak punya data perbandingan angka yang pasti.

Untuk itu, salah satu penjelasannya adalah harga alat kedokteran yang memang lebih mahal di Indonesia daripada di sebagian negara tetangga. 

“Pengalaman pribadi misalnya, teman-teman dokter yang datang / belajar ke India waktu saya bekerja di WHO dan berdomisili di New Delhi maka banyak yang pulang membawa berbagai alat kesehatan yang memang lebih murah harganya. Kalau di India maka obat-obatan juga jauh lebih murah dari di kita, sehingga saya pun sampai sekarang memakan obat rutin yang saya beli dari India, baik titip ke teman maupun beli sendiri kalau saya bertugas ke India,” ujar Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) tersebut.

Ketiga, kalau tentang kemampuan dokter dan tenaga kesehatan lain maka kita di Indonesia secara umum sama baiknya dengan negara tetangga.

Dalam berbagai arena ilmiah kedokteran, tidak sedikit dokter dan pakar kesehatan kita yang cukup menonjol dan mendapat apresiasi dihormati.

Demikian juga, katanya, selama ini peran penting dokter dan pakar kita di berbagai organisasi internasional kesehatan dan kedokteran regional dan dunia. Tentu saja ada variasi dalam tenaga dan pelayanan kesehatan di negara kita, antara tempat satu dengan lainnya. Hanya saja secara umum sebenarnya pelayanan kesehatan terus membaik dari waktu ke waktu dan tentu perlu terus ditingkatkan sesuai perkembangan ilmu.

Keempat, yang juga banyak dibahas adalah lebih cepatnya pelayanan di negara tetangga antara pemeriksaan dan hasil, sehingga keputusan tindakan yang akan dilakukan dapat segera dilakukan.

“Untuk ini yang perlu kita lakukan adalah manajemen pengaturan yang lebih baik, termasuk koordinasi antar tenaga dan unit kerja di institusi pelayanan kesehatan, tentu juga disertai keramahan pelayanan serta penerapan prinsip dasar hospitaliti yang baik,” ujar Prof Tjandra. 

Kelima, upaya fundamental dalam penyelesaian masalah. Tentang harga alat kesehatan dan obat-obatan, maka jelas perlu ada kebijakan yang perlu dianalisa dan diambil oleh pemerintah untuk mengatasinya.

Tentu masing-masing pihak punya argumentasinya sendiri, tetapi tujuan akhirnya jelas yaitu harga obat dan alat kesehatan harus lebih murah dari sekarang.

Juga jelas perlu ada keberpihakan kebijakan pemerintah untuk semua insan kesehatan agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik tetapi juga dapat menjalani kehidupannya dengan baik. Saling menyalahkan dan atau membela diri tidak akan menyelesaikan masalah.

“Untuk hal kelima yang mendasar  ini maka ada tiga kunci utamanya, leadership, governance dan accountability,” pungkasnya. ***

--- F. Hardiman

Komentar