Breaking News

NASIONAL Baleg Gelar Rapat Panja RUU Perlindungan Saksi dan Korban 25 Nov 2025 08:52

Article image
Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menggelar Rapat Panitia Kerja (Panja) untuk mendengarkan presentasi hasil kajian tim ahli terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pelindungan Saksi dan Korban. (Foto: Ist)
Baleg juga menggelar rapat dengar pendapat dengan Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) pada 18 November 2025 untuk memperoleh masukan dalam proses harmonisasi, pembulatan, dan pemantapan konsepsi RUU.

JAKARTA, IndonesiaSatu.co -- Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menggelar Rapat Panitia Kerja (Panja) untuk mendengarkan presentasi hasil kajian tim ahli terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pelindungan Saksi dan Korban.

Ketua Baleg DPR RI,  Bob Hasan , membuka rapat setelah memastikan kehadiran  22 anggota Panja dari total 45 anggota , yang mewakili  7 dari 8 fraksi . Dengan demikian, forum dinyatakan kuorum sesuai ketentuan  Pasal 281 ayat (1) Peraturan DPR RI tentang Tata Tertib.

“Sesuai ketentuan, rapat Panja saya buka dan dinyatakan terbuka untuk umum,” ujar Bob Hasan, Senin (24/11/2025)

Dalam pengantarnya, Bob Hasan, menjelaskan bahwa Baleg sebelumnya telah mendengarkan penjelasan pengusul dari  Komisi XIII  pada 11 November 2025. Selain itu, Baleg juga menggelar rapat dengar pendapat dengan Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) pada 18 November 2025 untuk memperoleh masukan dalam proses harmonisasi, pembulatan, dan pemantapan konsepsi RUU.

Rapat kali ini mengagendakan pemaparan lengkap hasil kajian tim ahli, yang meliputi aspek teknis, substansi, serta asas pembentukan peraturan perundang-undangan.

Rapat dijadwalkan berlangsung hingga pukul 18.00 namun dapat diperpanjang jika diperlukan. Dalam paparannya, Tim Ahli Baleg menyampaikan 16 Poin Kajian Substansi terhadap RUU Pelindungan Saksi dan Korban (PSDK) yang diajukan melalui surat  Nomor B-548-LG.01.01-?11?-2025  bertanggal 10 November 2025.

Tim menjelaskan bahwa perubahan dalam RUU ini bersifat luas, yakni lebih dari 5 persen, sehingga, tepat jika diusulkan sebagai  RUU Penggantian , bukan sekadar perubahan kedua atas UU Nomor 13 Tahun 2006.

Dalam Aspek Substantif, tenaga ahli mengungkapkan bahwa pada pada konsideran menimbang huruf B dan C dinilai perlu disinkronisasi dengan peluasan subjek yang mendapatkan perlindungan, tidak hanya saksi dan korban, tetapi juga saksi pelaku,pelapor, informan, dan ahli.

Lebih lanjut, Tenaga ahli juga mencatat adanya sejumlah kesalahan ketik, frasa ambigu, dan rujukan pasal yang kurang tepat dalam draf RUU, seperti kesalahan yang bersifat redaksional dan dapat diselesaikan dalam tingkat perbaikan teknis.

Adapun poin utama lainnya yang menjadi rekomendasi tim ahli meliputi:
1.       Penegasan istilah dan rujukan pasal , termasuk perubahan frasa “penetapan pengadilan” menjadi “putusan atau perintah pengadilan” dalam Pasal 5 ayat (3) huruf b.

  1.      Pendefinisian “situasi khusus”  atau memberikan penjelasan pasal yang memadai.
  2.      Penambahan penjelasan asas pada Pasal 3  sesuai ketentuan pembentukan undang-undang.
  3.      Kewajiban penyebutan penilaian aparat penegak hukum  di Pasal 5 ayat (3) agar konsisten dengan Pasal 54 ayat (1).
  4.      Pembentukan lembaga pengelola Dana Abadi Korban , dengan ketentuan pengalokasian dana tahunan dari APBN/APBD dan PNBP penegakan hukum.
  5.      Penguatan konsep lembaga , termasuk menghapus frasa “mandiri” pada LPSK dan menggantinya dengan penegasan independensi.
  6.      Perubahan nomenklatur “Satuan Kerja Khusus” menjadi “Satuan Tugas Khusus” , disertai penjelasan kewenangannya.
  7.      Penataan ulang struktur organisasi LPSK , termasuk penyederhanaan nomenklatur pimpinan.
  8.      Penempatan pengaturan sahabat saksi dan korban  dalam Bab Partisipasi Masyarakat, bukan Bab Kerja Sama.
  9.  Pemecahan ketentuan pidana pada Pasal 84 huruf a dan b  ke dalam pasal yang terpisah.
  10.  Penegasan batas waktu pembentukan peraturan pelaksana  pada ketentuan penutup.
  11.  Penambahan kewenangan pemantauan dan peninjauan oleh Baleg  sebagai amanat UU MD3.

Tim ahli menegaskan bahwa meski secara umum RUU ini telah memenuhi asas pembentukan peraturan perundang-undangan, sejumlah penyempurnaan perlu dilakukan agar RUU selaras dengan UU 12/2011.

“RUU ini secara garis besar memenuhi asas pembentukan peraturan perundang-undangan, namun masih memerlukan penyempurnaan lebih lanjut,” papar tim ahli dalam penutup presentasinya. 

 ---R.Kono

Komentar