Breaking News

OPINI Aklamasi Bagi Airlangga (Bukan) Solusi Bagi Jokowi (dan 'Crew') 18 Apr 2024 17:17

Article image
Airlangga bukanlah solusi bagi Jokowi untuk meneruskan cakar politiknya seperti didambakan para crew Jokowi.

Oleh Justino Djogo, MA, MBA

Memang masih lama perhelatan Munas Golkar lima tahunan yang diperkirakan Desember 2024 pasca pelantikan Prabowo Subianto (PS) sebagai Presiden dan Gibran Rakabuming Raka (GRR) sebagai Wakil Ppresiden RI terpilih dalam pemilu 14 Februari 2024 .

Apa kaitannya Munas Golkar dan solusi atau bahkan prahara bagi Jokowi yang baru saja lengser ketika Munas digelar nanti. Kita bayangkan saja, Golkar adalah parpol pertama yang mendeklarasikan GRR sang putra Jokowi yang masih muda belia di belantara politik alias tiga tahun-an menjadi Walikota Solo dan terpilih menjadi Wapres. Itulah takdirnya.

Airlangga sebagai pemegang mandat Golkar untuk menjadi bacapres dengan akrobat politiknya berhasil meyakinkan internal Golkar bahwa GRR layak jadi bacawapres-nya PS dari Koalisi Indonesia Maju/KIM. Bahkan, semua ketua umum parpol KIM yang semula heboh mengiklankan diri menjadi bacawapres PS gugur sebelum berkembang seperti kuntum mawar dari tangkai yang penuh duri.

Politik memang seperti bunga mawar. Enak dipandang bunga kekuasaannya, tapi sakit jika sudah tertusuk duri KKN.

Mungkin kehebohan selama ini tentang GRR tak perlu dirisaukan Airlangga. Karena semua ketum parpol KIM bisa mandiri, setia kawan dan tentu saja mementingkan kinerja partainya di parlemen nanti. Apalagi sang pemenang Senayan adalah PDIP. Lawan tandingnya KIM.

Jadi, yang merasa risau ya crew Jokowi. Dari perspektif politik yang pragmatis, presiden dan wapres terpilih lebih terasa percaya diri dan anggun jika berafiliasi dalam parpol agar tidak dicolek dan bahkan dijahili di Senayan.

PS tentu saja aman. Presiden dan Ketum Gerindra. Lalu bagaimana GRR sang wapres? Bisa dibayangkan, mungkin ini dalam angan para crew Jokowi agar melirik posisi di Golkar demi anaknya GRR. Kelihatan sepele namun ini sangat krusial dan berantakan jika Jokowi tergoda nyanyi sunyi para crew-nya. Untung saja, beberapa pekan lalu Jokowi tegaskan tak akan tertarik nimbrung kekuasaan di Golkar.

Gute Entscheidung, Herr Praesident!

Pemimpin butuh sorak-sorai pendukungnya, ya parpolnya...sendiri. Bukan parpol pendukung ketika digelar pemilu. Ini semua telah berlalu. PS punya Gerindra dan GRR tak punya. Lalu apa yang akan dilakukan.

 

Airlangga (bukan) solusi bagi Jokowi

Kembali ke Munas Golkar Desember 2024 nanti. Tentu saja seruan internal agar aklamasi bagi Airlangga bukan saja karena prestasi dalam pemilu pilpres dan pileg 2024 bersama semua kader Golkar.

Godaan kekuasaan para crew Jokowi bukan isapan jempol belaka. Ada benarnya. Operasi senyap, bahkan persuasi media massa juga dibarengi pernyataan seperti pengkultusan Jokowi, seperti tak ada orang lain lagi, terus berhembus. Sedikit dibaluti dengan isu IKN dan infrastruktur yang belum rampung, membuat sesak nafas demokrasi di negeri kita ini.

Mengapa crew Jokowi mengincar Golkar. Ini susah susah gampang menjawabnya. Kembali ke PDIP kecil kemungkinannya. Memimpin PSI dari sang putra bungsu, Jokowi realistis tak akan berdampak banyak. Apalagi PSI tidak lolos ke Senayan.
Sebenarnya lebih tepat Jokowi kembali ke Solo dan sekitarnya sambil mengarahkan GRR secara informal tanpa menimbulkan kekisruhan baru.

Saya tidak yakin bahwa Jokowi akan menghilang dari peredaran politik bangsa ini. Mengapa Airlangga bukan solusi bagi Jokowi?

Sederhana saja jawabannya. Ketika Airlangga menjadi Ketum Golkar lagi, khan Jokowi bukan presidennya. Golkar bukanlah parpol yang identik dengan trah politik tertentu. Tidak ada. Meskipun di beberapa level kepemimpinan partai berlogo pohon Beringin ini pernah terjadi distorsi namun untuk ketum Golkar, tidak pernah terjadi misalkan Akbar Tanjung, Jusuf Kalla, Aburizal Bakri secara eksplisit menyiapkan putra-putri atau famili untuk menjadi Ketum Golkar.

Dalam perspektif ini dapat disimpulkan bahwa Airlangga bukanlah solusi bagi Jokowi untuk meneruskan cakar politiknya seperti didambakan para crew Jokowi.

Apakah lebih baik Jokowi melahirkan parpol baru untuk legacy-nya sendiri?

Saya tidak ingin berandai-andai bahwa parpol besutan Jokowi dapat mempreteli apalagi mencabik-cabik dinding partai sekuat PDIP kelak,sebagai partai asal yang mengantarnya dari Wali Kota Solo menjadi Presiden RI dua periode melalui jalur toll politik. Sekali lagi, jalur toll itu terulang bagi GRR melalui KIM.

Saya hanya berpikir logis dan realistis, bahwa gaya dan political style Jokowi dan SBY sangat mirip dan itu sah-sah saja. Bahasa gaulnya politik sayang anak. Tidak apa-apa asalkan berkualitas dan diuji waktu. Karena hanya waktu yang dapat membuktikan apa saja, siapa saja di alam semesta, termasuk semesta mini bernama kehidupan politik.

Penulis Direktur Eksekutif Forum Dialog Nusantara/FDN

Komentar