MEGAPOLITAN Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak Meningkat di Jakarta 25 Nov 2025 08:45
Karena Isu kekerasan merupakan cross cutting issue, maka penanganannya melibatkan kolaborasi lintas dinas, seperti pendidikan, kesehatan, sosial, hingga Dinas PPAPP DKI Jakarta.
JAKARTA, IndonesiaSatu.co -- Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk (PPAPP) DKI Jakarta mencatat tren peningkatan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak sepanjang 1 Januari hingga 24 November 2025.
Hal ini menunjukkan meningkatnya keberanian masyarakat untuk melapor sejalan dengan mudahnya masyarakat mengakses berbagai kanal aduan yang tersedia.
Dari data yang diperoleh, jumlah laporan yang diterima seluruh wilayah mencapai 2.024 kasus, dengan kontribusi terbesar berasal dari Jakarta Timur, disusul Jakarta Selatan dan Jakarta Barat, serta wilayah lainnya. Lonjakan ini bahkan hampir menyamai total kasus sepanjang tahun 2024, meski tahun 2025 belum berakhir.
Berdasarkan kategori kasus, angka laporan mencakup berbagai bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak, mulai dari kekerasan seksual, kekerasan fisik, kekerasan psikis, KDRT, hingga kasus perdagangan orang, serta kejahatan berbasis online. Data ini bersifat dinamis dan terus bergerak karena berbasis pada laporan masyarakat.
Kepala Dinas PPAPP DKI Jakarta, Iin Mutmainnah mengatakan, komposisi korban didominasi oleh anak, yang mencapai 53 persen, baik anak perempuan maupun laki-laki di bawah usia 18 tahun.
“Kenaikan angka ini tidak semata-mata berarti situasi makin memburuk, melainkan menunjukkan meningkatnya keberanian masyarakat untuk melapor. Hal ini sejalan dengan semakin mudahnya akses masyarakat terhadap berbagai kanal pengaduan yang tersedia,” jelas Iin, Senin (24/11).
Ia menjelaskan, Pemprov DKI Jakarta kini menyediakan beragam saluran pengaduan, baik offline maupun online, termasuk Unit Pelaksana Teknis Pusat Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT PPPA), layanan konseling mobile, Pusat Pelayanan Keluarga (Puspa), hingga 44 titik pos pengaduan di kecamatan dan Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA).
Setiap pos dilengkapi konselor dan paralegal untuk memastikan kasus yang masuk ditangani secara tepat.
“Keberadaan kanal-kanal ini meningkatkan keberanian masyarakat untuk speak up, sekaligus menjadi indikator meningkatnya kesadaran publik mengenai isu kekerasan,” ujarnya.
Iin mengatakan, seluruh penanganan kasus mengacu pada validitas laporan yang masuk. Karena sifatnya pengaduan, identitas pelapor dan korban harus jelas untuk menghindari kesalahan penanganan. Meski begitu, tim PPAPP DKI Jakarta tetap aktif melakukan langkah mitigasi seperti sosialisasi, kampanye antikekerasan, serta turun langsung ke sekolah dan masyarakat.
“Karena Isu kekerasan merupakan cross cutting issue, maka penanganannya melibatkan kolaborasi lintas dinas, seperti pendidikan, kesehatan, sosial, hingga Dinas PPAPP DKI Jakarta,” katanya.
Sebagai langkah tindak lanjut, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta saat ini tengah menyusun revisi Perda 8/2011 tentang penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Revisi tersebut akan menghasilkan dua perda baru pada tahun 2026 yakni, Perda Perlindungan Perempuan serta Perda Penyelenggaraan Kota dan Kabupaten Layak Anak.
“Regulasi terbaru ini akan memasukkan substansi dari UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang terbit tahun 2022, sehingga kerangka hukum daerah dapat lebih relevan dan responsif terhadap perkembangan kasus kekerasan di masyarakat,” tandasnya.
---R.Kono
Komentar