Breaking News

POLITIK Ansy Lema Beberkan Strategi Akademik Menangkan Pileg 29 Jul 2019 16:57

Article image
Anggota DPR RI Terpilih Fransiskus Lema bersama rakyat ketika berkampanye pada momentum Pileg 2019. (Foto: Oswin)
Siapapun yang hendak masuk dalam dunia politik dianjurkan menggunakan pendekatan akademik, apalagi menjadi kandidat (calon) dalam sebuah kontestasi politik.

JAKARTA, IndonesiaSatu.co -- Pemilihan umum (pemilu) semisal pemilihan presiden (pilpres), pemilihan legislatif (pileg) dan pemilihan kepala daerah (pilkada) sudah berlangsung seratus tahun di luar negeri, juga telah dilakukan beberapa kali di Indonesia pasca Reformasi. Karena dilakukan berulang dan di berbagai tempat, pemilu dipelajari hingga menjadi ilmu dan sains, yang berguna bagi politisi atau siapapun yang terjun dalam kontestasi politik.

“Siapapun yang hendak masuk dalam dunia politik dianjurkan menggunakan pendekatan akademik, apalagi menjadi kandidat (calon) dalam sebuah kontestasi politik. Pendekatan akademik dapat menjadi strategi efektif menjalankan politik,” ujar DPR RI Terpilih Yohanis Fransiskus Lema, S.IP, M.Si atau Ansy Lema ketika menjadi pemateri dalam kegiatan Rekoleksi Politik VOX POINT Indonesia di Jakarta, Sabtu (27/7/2019). Kegiatan ini diikuti peserta dari berbagai daerah di seluruh Indonesia seperti Jakarta, Lampung, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Solo, Bandung, Papua, Bajawa, Manado.

Branding personality

Pada kesempatan itu, Ansy menceritakan pengalamannya menggunakan pendekatan akademik ketika menjadi calon anggota legislatif (Caleg) DPR RI dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan), Dapil NTT II. Langkah pertama yang dilakukannya sebelum turun menjumpai calon pemilih di NTT adalah melakukan riset atau survei politik.

“Sebelum melakukan kampanye, saya melakukan riset atau survei politik untuk mengukur popularitas, akseptabilitas, dan elektabilitas. Melalui survei saya juga dapat memahami kebutuhan atau persoalan masyarakat, serta dapat mengetahui kekuatan para kompetitor di daerah yang sama,” papar Ansy dalam keterangan pers yang diterima Redaksi IndonesiaSatu.co.

Menurut Ansy, survey ilmiah sangat berguna untuk memotret problem, aspirasi, ataupun isu yang ada di lapangan. Misalnya problem ketersediaan air bersih, infrastruktur, kemiskinan, kesehatan, pendidikan dan lain-lain. Dari survei tersebut ia akan memutuskan program, isu, ataupun segmentasi pemilih yang akan digarap pada saat kampanye, terutama merumuskan branding personality.

“Hasil survei menjadi titik berangkat saya membuat branding personality yang intinya menunjukkan keunikan/kekhasan yang dimiliki sebagai seorang kandidat. Artinya, kandidat harus menunjukkan keunikan dirinya dengan kandidat lainnya, agar dapat menarik emosi pemilih,” ungkap Ansy.

Ansy menyebut mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dan Gubernur Sulawesi Selatan sebagai pemimpin inspiratif dan model branding personality. Ansy diketahui menjadi juru bicara Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok pada Pilkada DKI Jakarta 2017. Ia pun mendampingi Gubernur Nurdin Abdullah sebagai Konsultan Politik pada Pilkada Sulawesi Selatan 2018 dan dipercaya menjadi Staf Khusus Gubernur Sulawesi Selatan.

“Ahok unik dengan “figur BTP”: (B) pemimpin Bersih, T (transparan) dan P (profesional). Pemimpin bersih memimpin dengan berani, tidak terbelenggu konflik kepentingan. Pemimpin transparan membuka diri kepada masyarakat, misalnya terbuka terhadap penganggaran, juga kebijakan agar memunculkan kepercayaan (trust) publik. Transparansi mencegah korupsi dan kolusi politik. Dan pemimpin profesional adalah pemimpin yang melayani, bukan dilayani. Pemimpin adalah pelayan publik,” jelas Ansy.

Pada pilkada Sulsel 2018, Nurdin Abdullah memperkenalkan tagline “Prof Andalan.” Ia mengangkat keunikan dirinya sebagai politisi yang berlatar akademisi (profesor), namun memiliki kemampuan teknorat-praktis yang mumpuni. Terbukti ketika memimpin Kabupaten Bantaeng selama dua periode, Nurdin sukses mengeluarkan Bantaeng keluar dari daerah kategori tertinggal, serta mewariskan sejumlah kebijakan-kebijakan transparan dan pro-rakyat.

Cerdas, muda, merakyat

Ansy mengaku bahwa Ahok dan Nurdin adalah “guru politik” yang juga menginspirasinya untuk melakukan pendekatan akademik melalui branding. Setelah melakukan riset, ia memilih tagline: “Cerdas, Muda, dan Merakyat”.  

“Politik butuh gagasan cerdas yang berlandaskan pada pengetahuan akademik, yang memunculkan kesadaran kritis dan kreatif. Sebelum menjadi politisi, saya pernah menjadi aktivis kampus, mengajar sebagai dosen, presenter TV, juru bicara, hingga konsultan politik yang mengantar saya pada kesimpulan bahwa dalam politik mesti ada dialektika sehingga dapat mendatangkan transformasi (perubahan),” papar Ansy.

Dengan mengangkat tagline “Muda”, Ansy meyakini bahwa kaum muda memiliki idealisme dan semangat berjuang (fighting spirit) yang dapat memimpin bangsa Indonesia menuju kemajuan dan kesejahteraan berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Ansy yakin kaum muda yang kerap disebut milenial memiliki kemampuan untuk berkarya di tengah perkembangan dunia.

“Kalau dirunut dari sejarah pendirian Republik Indonesia, terdapat figur muda semisal Bung Karno, Bung Hatta, Sjahrir, Tan Malaka dan kawan-kawan adalah para pemimpin dengan kualitas intelektual dan karakter hebat. Pendiri Republik ini adalah anak muda cerdas. Kita juga menyaksikan generasi aktivis 98 yang berhasil mengeluarkan Indonesia dari rezim otoritarian Orde Baru. Sebagai aktivis reformasi, saya ingin mengajak kaum muda calon pemilih untuk menimba inspirasi semangat yang sama,” kata Ansy.

“Merakyat”, bagi Ansy adalah ikhtiar untuk berjuang demi tercapainya keadilan dan kepentinan rakyat. Merakyat di sini bukan dalam pengertian balutan artifisial, tetapi memastikan bahwa kebijakan ataupun program yang ditawarkan itu menjawabi kebutuhan masyarakat.

“Tetapi merakyat tidak cukup. Siapapun bisa menampilkan foto yang dikesankan merakyat. Kita harus pro rakyat yang ditunjukkan melalui munculnya politik gagasan berupa kebijakan atau program yang sesuai kepentingan masyarakat,” tegas Ansy.  

Marketing politik

Setelah melakukan branding, Ansy melakukan kampanye sebagai bagian dari marketing politik. Keunikan personal yang telah dikemas bagaimanapun juga harus disampaikan melalui cara yang tepat dan efektif. Ansy memanfaatkan strategi door to door campaign, yaitu kampanye dari pintu ke pintu untuk mengetuk hati dan minat calon pemilih. Model kampanye ini disebut sebagai “direct promotion” di mana ia dapat secara langsung menjumpai masyarakat dan menjalin ikatan yang akrab dengan mereka.

“Saya dapat menekan biaya ekonomis selama kampanye, mengetahui kondisi masyarakat secara langsung, dan memperoleh gambaran tentang segmentasi pemilih di setiap daerah yang saya kunjungi. Saya juga memperoleh trust dari masyarakat,” kisah Ansy.

Ansy juga menggunakan teknologi media sosial, publikasi media massa, dan media daring untuk menyebarluaskan materi kampanye. Ia membuka fanpage facebook dan instagram agar dapat berkomunikasi dan berinteraksi dengan masyarakat yang belum dijangkau. Konten-konten kreatif seperti video perkenalan durasi singkat, juga meme terkait program, visi-misi atau personal branding. Masyarakat juga dapat mengetahui rancangan visi-misi, program, dan aktivitas kampanye melalui publikasi di media massa dan media daring.

Terkait segmentasi pemilih, Ansy mengaku menyasar para pemilih rasional dan pemilih ideologis yang berada di perkotaan. Terhadap pemilih rasional (rational-voter), Ansy bicara tentang personal branding, program, kebijakan, ataupun dialektika mengenai isu-isu penting. Pada tataran pemilih ideologis (ideology-voter), mantan presenter TVRI ini menegaskan platform partai PDI Perjuangan sebagai partai nasional yang Pro-Pancasila dan kebhinekaan. Dengan menyasar segmen rasional dan ideologis, Ansy mengambil jarak dengan segmen pemilih tradisional yang memilih berdasarkan agama, suku, ras, dan budaya. Ia juga terhindar dari segmen pemilih pragmatis yang menggunakan kekuatan uang dan tekanan dari pihak penguasa. Namun, Ansy menegaskan akan memberikan perhatian dan kepedulian kepada masyarakat di pedesaan karena persoalan masyarakat umumnya ada di wilayah pedesaan. 

“Segmentasi pemilih rasional dan pemilih ideologis cenderung menetap dan tinggal di daerah perkotaan, yakni 12 kota Kabupaten yang masuk Dapil saya. Meskipun banyak yang saya temukan juga tinggal di desa. Mereka adalah kelompok terdidik, cukup mengetahui tentang politik, kelompok menengah, dan mahasiswa. Dua segmen pemilih ini memiliki ciri kritis dan dialektis karena teredukasi. Karena itu saya harus sedapat mungkin membekali diri dengan pengetahuan dan menyediakan waktu yang cukup,” ungkap Ansy.

Berdasarkan penetapan KPU tanggal 21 Mei 2019, Ansy diumumkan sebagai salah satu DPR RI terpilih dari provinsi Nusa Tenggara Timur. Dari 44.000-an yang memilihnya, 22.000-an tinggal di Kota Kupang NTT.  Bahkan ia memenangkan perolehan suara DPR RI di seluruh kecamatan di Kota Kupang.

---Guche Montero

Komentar