Breaking News

BERITA Kartika Solapung: "Feminisme Lahir dari Konteks Sosio-Kultural" 09 Mar 2021 00:23

Article image
Aktivis Pegiat Komunitas KAHE, Kartika Solapung (berdiri) saat mempresentasikan materi "Perempuan di Hadapan Budaya Patriarki". (Foto: Dok. PMKRI Maumere)
Tika menjelaskan bahwa di tengah situasi dan kondisi yang terjadi dalam budaya Patriarki, tetap ada kekhasan dan persoalan berbeda yang dihadapi kaum perempuan.

MAUMERE, IndonesiaSatu.co-- "Dalam konteks sosio-kultural masyarakat, cenderung timbul rasa ketidakpuasan dari kaum perempuan yang kehidupannya ditentukan dan didefinisikan oleh kaum laki-laki. Ini memunculkan sebuah gerakan perlawanan yang kita sebut sebagai Feminisme atau juga Emansipasi Wanita."

Demikian hal itu diutarakan Aktivis Pegiat Komunitas KAHE, Maria Apriani Kartika Solapung, saat mempresentasikan materi sebagai narasumber tunggal dalam Diskusi Terbuka yang digelar oleh Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Cabang Maumere St. Thomas Morus, Senin (8/3/2021).

Kegiatan edukatif yang digagas oleh Presidium Pendidikan dan Kaderisasi (PPK), Emanuel W. Wisang melalui Biro Diskusi, Kornelis Wuli, dibuat dalam rangka memperingati Hari Perempuan Sedunia (International Women's Day), dengan mengangkat Tema: "Perempuan di Hadapan Budaya Patriarki", bertempat di Margasiswa PMKRI Maumere.

Sesuai rilis yang diterima media ini dari Presidium Ristek, Hendra Charlitoz, sebelum mempresentasikan materi, Tika Solapung mengatakan bahwa momentum Peringatan Hari Perempuan Sedunia, secara khusus didedikasikan bagi perjuangan kaum perempuan di seluruh dunia.

Menyinggung Tema Diskusi, Tika menjelaskan bahwa di tengah situasi dan kondisi yang terjadi dalam budaya Patriarki, tetap ada kekhasan dan persoalan berbeda yang dihadapi kaum perempuan.

Tika membandingkan pernyataan Feminis Radikal-Libertarian, Kate Millet, yang menekankan bahwa sistem ideologi patriarkat terlalu mendewakan perbedaan biologis antara laki- laki dan perempuan, dan memastikan laki-laki selalu memiliki peran yang dominan (maskulin), sedangkan perempuan selalu mempunyai peran yang subordinat (feminim).

"Hal ini mengakibatkan kebanyakan perempuan menginternalisasi rasa inferioritas diri terhadap kaum pria. Feminisme dan emansipasi harus dipahami dalam konteks kesetaraan gender," jelas Tika.

Hapus Paradigma Justifikasi

PMKRI Cabang Maumere melalui Ketua Presidium, Flavianus Nong Raga, mengapresiasi inisiatif dari DPC melalui PPK bersama Biro Diskusi yang telah menggagas kegiatan edukatif tersebut serta kontribusi gagasan oleh Narasumber tunggal dari Komunitas KAHE.

Aris Raga menerangkan bahwa momentum International Woman's Day menjadi sebuah stimulus guna menggebrak paradigma khalayak yang kerap menjustifikasi dan mendiskreditkan kaum perempuan dalam setiap lini kehidupan.

"Setiap ruang mesti diberikan kepada kaum perempuan untuk berkolaborasi dan berkontribusi dalam setiap aspek pembangunan. Kaum perempuan harus berani menanggalkan rasa pesimis dan gengsi yang melekat, harus bisa melawan sistem budaya patriarkat yang terlalu radikal, serta tingkatkan kemauan dan inisiatif dalam diri untuk maju dan tampil," kata Aris memotivasi.

Selanjutnya, para peserta terlibat dalam sesi diskusi yang dipandu oleh Intan selaku moderator.

Adapun peserta yang hadir dalam kegiatan tersebut terdiri dari anggota biasa PMKRI Maumere, perwakilan PMKRI Cabang Makassar, Cabang Yogyakarta, Cabang Jakarta Selatan, perwakilan Komunitas KAHE, serta beberapa warga sekitar.

--- Guche Montero

Komentar