KEUANGAN Menkeu Purbaya Tempuh Kebijakan Pro-Cyclical, Optimalkan Uang yang Ada 09 Nov 2025 16:30
Menurutnya kebijakan counter-cyclical yang dilakukan saat itu tidak tepat, yaitu ketika ekonomi melambat malah pemerintah mengenakan pajak.
JAKARTA, IndonesiaSatu.co - Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan bahwa sejak setahun terakhir ekonomi melambat dengan kebijakan fiskal dan moneter yang kurang akurat.
Menurutnya kebijakan counter-cyclical yang dilakukan saat itu tidak tepat, yaitu ketika ekonomi melambat malah pemerintah mengenakan pajak.
Karena itu, kata Purbaya, dia menempuh kebijakan dengan melakukan pro-cyclical tanpa mengeluarkan uang yang terlalu banyak - tidak melakukan kebijakan ekspansi- namun mengoptimalkan uang yang ada.
Dengan demikian bunga turun karena over supply, sehingga semuanya, termasuk kredit, bergerak sehingga optimisme masyarakat juga tumbuh. Arah ekonomi sudah mulai terlihat meski belum signifikan seperti yang diharapkan.
Hal itu diungkapkan Purbaya dalam acara Sarasehan 100 Ekonom yang bertajuk “Resiliensi Ekonomi Domestik sebagai Fondasi Menghadapi Gejolak Dunia”, Selasa (28/10/2025). Acara ini diselenggarakan oleh Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) bekerja sama dengan CNBC Indonesia.
Purbaya juga menunjukkan Indeks kepercayaan Konsumen Kepada Pemerintah (IKKP) pada Juli-September yang turun ke level yang parah karena ekonomi memburuk, sehingga perlu membalikkan keadaan ekonomi untuk menghindari aksi massa yang lebih besar.
Hasilnya, di Oktober nilainya kembali naik yang mengindikasikan keyakinan masyarakat terhadap kemampuan pemerintah dalam menjalankan tugas-tugasnya kembali.
Purbaya akan memastikan ekonomi bergerak bukan hanya di sektor pemerintah tapi juga sektor swasta.
Berkaitan dengan transfer ke daerah yang berkurang, Purbaya meminta daerah untuk mengoptimalkan belanja dan mengelola keuangan dengan lebih baik dengan mengurangi kebocoran anggaran.
Jika daerah bisa melakukan hal tersebut, katanya, maka anggaran bisa diajukan untuk bisa dinaikkan.
Menanggapi utang yang tinggi, Purbaya mengatakan bahwa disiplin fiskal akan terus dijaga karena defisit masih dibawah 3 persen dan rasio utang terhadap PDB masih di bawah 60 persen. ”Sehingga masyarakat tidak usah risau,” ujarnya.
Sementara itu, dalam sesi diskusi, muncul pertanyaan dari Ekonom Senior dan Pendiri INDEF, Prof. Didin S. Damanhuri, terkait implementasi Rp 200 triliun yang ditempatkan Purbaya di beberapa bank dan peta jalan untuk menurunkan utang dan skenario mencapai pertumbuhan 6 persen.
Juga ada pertanyaan dari Chief Economist Mandiri Sekuritas, Rangga Cipta yang menanyakan terkait kebijakan tambahan untuk relaksasi pajak.
Purbaya menjawab bahwa penyaluran dana 200 triliun rupiah menggunakan ekspertis perbankan. Dia juga menekankan bahwa dirinya tidak melakukan intervensi pada perbankan dalam penyaluran dana tersebut.
Hal yang menjadi perhatiannya saat ini adalah uang tersebut tersalurkan untuk menggerakkan perekomian.
Menanggapi pertumbuhan 6 persen, Purbaya merasa optimistis hal itu bisa tercapai dengan menggerakkan sektor swasta melalui kredit yang tumbuh tinggi dan pemerintah sebagai tambahan. Selain itu juga dilakukan dengan memperbaiki iklim bisnis.
Menanggapi pertanyaan tentang Coretax, Purbaya mengatakan bahwa dirinya sedang memperbaikinya dibantu dengan ahli. Mengenai pajak, Purbaya mengatakan akan memonitor dengan hati-hati, kenaikan pajak akan dilakukan jika ekonomi tumbuh diatas 6 persen.
Ekonom Senior Bright Institute, Awalil Rizki, menanyakan risiko kebijakan fiskal yang dijalankan Kementerian Keuangan saat ini yang belum diungkapkan dan pengelolaan risko atas kebijakan fiskal yang dijalankan.
Sementara itu Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jember, Ciplis Gema Qori’ah menanyakan cara mengkomunikasikan mekanisme burden sharing penyaluran dana 200 triliun rupiah dan kebijakan makroprudensial penurunan batas GWM dengan tetap menjaga inflasi dan nilai tukar. Pertanyaan berikutnya adalah bagaimana mengintegrasikan konsep ESG.
Risiko Harus Dihadapi
Purbaya menanggapi bahwa membangun trust dan menciptakan optimisme itu sangat penting. Sementara itu menjawab pertanyaan terntang risiko, menurutnya dia akan terus mengacu pada acuan-acuan yang ketat di fiskal.
Menurutnya risiko harus dihadapi untuk membuat ekonomi tumbuh sambil menggerakkan sektor pemerintah dan swasta.
Utang juga akan dijaga pada tingkat manageable, dengan berusaha meminimalkan risko.
”Jangan takut risiko karena dunia itu dihadapkan pada pilihan dan sumber daya yang terbatas,” ujarnya.
Menanggapi burden sharing, Purbaya menyebutkan dia semaksimalkan mungkin tidak akan menggunakan burden sharing. Purbaya akan membiarkan Bank Sentral melakukan pakem kebijakan moneter dan begitu juga Kemenkeu dengan kebijakan fiskal.
Purbaya mengatakan, Bank Sentral perlu dijaga independensi-nya karena tidak terikat dengan pemerintahan yang berjalan dengan siklus 5 tahunan, sementara bank sentral sifatnya jangka panjang.
Mengenai risisko inflasi jika mencetak uang, Purbaya menjelaskan bahwa untuk menjelaskannya tidak hanya menggunakan teori netralitas uang tapi ada juga teori bahwa inflasi (demand pull inflation) tidak akan terjadi jika laju pertumbuhan ekonomi berada di bawah laju pertumbuhan ekonomi potensialnya.
”Sehingga tidak perlu khawatir karena pertumbuhan ekonomi Indonesia belum mencapai potensialnya,” ujarnya. *
--- F. Hardiman
Komentar