Breaking News

KEUANGAN Perkuat Industri Asuransi, OJK akan Naikan Batas Modal Minimum 25 Jun 2023 19:04

Article image
OJK berencana meningkatkan modal minimum asuransi dan juga melakukan pengelompokan perusahaan asuransi dalam tiga cluster

JAKARTA, IndonesiaSatu.co – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai tranformasi di industri perasuransian belum dialkukan secara komprehensif pasca krisis di tahun 1997-98, khususnya dari sisi permodalan. Kondisi ini berbeda dengan industri perbankan dimana beberapa reformasi menyangkut governance, tata kelola, risk management, permodalan dan sebagainya, terus dilakukan secara masif.

“Di industri perasuransian itu belum dilakukan (secara komprehensif). Oleh karena itu apa yang terjadi sekarang itu adalah suatu yang kita harus lakukan transformasi menyangkut masalah regulasi permodalan yang belum membaik,” papar Kepala Eksekutif Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) OJK Ogi Prastomiyono dalam Virtual Seminar LPPI ke #92 “Penjaminan Asuransi dan Pemulihan Kepercayaan Masyarakat Terhadap Industri Asuransi di Indonesia”, Jumat (23/6/2023).

Dia mengungkapkan, sejak tahun 2017 sampai dengan tahun April 2023, pertumbuhan premi tetap berjalan, diikuti dengan klaim yang dibayarkan rata-rata masih di bawah premi yang dihimpun industri. Namun, ada suatu tendensi mulai terjadi di tahun 2022, dimana klaim nasabah asuransi meningkat secara pesat.

“Beberapa hal yang menyebabkan hal tersebut itu terjadi baik itu dari asuransi jiwa maupun dari asuransi umum. Untuk asuransi jiwa itu sebagian besar adalah terkait dengan klaim dari produk unitlink. Sementara untuk asuransi umum itu adalah dari klaim asuransi kredit, di mana yang terjamin yaitu terutamanya di sektor perbankan yang banyak melakukan klaim kepada perusahaan asuransi,” jelas Ogi.

Kendati demikian, kondisi yang mengembirakan terjadi di asuransi umum dengan indikasi premi yang terus meningkat sejalan pertumbuhan ekonomi. Sementara untuk pertumbuhan daripada asuransi jiwa itu terjadi moderasi, yakni menuju kepada equilibrium baru. “Karena OJK telah melakukan perbaikan terhadap produk unitlink. Dimana prosesnya itu dilakukan secara lebih transparan dan produk-produknya itu mesti diinformasikan kepada nasabah,” papar Ogi.

Ogi lebih lanjut menunjukkan kondisi permodalan perusahaan asuransi saat ini, dimana posisi modal adalah indikator yang sangat menjadi patokan utama apakah perusahaan asuransi itu masih baik. Dalam catatan OJK, modal asuransi secara secara agregat cukup baik dimanan baik asuransi jiwa maupun asuransi umum posisi RBC-nya masih di atas threshold 120 persen.

“Kita menyadari bahwa ada beberapa perusahaan yang masuk dalam kategori pengawasan khusus dimana RBC-nya sudah di bawah 120% bahkan ada yang negatif. Nah untuk itu OJK secara tegas memberikan suatu tindakan terhadap perusahaan-perusahaan yang tidak memenuhi ketentuan yang berlaku,” ungkap Ogi, yang juga mengungkapkan kondisi rasio kecukupan instalasi cukup baik di atas 100% secara agregat.

Menurut Ogi, Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam pengembangan sektor asuransi. Maka dari itu, OJK dengan adanya UU P2SK, tugas fungsi daripada OJK selain mengatur, mengawasi, melindungi, juga melakukan pengembangan dan penguatan sektor jasa keuangan. “Sehingga di tahun 2027 kita akan konsen terhadap pendalaman pasar. Bentuk penetrasi yang kita gunakan parameternya adalah penetration rate dan juga densitas. jita sudah mencanangkan Bagaimana OJK bisa berperan lebih baik untuk mengembangkan industri perasuransian di Indonesia mengingat potensinya sangat besar,” katanya.

Dijelaskan Ogi, penetrasi yang besar sejalan dengan ekonomi Indonesia yang terus tumbuh. Dalam kondisi ini masyarakat tentunya membutuhkan produk-produk asuransi untuk kebutuhan perlindungan terhadap jiwa maupun usahanya. “Ini kita lihat juga kalau literasi daripada untuk asuransi cukup meningkat, sementara untuk inklusinya relatif stagnan. Ini agak berbeda dengan lembaga jasa keuangan lainnya. Dan ini menjadi perhatian kita juga karena terkait dengan literasi dan inklusi itu kita seluruh jajaran OJK terus mengkomunikasikan kepada stakeholder, kepada masyarakat mengenai literasi asuransi,” katanya.

Tantangan

Ke depan, menurut Ogi, baik pelaku industri maupun OJK menghadapi tantangan yang tidak ringan. Dalam perspektif OJK, tentunya tantangannya adalah bagaimana OJK bisa melakukan melakukan pengawasan secara efektif dan efisien, baik itu pengawasan secara online maupun secara offside.

“Jadi kita mengembangkan dengan keterbatasan resources ya, maka pengembangan offside itu menjadi prioritas untuk kita bisa mengetahui bahwa LJK perasuransian itu bisa berjalan dengan baik. OJK juga terus memonitor investasi dari dana-dana asuransi yang memang sebagian besar diinvestasikan di capital market. Selama ini pengawas asuransi itu tidak bisa memonitor secara langsung transaksi portofolio,” ungkap Ogi.

Selain itu, OJK juga mengamati bahwa transaksi-transaksi dari pengelola asuransi itu dilakukan kepada perusahaan terafiliasi. Maka, OJK akan memperketat batasan mengenai pihak terkait dalam transaksi sehingga bisa didapatkan produk-produk yang lebih baik. “Karena saat ini di industri asuransi masih ada kelemahan daripada permodalan, GCG dan juga manajemen risiko,” katanya.

Ogi juga mengungkapkan bahwa dukungan dari teknikal experties di sektor asuransi belum optimal. Dalam hal ini adalah ketersediaan tenaga aktuaris perusahaan. Dari pemantauan OJK, terdapat 50 perusahaan asuransi tidak memiliki aktuaris perusahaan, sementara UU 40 tahun 2014 mewajibkan setiap perusahaan asuransi memilki aktuaris perusahaan.

“Jadi kami melakukan instruksi tertulis kepada perusahaan-perusahaan itu untuk segera mengisi acture itu dalam waktu dekat dan juga kita akan memberikan sanksi kalau sampai dengan batas waktu (yang ditetapkan). Kebetulan batas waktunya ini nanti akhir bulan ini. Kalau perusahaan asuransi tidak dapat memenuhi aturan tersebut, OJK akan memberikan sanksi yang kedua dan seterusnya,” katanya.

OJK, lanjut Ogi, juga akan menerapkan PSAK 74 mengenai kontrak asuransi yang akan berlaku 2025. Demikian juga dengan rencana ke depan OJK yang akan melakukan penyempurnaan pengaturan dari sisi permodalan. “Salah satunya yang kita lakukan adalah kita akan meningkatkan modal minimum dari perusahaan asuransi. Jadi perusahaan asuransi itu masih modalnya itu masih cukup rendah hanya 100 miliar bisa membuat asuransi konvensional dan 50 miliar untuk asuransi syariah. Jadi kita targetkan itu satu triliun. Sekarang ini kita sedang berdiskusi dengan asosiasi dari pelaku usaha,” jelasnya.

OJK juga akan melakukan pengelompokan dalam industri asuransi, seperti yang dilakukan di perbankan yakni dalam bentuk cluster. ”Mungkin tidak sebanyak bank di mana ada 4, asuransi mungkin cukup dua atau tiga maksimum,” demikian Ogi.***

--- Sandy Javia

Komentar