Breaking News

BERITA Gelar Diskusi Publik, Mantan Komisioner KPKPN Soroti Polemik LHKPN oleh KPK 28 Aug 2019 19:11

Article image
Mantan Komisioner KPKPN, Ketrus Selestinus (kiri), Chairul Imam dan Winarno Zen saat menjadi narasumber Diskusi Publik di Jakarta. (Foto: Dokpri PS)
"Sesungguhnya sikap KPK mempersoalkan LHKPN peserta Pansel Capim KPK pada saat seleksi berlangsung, ibarat 'menepuk air di dulang, terpecik ke muka sendiri'," kata Petrus.

JAKARTA, IndonesiaSatu.co-- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyoroti kinerja Panitia seleksi calon pimpinan (Pansel Capim) KPK yang dianggap tetap mengakomodir peserta Capim KPK dari unsur Penyelenggara Negara (PN) yang mengabaikan kewajibannya menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) kepada KPK.

Wacana ini semakin kencang diberitakan, karena seleksi capim KPK sudah memasuki babak akhir. Namun, beberapa PN yang mengikuti seleksi Capim KPK, menurut KPK belum menyerahkan LHKPN atau menyerahkan LHKPN tetapi tidak secara periodik, masih tetap lolos seleksi Capim KPK.

Hal tersebut menjadi sorotan dan dikemukakan dalam diskusi publik bertajuk: 'Polemik Penyelenggara Negara yang belumenyerahkan LHKPN ke KPK dan Wewenang Pansel Peserta Capim K0K terhadap LHKPN" yang digelar di Jakarta, Selasa (27/8/19).

Sesuai rilis yang diterima media ini, diskusi yang digagas oleh mantan Komisioner Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN) sebagai sebuah organ yang bertugas mencegah KKN sebelum KPK lahir, menyoroti wacana LHKPN yang belakangan menjadi konsumsi berbagai media dan publik.

Adapun mantan Komisioner KPKPN yakni yang menjadi narasumber dalam diskusi tersebut yakni Chairul Imam, Winarno Zen dan Petrus Selestinus.

Chairul Imam, Mantan Direktur Penyidikan Tipikor Kejagung dan Mantan Ketua Sub Komisi Yudikatif KPKPN mengatakan bahwa keengganan sebagian PN menyerahkan LHKPN ke KPK, karena KPK tidak pernah melakukan pemeriksaan (klarifikasi dan verfikasi, red) kebenaran isi LHKPN terhadap PN yang bersangkutan, sehingga sebagian besar PN beralasan jika LHKPN yang diserahkan hanya dijadikan berkas yang disimpan di gudang KPK.

"Tuntutan ICW dan KPK agar peserta seleksi yang abai menyerahkan LHKPN kepada KPK harus dipertimbangkan dalam penetapan peserta seleksi capim KPK untuk lolos tahap berikutnya, sebetulnya salah alamat. Karena, persoalan PN yang abai menyerahkan LHKPN menjadi domain pimpinan KPK dan atasan langsung dari PN yang bersangkutan sesuai dengan Peraturan KPK Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan LHKPN," kata Chairul.

Sementara Petrus Selestinus selaku Advokat Senior dan juga mantan Anggota Komisioner KPKPN, mempertanyakan mengapa KPK baru merasa penting soal LHKPN pada saat ada PN yang menjadi peserta seleksi capim KPK tidak menyerahkan LHKPN. Sementara KPK sendiri tidak pernah merasa penting untuk memeriksa setiap LHKPN yang sudah diserahkan ke KPK.

"Padahal, dengan memeriksa setiap LHKPN, KPK bisa mengungkap tindak pidana korupsi melalui penelusuran asal-usul harta kekayaan dalam LHKPN. Dengan demikian, KPK sesungguhnya mengawali sebuah proses pembuktian terbalik karena setiap pejabat wajib menerangkan asal-usul seluruh kekayaan miliknya, milik istrinya dan juga anaknya dibandingkan dengan gaji apakah sebanding dengan LHKPN atau tidak," imbuh Petrus.

Koordinator TPDI ini mengatakan bahwa pada satu sisi, penyerahan LHKPN kepada KPK menjadi salah satu kewajiban PN, namun pada sisi yang lain kewajiban penyerahan LHKPN itu berimplikasi melahirkan kewajiban bagi KPK untuk memeriksa dan mengumumkan LHKPN itu dalam Berita Negara, agar publik mengetahuinya.

"Sikap persisten KPK meminta LHKPN bagi setiap PN tidak kompatibel dengan sikap KPK terhadap LHKPN yang sudah diterimanya. Artinya, selama ini KPK tidak pernah memeriksa kekayaan setiap PN yang sudah diserahkan dalam LHKPN itu, sehingga fungsi LHKPN untuk mengungkap kejahatan KKN melalui penelusuran LHKPN nyaris tidak terdengar bunyinya," tegas Petrus.

Karena itu, kata Petrus, sesungguhnya sikap KPK mempersoalkan LHKPN peserta Pansel Capim KPK pada saat seleksi berlangsung, ibarat 'menepuk air di dulang, terpecik ke muka sendiri'. 

"Sebab, selama ini justru KPK sendiri yang mengabaikan kewajibannya untuk memeriksa kebenaran LHKPN. Pemeriksaan LHKPN inilah yang paling ditakuti oleh para PN karena ada kemungkinan KPK bisa mengungkap dugaan korupsi melalui penelusuran kebenaran LHKPN itu. Artinya, melalui metode penelusuran LHKPN, KPK bisa mengungkap kejahatan korupsi dan pencucian uang seorang PN," nilai Petrus.

Sedangkan Winarno Zen, salah satu pembicara yang juga Mantan Komisioner KPKPN, menegaskan bahwa di mata sebagian PN, LHKPN itu sebuah momok yang menakutkan. Karena PN tidak hanya wajib membuat LHKPN tetapi juga wajib bersedia untuk diperiksa dan menjelaskan tentang asal-usul harta kekayaan miliknya, milik istri dan milik anaknya serta berapa nilai jual saat memperoleh harta-harta dimaksud.

"Ini sebetulnya sebuah sistem pembuktian terbalik yang paling menakutkan bahkan mengerikan bagi PN. Namun anehnya selama ini KPK justru menjadikan LHKPN sebagai tumpukan kertas yang tidak bernilai tanpa pertanggungjawaban apa pun," tegas Winarno.

 

--- Guche Montero

Komentar