Breaking News

REGIONAL Buntut Kekerasan Aparat di Poco Leok, Dewan Pers Sebut Polisi Langgar UU Pers 09 Oct 2024 21:08

Article image
Satgas Anti Kekerasan Dewan Pers, Eric Tanjung (kedua dari kiri) bersama Pemred Floresa.co, Herry Kabut (ujung kanan) saat menggelar konferensi pers di Labuan Bajo. (Foto: Ist)
Dewan Pers, kata Eric, akan menyurati Kapolri dan Panglima TNI untuk memberikan atensi kepada semua anggotanya yang terlibat dalam penganiayaan terhadap jurnalis.

LABUAN BAJO, IndonesiaSatu.co-- Dewan Pers menyebut penangkapan dan penganiayaan Pemimpin Redaksi Floresa.co, Herry Kabut, oleh aparat kepolisian saat meliput unjuk rasa penolakan Proyek Geothermal di Poco Leok merupakan pelanggaran pidana serius.

Satgas Anti Kekerasan Dewan Pers, Eric Tanjung, mengatakan sesuai hasil assessment dan klarifikasi terhadap kasus tersebut, setidaknya ada tiga poin kekerasan yang dilakukan polisi terhadap Herry Kabut; yakni kekerasan fisik, perampasan alat kerja, dan intimidasi.

Eric menyebut, kasus yang dialami Herry Kabut sudah memenuhi unsur pidana seperti diatur dalam Pasal 18 ayat 1 Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, dengan ancaman pidana penjara dua tahun dan denda Rp 500 juta.

"Tindakan polisi terhadap Pemimpin Redaksi Floresa.co dalam bentrok demo warga Poco Leok, telah mengancam kemerdekaan pers. Oleh karena itu, Satgas meminta kasus ini diusut tuntas," tegas Eric dalam konferensi pers di Labuan Bajo, Manggarai Barat, NTT, Senin (7/10/2024).

Eric mengatakan, termasuk yang memberikan perintah dalam hal ini adalah Kapolres Manggarai juga harus diperiksa, dievaluasi, serta semua anggota yang terlibat di Poco Leok harus diperiksa dan dievaluasi.

Diketahui, Herry Kabut dilaporkan ditangkap dan dianiaya polisi saat sedang meliput aksi warga Poco Leok, Kecamatan Satar Mese, Kabupaten Manggarai, pada Rabu (2/10/2024), dalam upaya menentang proyek geothermal.

Dalam kronologi yang ditulisnya, Herry mengatakan polisi menganiaya dan menyekapnya di dalam mobil selama beberapa jam, sebelum kemudian dibebaskan pada Rabu sore sekitar pukul 18.00 Wita.

Polisi juga, kata Herry, merampas handphone dan laptop, lalu memeriksa isi alat kerjanya itu.

Polisi membantah terkait penangkapan Herry dan menyebutnya hanya “diamankan” karena tidak bisa menunjukkan identitas berupa kartu pers.

“Kami tidak mengatakan yang bersangkutan seorang awak media walaupun faktanya dia seorang awak media. Kenapa kami tidak mengatakan atau menggiring yang bersangkutan ini selaku jurnalis karena di saat kita minta pembuktian kalau dia merupakan seorang jurnalis dia harus bisa menunjukkan kartu identitas jurnalis,” kata Kapolres Manggarai, AKBP Edwin Saleh, dalam konferensi pers pada Sabtu, 5 Oktober.

Kapolres Manggarai berdalil; “saya ingatkan kepada awak media bahwa saya juga punya hak untuk membuat laporan ke Dewan Pers terkait rekan-rekan media yang mengabaikan SOP dan kode etik jurnalistik dalam melaksanakan tugas atau liputan kegiatan, apalagi sekelas Pemred sebuah media.”

Eric yang juga Ketua Komite Keselamatan Jurnalis Indonesia, menjelaskan bahwa sebagai jurnalis dan Pemimpin Redaksi Floresa.co, Herry telah menjalankan Kode Etik Jurnalistik saat melakukan liputan di Poco Leok.

“Kami sudah memverifikasi, Herry menjalankan Kode Etik Jurnalistik dengan menunjukkan surat tugasnya kepada aparat yang meminta surat tugas untuk ditunjukkan oleh Herry. Mestinya dengan apa yang sudah dilakukan Herry sebagai jurnalis, oleh aparat (polisi, red) harus dihormati sebagai identitas jurnalis,” timpal Eric.

Dewan Pers, kata Eric, akan menyurati Kapolri dan Panglima TNI untuk memberikan atensi kepada semua anggotanya yang terlibat dalam penganiayaan terhadap jurnalis.

--- Guche Montero

Komentar