Breaking News

HUKUM Rancangan KUHP: Pasal Kesusilaan Potensial Munculkan Overkriminalisasi 14 Dec 2016 17:42

Article image
Tindak pidana zina tidak membutuhkan aduan. (Foto:Ilustrasi)
Supriyadi mengatakan, hasil pembahasan Rancangan KUHP di DPR saat ini menunjukkan adanya potensi overkriminalisasi dan intervensi Negara yang terlalu jauh dalam kehidupan privat warga negara.

JAKARTA, IndonesiaSatu.co -- Panitia Kerja (Panja) Rancangan KUHP Komisi III kembali membahas Buku II Rancangan KUHP, Rabu (14/12/2016). Pembahasan dikhususkan pada Bab XIV yaitu tentang tindak pidana kesusilaan.

Aliansi Nasional Reformasi KUHP yang ikut mengamati rapat tersebut menilai adanya kecenderungan intervensi Negara dalam ranah privat dalam pembahasan R KUHP tersebut semakin menguat. Hal itu terlihat dari hasil pembahasan beberapa pasal penting terkait kesusilaan. 

Juru Bicara Aliansi Nasional Reformasi KUHP, yang juga Direktur Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Supriyadi Widodo Eddyono mengatakan, dalam BAB XIV R KUHP beberapa ketentuan yang dirumuskan oleh pemerintah menunjukkan potensi overkriminalisasi di ranah tindak pidana kesusilaan. Beberapa ketentuan tersebut misalnya terkait tindak victimless crime seperti perluasan zinah, hidup bersama, pertunjukan kontrasepsi, yang diancam sebagai perbuatan pidana.

Supriyadi mengatakan, tindak pidana zina dalam Pasal 484 dirumuskan lebih luas dari konsep KUHP yang berlaku saat ini dan tidak hanya menjangkau salah satu terikat perkawinan, namun bagi pelaku yang tidak terikat perkawinan akan dipidana. Tindak pidana zina ini juga tidak membutuhkan aduan.

“Tindak pidana hidup bersama di luar perkawinan yang sah dalam pasal 488 menyasar perilaku pasangan yang tinggal serumah tanpa terikat perkawinan yang sah. Ini merupakan tindak pidana yang eksesif, dan cenderung overkriminalsisasi,” ujarnya di Jakarta, Rabu (14/12/2016).

Sedangkan tindak pidana pornografi pasal 470-490, dinilai lebih lentur dari UU pornografi. Tidak ada batasan pornografi seperti dalam UU Pornografi.  Supriyadi mengatakan, formulasi, rumusan dan tidak jelasnya rumusan tindak pidana itu sangat rentan menimbulkan multitafsir dan batasan penggunaan delik yang tidak jelas. “Overcriminalisasi, khususnya penyimpanan  pornografi secara privat,” ujarnya.

Selain itu, tindak pidana alat kontrasepsi pasal 481 dan 483, juga dinilai cenderung overkriminalsisasi karena dapat mempidana orang yang mempertunjukkan alat kontrasepsi. Ketentuan ini juga dapat mengancam program KB dan Kesehatan reproduksi khususnya program perlindungan penyakit menular seksual karena akan membatasi akses masyarakat atas informasi alat kontrasepsi

Supriyadi mengatakan, hasil pembahasan di DPR saat ini menunjukkan adanya potensi overkriminalisasi dan intervensi Negara yang terlalu jauh dalam kehidupan privat warga negara.

Sampai dengan siang ini beberapa pasal terkait kesusilaan ada yang disetujui dan telah selesai dibahas walaupun beberapa rumusan masih dipending khususnya tindak pidana zina dan hidup bersama.

Karena itu, aliansi tetap mendorong DPR agar mempertimbangkan secara hati-hati rumusan yang disulkan oleh pemerintah karena berpotensi mengancam hak privacy dan sekaligus membuka pintu intervensi Negara yang terlalu luas.

“Aliansi Nasional Reformasi KUHP juga merasa perlu untuk mengingatkan masyarakat agar tidak melepaskan perhatian pada pembahasan pasal-pasal krusial ini di DPR,” ujarnya.

---

Komentar