Breaking News

PARIWISATA Angelius Wake Kako: Pariwisata NTT Harus Berdiri di Atas Sumber Daya Agraria Masyarakat 28 May 2021 00:46

Article image
Anggota DPD RI Dapil NTT, Angelo Wake Kako (AWK). (Foto: Ist)
"Kalau tidak memikirkan kepentingan masyarakat Flores, sebaiknya lembaga ini dibubarkan saja. Jangan hanya mau mengambil wilayah administrasi Flores, tetapi kepentingan masyarakatnya tidak diakomodir," sorot Angelo.

ENDE, IndonesiaSatu.co -- Pariwisata NTT harus berdiri di atas sumber daya agraria masyarakat, khususnya Labuan Bajo, dan para pemimpin daerah di Flores dan Lembata harus bersinergi agar pariwisata di Labuan Bajo memiliki efek ekonomi ke daerah-daerah lain di Flores.

Hal tersebut diutarakan oleh Angelius Wake Kako (AWK), senator asal Nusa Tenggara Timur (NTT), dalam webinar bertajuk "Memastikan Pariwisata Berkelanjutan dan Berkeadilan untuk NTT" yang diselenggarakan oleh komunitas "Zoom in On Flores" pada Kamis (27/5/2021).

Menurut senator muda yang akrab disapa Angelo ini, selama ini pemerintah daerah di NTT masih mengurus pariwisata dengan ego sektoral.

Dalam diskusi yang digagas oleh periset lembaga penelitian Sunspirit for Justice and Peace Indonesia itu, Angelo menekankan bahwa kehadiran investor harus dimanfaatkan agar masyarakat lokal memiliki bargaining atau posisi tawar yang kuat. 

Ia menyebutkan, salah satu bargaining yang bisa dibangun yakni bagaimana memastikan bahwa sumber daya agraria masyarakat Flores memiliki sumbangsih untuk pariwisata.

"Hasil pertanian, perkebunan, dan peternakan yang lahir dari kolektivitas ekonomi masyarakat Flores harus bisa masuk ke sektor pariwisata. Jangan sampai untuk urusan pangan, kita masih impor dari daerah luar Flores atau NTT," sentil Magister Ilmu Ketahanan Nasional UI ini. 

Menurut AWK, sinergi antardaerah sangat menentukan; daerah mana menyediakan apa (produksi), disediakan dalam jumlah berapa, dan ditujukan untuk daerah mana (pasar).

"Ini harus dikuatkan agar sumber daya pasar di daerah Flores dapat dimanfaatkan oleh masyarakat Flores sendiri," ujar Anggota Komite II DPD RI ini.

Angelo optimis bahwa meskipun penetrasi pasar sangat kuat dalam pariwisata, namun masyarakat harus bersatu (persatuan terpimpin, red.) agar mampu membangun bargaining.

"Bukan dipimpin oleh bupati Manggarai Barat saja, tetapi oleh seluruh bupati dalam kawasan pariwisata yang hendak dibangun. Pemimpin daerah harus bisa membangun komunikasi dengan investor," imbuhnya.

 

Konsolidasi Gerakan Akar Rumput

Angelo menegaskan, hal yang mendesak sekarang yakni gerakan di akar rumput, anak-anak muda di NTT perlu dikonsolidasikan untuk membangun potensi pertanian yang siap dengan tuntutan pasar.

"Tugas pemerintah daerah juga perlu hadir dalam memfasilitasi input produksi pertanian yang bagus agar kualitas pertanian kita berdaya saing tinggi. Tidak ada kemakmuran tanpa produktivitas dan kualitas," tegasnya.

Merespon diskusi peserta seminar virtual mengenai Badan Otorita Pariwisata-Labuan Bajo Flores (BOP-LBF), Angelo mengatakan bahwa Badan Otorita Pariwisata di Flores tersebut harus bisa memediasi kepentingan antardaerah.

Menurutnya, pemimpin daerah di Flores-Lembata perlu duduk bersama untuk merumuskan cetak biru pembangunan pariwisata berbasis pertanian.

"Kalau tidak memikirkan kepentingan masyarakat Flores, sebaiknya lembaga ini dibubarkan saja. Jangan hanya mau mengambil wilayah administrasi Flores, tetapi kepentingan masyarakatnya tidak diakomodir," sorotnya.

Pada sesi akhir diskusi, Angelo justru mempersoalkan bahwa lembaga BPO-LBF harus fokus pada Flores, mengingat dasar hukumnya, yaitu Perpres 32 Tahun 2018 Tentang Badan Otorita Pengelola Kawasan Pariwisata Labuan Bajo Flores, yakni untuk wilayah Flores, dan bukan sampai ke Bima. 

"Saya tidak tahu, bagaimana lembaga ini bisa memperluas kawasan sampai ke sana (Bima)?" sentil politisi asal Ende ini.

--- Guche Montero

Komentar