Breaking News

NASIONAL Dorong Kinerja Badan Publik, Komisi Informasi Pusat Segera Luncurkan IKIP 27 May 2021 19:03

Article image
Komisioner Komisi Informasi Pusat, Romanus Ndau, S.Fil., M.Si. (Foto: Metro TVt)
IKIP merupakan salah satu mekanisme untuk mengukur sejauh mana implementasi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik di seluruh provinsi di Indonesia

SERPONG, IndonesiaSatu.co -- Undang-undang No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik sudah 13 tahun terbit. Akan tetapi hingga saat ini masih jauh dari familiar bagi badan publik, termasuk para awak media yang terbukti dari engel pemberitaan yang nyaris tak ditemukan tentang keterbukaan informasi.

Demikian point penting sebagai benang merah yang disampaikan Komisioner Komisi Informasi Pusat,  Romanus Ndau, S.Fil., M.Si, di hadapan awak media pada acara Focus Group Disscussion (FGD) bertajuk ‘Strategi Publikasi dan Branding Indeks Keterbukaan Informasi Publik (IKIP) 2021 Bersama Media’ di Horison Grand Serpong Hotel, Kota Tangerang pada Senin (24/05/2021).

Adapun tujuan diselenggarakannya FGD tersebut, menurut  master Ilmu Politik UI ini, untuk menjelaskan kepada media tentang latar belakang, tujuan, dan fungsi IKIP, brainstorming media, pandangan media dalam pemberitaan IKIP 2021 dan strategi branding media terhadap pelaksanaan IKIP 2021, menyusul selesainya tahapan penyusunan Indeks pada tahap FGD di 34 Daerah sejak April hingga awal Mei yang saat ini sedang dalam proses penyusunan laporan. 

“Diperkirakan Indeks Keterbukaan Informasi Publik ini selesai di Bulan Juli 2021 mendatang”, ujar kandidat doktor bidang lingkungan pada Universitas Soegijapranata itu.

Lebih jauh Alumnus Filsafat UGM itu menjelaskan bahwa penyusunan IKIP itu sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang RPJM Nasional 2020- 2024. Di sini Komisi Informasi Pusat diamanatkan untuk mengawal tiga program prioritas pemerintah, salah satunya ialah pengukuran Indeks Keterbukaan Informasi Publik (IKIP) di Indonesia.

IKIP merupakan salah satu mekanisme untuk mengukur sejauh mana implementasi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik di seluruh provinsi di Indonesia dalam rangka mewujudkan good governance, pelayanan publik yang berkualitas dan pencegahan potensi terjadinya korupsi.

 

Mantan Wakil Kepala Litbang KONI Pusat ini pun menyatakan keprihatinannya terhadap para kepala daerah yang terkesan kurang peduli dengan masalah keterbukaan informasi, dan BUMN Indonesia yang sangat rendah keterbukaan informasi publiknya dalam penyelenggaraan kegiatan bisnisnya sebagai perusahaan milik negera, menggunakan dana negara dan menjadi penunjang utama ekonomi negara demi kesejahteraan rakyat.

“Bayangkan saja dari 142 BUMN hanya empat saja yang memiliki keterbukaan informasi yang baik. Padahal BUMN adalah penunjang utama ekonomi negara”, katanya.

Terkait masalah korupsi, mantan Wakil Kepala Litbang Partai Golkar ini mengisahkan banyak Negara yang menikmati kebahagiaan karena kemakmuran sebagai buah dari keterbukaan informasi seperti Norwegia, Kanada, Bulgaria.

“Di sana korupsinya hampir nol. Bukan karena mereka punya KPK atau polisi yang terus menangkap orang, atau jaksa yang kejam tetapi karena mereka punya keterbukaan informasi,” tuturnya.

Lebih jauh mantan dosen komunikasi Binus itu menambahkan bahwa korupsi terjadi bukan semata karena sikap pribadi atau watak korup manusia, melainkan karena sistem. Jika sebuah badan publik, lembaga atau organisasi mana pun yang tidak terbuka/tertutup dalam proses penyelenggaraannya maka akan membuka ‘ruang gelap’ bagi para pihak/oknum untuk melakukan deal di luar ketentuan dan peraturan yang berlaku. Di sanalah benih korupsi disemai dan bertumbuh subur.

Sementara Stanly, mantan wartawan yang hadir sebagai salah satu narasumber pada acara tersebut menyatakan Keterbukaan Informasi Publik adalah isu hak asasi manusia. Dalam pasal 19 Deklarasi Universal Hak Asasi Manuisa, hingga UU no. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dikatakan bahwa setiap orang berhak untuk mendapatkan informasi. Hak ini menurutnya melekat pada insan pers dalam melakukan kegiatan jurnalistiknya untuk mencari, mengumpulkan dan mengolah informasi dan dipublikasikan demi kepentingan publik sehingga wartawan tidak boleh dikriminalisasi karena tengah menjalankan tugas yang dilindungi undang-undang.

Sementara semua badan publik termasuk universitas, partai politik dan LSM yang aktivitasnya dibiayai negara atau mendapat sumbangan dari APBN, APBD dan donor luar negeri, juga masyarakat harus membuka informasi bagi publik terkait jumlah dan tujuan/manfaat sumbangan tersebut.

Maka menurut Stanly, perlu disusun IKIP untuk mengukur sejauh mana pelaksanaan/implementasi UU Keterbukaan Infomasi Publik dan kewajiban negara. Perlu adanya indeks untuk dapat menunjukkan skor-skor negara dalam berbagai bidang seperti indeks korupsi, indeks kemiskinan, indeks kerentanan, indeks partisipasi politik dan lain-lain. Indeks juga bermanfaat untuk mengambarkan sikap kecendrungan atau perilaku dengan satu ukuran yang sama/tunggal.

“Kita gabungkan dan merangkum berbagai indikator menjadi satu angka mulai dari 0-100. Angka nol terendah dan angka seratus tertinggi”, paparnya seraya mencontohkan indeks partisipasi politik untuk dapat mengukur daerah mana yang masih kurang partisipasi politiknya lewat pemilu, juga untuk dapat membandingkan mana wilayah yang masih rendah indeksnya sehingga dapat menjadi perhatian dan penanganan.

Selain itu Indeks juga digunakan untuk menggambarkan fenomena yang absrak menjadi konkret dengan kuantitas atau angka tertentu, gabungkan berbagai indikator jadi satu angka tunggal dan kemudahan dalam hal melakukan perbandingan baik antar waktu, antar wilayah dan antar negara. Hasilnya akan dilihat di tahun berikutnya untuk penanganan dan penyususnan ulang indeks untuk mengukur kinerja badan publik di tahun berikutnya.

Dengan demikian Stanly mengharapkan semua badan publik, termasuk universitas, parpol dan LSM dapat bercermin pada IKIP yang ada untuk berbenah jika menemukan aspek tertentu dalam proses mengimplementasikan UU Keterbukaan Informasi Publik masih belum memuaskan.

 

---Bernad Baran

Komentar