Breaking News

OPINI Dean Koontz dan Virus Corona (Fiksi dan Realitas) 19 Feb 2020 09:41

Article image
Penulis fiksi terkenal Dean Koontz, dan buku fiksinya berjudul The Eyes of Darkness. (Foto: Doscogs)
Seiring dengan penyebaran virus Corona di banyak negara sekarang, berkembang pula teori konspirasi bahwa serangan virus Corona yang terjadi sekarang adalah buatan manusia, dan bukan akibat dari konsumsi daging kelelawar atau semacamnya.

Oleh P Dr Felix Baghi SVD

 

PADA tahun 1981 penulis fiksi terkenal Dean Koontz, seorang Katholik yang taat beribadat di California, menerbitkan fiksi The Eyes of Darkness. Yang menarik bahwa di dalam novel itu ia menceriterakan secara fiksional aktivitas laboratorium militer Cina di kota Wuhan. Laboratorium itu menciptakan satu jenis virus sebagai bagian dari program senjata biologi yang paling efektif. Laboratorium diberi nama WUHAN-400, nama yang sesuai dengan nama kota, tempat laboratorium senjata biologi itu berada.

Satu pertanyaan yang menarik adalah apa koinsidensi antara narasi fiksi dalam novel Koontz dengan kenyataan Virus Korona yang paling menakutkan dan sedang membunuh manusia sekarang?

Salah satu adegan menarik dalam novel The Eyes of Darknes mengisahkan kepiluhan hati ibu Christina Evans, yang mencari anaknya Danny, entakah dia telah meninggal di tengah jalan atau masih hidup? Tanpa sengaja ibu itu mendapatkan anaknya di kamp militer. Anak itu sedang dirawat karena terkontaminasi dari seseorang yang mengidap virus mikroorganisme ciptaan dari laboratorium Wuhan.

Jika fiksi itu hanya kayalan belaka, dan tanpa hubungan dengan kenyataan apapun, baiklah kita baca salah satu kutipan dari novel itu. “It was around that time that a Chinese scientist named Li Chen moved to United States while carrying floppy disk of data from China’s most important and dangerous new biological weapon of the past decade. They call it Wuhan-400 because t was developed in their RDNA laboratory just outside the city Wuhan”.

Selain itu ada koinsidensi lain lagi yang agak aneh. Pusat laboratorium virus di Wuhan selalu bekerja dengan klasifikasi tingkat tinggi dan sistim security yang super ketat a-la komunisme. Laboratorium itu mengembangkan riset tentang virus buatan manusia yang mematikan dan letaknya hanya 32 km dari tempat mulai terjadinya serangan virus Corona yang telah memakan banyak korban sejak akhir tahun 2019.

Seiring dengan penyebaran virus Corona di banyak negara sekarang, berkembang pula teori konspirasi bahwa serangan virus Corona yang terjadi sekarang adalah buatan manusia, dan bukan akibat dari konsumsi daging kelelawar atau semacamnya.

Kembali ke fiksi Koontz, virus itu dikatakan sebagai “perfect weapon,” senjata yang mematikan. Ia hanya terinfeksi pada tubuh manusia. Virus itu tidak bertahan hidup di luar tubuh manusia lebih dari semenit. Ia juga tidak butuh waktu lama untuk menjangkiti tubuh yang lain. Hal yang menarik dari fiksi Koontz yaitu bahwa dia mampu memprediksi suatu masa depan dan prediksi itu benar sebagai kenyataan.

Wuhan secara historis telah dikenal sebagai salah satu kota tempat ditemukan banyak laboratorium kimia, termasuk fasilitas laboratorium “microbiology” dan “virology.” Boleh jadi, Koontz dengan sedikit informasi tentang Wuhan, ia mengembangkan imajinasi kreasi dalam fiksinya dengan mengharapkan kenyataan seperti sekarang. Sama halnya dengan para peneliti di laboratorium kimia, dengan kreasi berpikir dan imajinasi tingkat tinggi, mereka berusaha mengembangkan pelbagai jenis penelitian tentang virus dengan tanpa waspada akan bahayanya seperti sekarang.

Kalau memang bahaya kontanminasi Corona semakin meluas dan memakan banyak korban nyawa, kita tentu akan kembali ke situasi seperti perang dunia II. Banyak korban jiwa melayang begitu saja karena ulah manusia yang menciptakan senjata kimia yang mengerikan.

Hidup di tengah arus informasi revolusi industri 4, kita terjerumus dalam hingar-bingar situasi yang kacau-balau yaitu antara serbuan fiksi dan kepahitan realitas hidup. Kemana kita harus memilih: epidemi fiksi atau kegelapan hidup yang pahit?

Terlepas dari semuanya, karya Koontz The Eyes of Darkness boleh diyakini semacam “a fiction-Prophecy” yang tidak lazim dewasa ini. Namun biasanya yang tidak lazim diabaikan karena kehilangan daya imajinasi yang kreatif. Orang terlena dengan kelaziman hidupnya yang bertumbuh tanpa standar etika dan moral yang baik.

Penulis fiksi selalu mempunyai imajinasi untuk suatu dunia yang lain. Dunia itu adalah dunia refigurasi antara kenyataan dan ciptaan imajinya. Dunia itu adalah prediksi dengan daya diksi yang baik.

 

Penulis adalah dosen Filsafat pada Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero, Flores, NTT

Komentar