Breaking News

POLITIK SMRC: Isu Pemberhentian Prabowo Karena Kasus Penculikan Berpengaruh pada Elektabilitas Capres 31 Aug 2023 17:02

Article image
Capres Probowo Subianto. (Foto: Ist)
Dari yang yakin keputusan pemberhentian Prabowo dari dinas militer sebagai keputusan yang benar, 46 persen memilih Ganjar, memilih Prabowo 25 persen, dan memilih Anies juga 25 persen.

JAKARTA, IndonesiaSatu.co - Sebanyak 46 persen publik yang tahu kasus pemberhentian Prabowo Subianto dari dinas tentara tahun 1998 merasa yakin bahwa keputusan tersebut sudah benar, sementara yang tidak yakin 39 persen.

Demikian hasil survei yang dilakukan Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) pada Juli-Agustus 2023. Hasil survei ini disampaikan Professor Saiful Mujani dalam program ‘Bedah Politik bersama Saiful Mujani’ episode “Pemberhentian Prabowo, Korupsi Formula E, dan Korupsi E-KTP di Mata Publik” yang disiarkan melalui kanal YouTube SMRC TV pada Kamis, 31 Agustus 2023.

Video utuh presentasi Prof. Saiful bisa disimak di sini: https://youtu.be/-TRTCx7YAOA

Saiful menjelaskan bahwa dalam pemilihan umum (pemilu) atau pemilihan presiden (pilpres), akan banyak isu dan persoalan yang dimunculkan dalam kampanye untuk memenangkan pemilihan.

Dia mengatakan bahwa hal tersebut normal saja. “Masing-masing calon harus kritis terhadap lawan-lawannya sehingga membantu pemilih untuk mempertimbangkan calon mana yang lebih punya integritas dan rekam jejak,” ujarnya dalam pernyataan pers di Jakarta, Kamis (31/8).

Integritas dan rekam jejak merupakan faktor yang sangat penting menurut pemilih. Dalam beberapa kali survei, SMRC memiliki pertanyaan tentang kualitas personal apa yang paling penting yang harus dimiliki oleh seorang calon presiden. Umumnya publik memilih bersih dari korupsi dan bisa dipercaya. Hal ini berkaitan dengan integritas seseorang yang akan menjadi pejabat publik.

Menurut Saiful, tiga bakal calon presiden (bacapres), Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, dan Anies Baswedan, masing-masing memiliki isu, walaupun belum tentu benar, tapi berkembang dan ada di dalam masyarakat, juga muncul di media sosial.

“Adalah wajar dan sehat untuk membahas hal-hal tersebut, sejauh hal itu bisa dipertanggungjawabkan dan bukan fitnah,” kata pendiri SMRC tersebut.

Dalam survei, lanjutnya, yang ditangkap hanya opini warga. Terlepas apakah opini warga itu benar atau tidak, yang ditangkap dalam survei hanya pengetahuan warga tentang isu yang berkaitan dengan para calon presiden. Seberapa banyak orang mengetahui isu-isu tersebut dan seberapa yakin mereka bahwa isu tersebut memang benar adanya. Lalu dianalisis efeknya terhadap para calon presiden.

Isu yang lebih dulu muncul dan memang sudah lama adalah isu tentang Prabowo Subianto. Isu ini biasanya muncul dan ramai dibicarakan setiap menjelang Pemilu karena memang Prabowo menjadi calon presiden dalam beberapa Pemilu terakhir.

Yang terkait dengan Prabowo adalah isu tentang diberhentikannya Prabowo sebagai prajurit di hampir masa puncak kemiliteran pada 1998. Waktu itu Prabowo berpangkat Letnan Jenderal ketika diberhentikan dari dinas militer oleh Presiden BJ Habibie atas dasar rekomendasi Dewan Kehormatan Perwira (DKP) 1998.

Setelah DKP melakukan studi dan penelitian, mereka memberikan rekomendasi pada presiden untuk memberhentikan Prabowo.

Apakah publik mengetahui bahwa Prabowo diberhentikan? Kalau tahu, apakah publik yakin bahwa pemberhentian itu merupakan keputusan yang benar? Mereka yang yakin bahwa keputusan itu benar atau salah, apakah memiliki hubungan dengan pilihan terhadap Prabowo?

 

Pemberhentian Prabowo sebagai Tentara

Dalam survei tersebut, untuk kasus Prabowo diberhentikan dari dinas tentara, hanya ada 24 persen publik yang mengetahui kasus ini. Sebanyak 76 persen atau kebanyakan orang tidak tahu bahwa Prabowo diberhentikan dari dinas tentara.

Saiful menyatakan bahwa pada tingkat basic saja (pengetahuan publik), isu ini bukan isu yang besar.

Lalu apakah yakin bahwa keputusan presiden BJ Habibie memberhentikan Habibie atas dasar rekomendasi Dewan Kehormatan Perwira (DKP) itu sebagai keputusan yang benar?

Menurut Saiful, ada 46 persen publik yang yakin dan 39 persen tidak yakin Prabowo diberhentikan dengan benar. Masih ada 15 persen belum menjawab.

Saiful menegaskan bahwa dari 24 persen yang tahu kasus pemberhentian Prabowo dari dinas tentara, keyakinan publik bahwa pemberhentian itu benar atau tidak hampir terbelah, namun lebih banyak yang yakin bahwa keputusan itu benar.

Dari yang tahu bahwa Prabowo diberhentikan dari dinas militer karena dinilai bertanggungjawab atas penculikan sejumlah aktivis 1997-1998, 38 persen memilih Ganjar, 32 persen Prabowo, dan 24 persen Anies. Masih ada 6 persen yang tidak menjawab. Sementara yang tidak tahu, 35 persen memilih Ganjar, 34 persen Prabowo, 19 persen Anies, dan 11 persen tidak jawab.

Dari yang yakin keputusan pemberhentian Prabowo dari dinas militer sebagai keputusan yang benar, 46 persen memilih Ganjar, memilih Prabowo 25 persen, dan memilih Anies juga 25 persen. Ada 4 persen yang belum tahu. Sebaliknya, yang tidak yakin keputusan itu benar lebih banyak yang memilih Prabowo (42 persen), dibanding yang memilih Ganjar 30 persen, dan Anies 23 persen. Masih ada 5 persen yang tidak jawab atau tidak tahu.

Saiful menjelaskan bahwa isu pemberhentian Prabowo sebagai tentara karena kasus penculikan aktivis memiliki pengaruh pada elektabilitas calon presiden.

“Kalau jumlah orang yang tahu kasus Prabowo diberhentikan dari dinasnya naik, maka jumlah orang yakin bahwa keputusan pemberhentian itu benar juga akan naik. Kalau jumlah yang yakin naik, efeknya juga akan makin besar bagi pemilih. Efeknya akan positif pada Ganjar dan negatif pada Prabowo,” jelas Guru Besar Ilmu Politik Universitas Islam Negeri tersebut.

Karena itu, menurut Saiful, jika isu ini besar, akan jadi masalah untuk Prabowo. Karena itu harus dijelaskan sebaik-baiknya apa yang terjadi pada 1997-1998 tersebut.

 

Metodologi Survei

Populasi survei ini adalah seluruh warga negara Indonesia yang punya hak pilih dalam pemilihan umum, yakni mereka yang sudah berusia 17 tahun atau lebih, atau sudah menikah ketika survei dilakukan. Sampel basis sebanyak 3710 responden dipilih secara random (stratified multistage random sampling) dari populasi tersebut dengan jumlah yang proporsional di setiap provinsi. 

Oversample dilakukan di provinsi-provinsi kecil sehingga total sampel menjadi 5000 responden. Response rate (responden yang dapat diwawancarai secara valid) sebesar 4260 atau 85%. Sebanyak 4260 responden ini yang dianalisis. Margin of error survei dengan jumlah sampel tersebut secara nasional diperkirakan +/- 1.65% pada tingkat kepercayaan 95%, asumsi simple random sampling.

Responden terpilih diwawancarai lewat tatap muka oleh pewawancara yang telah dilatih. Waktu wawancara lapangan 31 Juli – 11 Agustus 2023. Pembobotan data dilakukan sehingga sampel yang dianalisis proporsional terhadap populasi menurut provinsi dan variabel-variabel demografi lainnya. ***

--- F. Hardiman

Komentar