Breaking News

INTERNASIONAL Di Forum ASEAN, BKSAP DPR RI Bahas Minimnya Pendidikan Formal Pertanian di Indonesia 27 Nov 2025 08:12

Article image
Ketua BKSAP DPR RI, Syahrul Aidi Maazat dalam National FGD on ASEAN Guidelines on Promoting Responsible Investment in Food, Agriculture, and Forestry (ASEAN-RAI). (Foto: Ist)
Walaupun Indonesia dikenal sebagai negara agraris, kualitas dan perkembangan sektor pertaniannya justru tertinggal dibanding sejumlah negara Asia Tenggara lainnya.

JAKARTA, IndonesiaSatu.co -- Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI, Syahrul Aidi Maazat, menyoroti persoalan mendasar yang menghambat kemajuan sektor pertanian Indonesia, terutama terkait minimnya pendidikan formal mengenai pertanian sejak jenjang sekolah dasar.

Syahrul menilai, meski Indonesia dikenal sebagai negara agraris, kualitas dan perkembangan sektor pertaniannya justru tertinggal dibanding sejumlah negara Asia Tenggara lainnya yang memiliki success storykuat, seperti Vietnam dan Thailand.

Hal itu disampaikan Syahrul dalam National Focus Group Discussion (FGD) on ASEAN Guidelines on Promoting Responsible Investment in Food, Agriculture, and Forestry (ASEAN-RAI) di Bogor, Jawa Barat, Rabu (26/11/2025). Menurutnya, forum ini penting untuk menjadi ruang bertukar pengalaman mengenai kebijakan dan praktik baik yang dilakukan antarnegara ASEAN sehingga mampu memajukan sektor pertanian mereka.

“Salah satu permasalahannya, kita tidak ada pendidikan untuk bertani. Kurikulum kita tidak mengajarkan kita bercocok tanam. Ini seharusnya menjadi kebutuhan kita, tapi tidak ada dalam kurikulum,” ujar Syahrul.

Ia menilai absennya pendidikan pertanian sejak usia dini berdampak pada berbagai persoalan, mulai dari terbatasnya regenerasi petani, ketertinggalan teknologi dan pengetahuan pertanian, hingga lambatnya pencapaian swasembada pangan. Menurutnya, petani muda semakin sedikit sementara mayoritas petani yang ada saat ini berusia lanjut, sehingga Indonesia terus tertinggal dalam kapasitas produksi maupun inovasi.

“Kenapa kita tidak swasembada pangan? Kenapa tidak ada petani muda? Karena pertanian tidak menjadi ilmu dasar yang kita ajarkan sejak SD,” lanjut Politisi Fraksi PKS ini.

Selain persoalan pendidikan, Syahrul juga menyoroti arah investasi pertanian di Indonesia yang dinilai masih dominan berbasis industri besar. Menurutnya, Indonesia tidak boleh hanya berbangga dengan tingginya ekspor produk pertanian dari industri skala besar karena pola tersebut hanya menempatkan masyarakat sebagai pekerja, bukan pelaku utama dalam rantai produksi.

“Kita jangan bangga mengekspor produk pertanian berbasis industri, karena itu masyarakat hanya jadi pekerja. Harus juga kita berpikir menghasilkan produk-produk pertanian ekspor yang basisnya masyarakat,” tegasnya. 

Melalui forum ASEAN-RAI ini, Syahrul berharap lahir rumusan kebijakan dan rekomendasi konkret yang mampu memperkuat investasi pertanian yang bertanggung jawab, berkelanjutan, serta berpihak pada kesejahteraan petani. Ia menekankan bahwa arah pembangunan sektor pertanian ke depan harus lebih berorientasi pada masyarakat sebagai fondasi utama sistem pangan nasional.

---R.Kono

Komentar