Breaking News

NASIONAL Refleksi Pancasila dari Ende, Tempat Nilai Bangsa Direnungkan 02 Jun 2025 11:13

Article image
“Pancasila bukan hanya teks dalam pembukaan UUD 1945. Ia adalah jiwa bangsa, rumah besar bagi keberagaman, dan bintang penuntun dalam mewujudkan Indonesia yang adil dan makmur,” tegas Gubernur Melki.

ENDE, IndonesiaSatu.co - Pagi yang hangat dan langit biru di atas Lapangan Pancasila, Kabupaten Ende, menjadi saksi bisu ketika ribuan orang berkumpul untuk memperingati Hari Lahir Pancasila, Minggu, 1 Juni 2025. Di tanah inilah, di bawah naungan pohon sukun yang kini menjadi simbol perenungan sejarah, semangat persatuan Indonesia kembali dinyalakan.

Dengan tema “Memperkokoh Ideologi Pancasila Menuju Indonesia Raya”, upacara berlangsung khidmat, penuh semangat kebangsaan, dan dibalut semangat kultural dari beragam pakaian adat yang dikenakan para peserta. Dari pelajar hingga pejabat tinggi negara, semua hadir dengan satu semangat: menjaga dan menumbuhkan api Pancasila dalam kehidupan berbangsa.

Gubernur Nusa Tenggara Timur, Emanuel Melkiades Laka Lena, memimpin langsung upacara sebagai inspektur, sekaligus membacakan pidato Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) RI, Prof. K.H. Yudian Wahyudi. Dalam amanatnya, Gubernur Melki mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk tidak sekadar menghafal sila-sila Pancasila, tetapi menghidupkannya dalam tindakan nyata sehari-hari.

“Pancasila bukan hanya teks dalam pembukaan UUD 1945. Ia adalah jiwa bangsa, rumah besar bagi keberagaman, dan bintang penuntun dalam mewujudkan Indonesia yang adil dan makmur,” tegas Gubernur Melki.

Pancasila, Jiwa dari Ende untuk Nusantara

Ende bukanlah kota biasa. Di kota kecil di pesisir Flores ini, Bung Karno, proklamator bangsa, menjalani pengasingan dan merenungkan tentang bagaimana bangsa ini bisa berdiri kokoh di atas perbedaan. Di bawah pohon sukun itulah benih-benih Pancasila tumbuh — menjadi landasan nilai yang hingga hari ini masih menjadi perekat bangsa.

Tak heran, suasana upacara begitu kuat memancarkan aura sejarah. Seakan-akan setiap langkah dan doa yang dipanjatkan di lapangan itu adalah bentuk penghormatan atas pergulatan batin Bung Karno yang akhirnya menghadirkan dasar negara yang agung: Pancasila.

Dari Pendidikan hingga Digital: Menanamkan Nilai dalam Setiap Aspek

Gubernur Melki menekankan bahwa memperkokoh Pancasila bukan hanya tugas pemerintah, tetapi tugas seluruh rakyat. Melalui Asta Cita—delapan agenda prioritas menuju Indonesia Emas 2045—pemerintah menempatkan ideologi Pancasila sebagai pondasi utama pembangunan bangsa.

Empat sektor krusial yang disorot: Pendidikan sebagai wahana pembentukan karakter berlandaskan nilai luhur; Birokrasi yang melayani dengan semangat keadilan dan transparansi; Ekonomi yang inklusif dan menyejahterakan semua lapisan masyarakat; dan Ruang digital yang harus dibersihkan dari ujaran kebencian dan disinformasi.

“Kemajuan teknologi tanpa bimbingan moral Pancasila bisa menjerumuskan bangsa ke dalam dehumanisasi,” ujar Gubernur Melki.

BPIP sendiri, lanjutnya, terus menggencarkan berbagai program strategis—dari pelatihan ASN, penguatan kurikulum, hingga kerja sama lintas sektor—agar Pancasila hadir bukan hanya di ruang wacana, tetapi benar-benar hidup dalam praktik sosial.

Upacara Berpadu Tradisi dan Tindakan

Upacara yang dimulai pukul 10.00 WITA ini diwarnai rangkaian prosesi klasik: pengibaran Sang Merah Putih, pembacaan teks Pancasila dan UUD 1945, hingga persembahan lagu-lagu nasional. Suasana makin meriah saat upacara ditutup dengan tarian Gawi bersama di tengah lapangan, menandai perayaan bukan hanya sebagai ritual formal, tetapi sebagai momen kebersamaan dan cinta tanah air.

Seusai upacara, rombongan pejabat dan tokoh masyarakat melakukan prosesi penghormatan di bawah pohon sukun, tempat di mana Bung Karno dahulu merenungkan dasar-dasar negara. Patung Garuda Bhinneka Tunggal Ika, Bendera Merah Putih, dan lambang daerah Kabupaten Ende menjadi saksi bahwa dari tempat kecil inilah nilai-nilai besar lahir.

Dirgahayu Pancasila, Dari Ende Menuju Indonesia Raya

Mengakhiri pidatonya, Gubernur Melki menyerukan tekad bersama, “Jika kita ingin mewujudkan Indonesia Raya, maka tidak ada jalan lain selain memastikan bahwa Pancasila tetap menjadi jiwa dalam setiap denyut nadi pembangunan. Jadikan Pancasila sebagai sumber inspirasi dalam berkarya, berbangsa dan bernegara.”

Di Ende, Pancasila bukan sekadar dikenang, tetapi direnungkan dan dihidupkan. Dari kota kecil di ujung timur nusantara ini, gema nilai-nilai luhur bangsa terus mengalun — menyatukan perbedaan, membentuk masa depan.

Dirgahayu Pancasila! Jayalah Indonesiaku! ***

--- Sandy Javia

Komentar