Breaking News

HUKUM Komisi III DPR Pilih Irjen Firli Bahuri Sebagai Ketua KPK 13 Sep 2019 06:44

Article image
Irjen Pol Firli Bahuri terpilih sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2123. (Foto: merdeka.com)
Lima nama pimpinan KPK periode 2019-2023 ini terpilih berdasarkan hasil pemungutan suara yang dilakukan oleh 56 anggota Komisi III DPR.

JAKARTA, IndonesiaSatu.co – Meski diwarnai penolakan oleh kalangan internal,  Irjen Pol Firli Bahuri akhirnya terpilih menjadi Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dengan demikian, Firli akan menahkodai lembaga tersebut pada periode 2019 hingga 2023.

Dalam proses pemilihan yang dilakukan Komisi II DPR RI, Firli unggul tiga suara dari  Alexander Marwata yang otomatis menempati posisi wakil ketua.

Firli mendapatkan 56 suara, disusul Alexander yang memperoleh 53 suara. Tiga nama lain yang ikut terpilih menjadi pimpinan KPK masing-masing, Nawawi Pomolango yang mendapatkan 50 suara, Lili Pintauli Siregar mendapatkan 44 suara, serta Nurul Ghufron memperoleh 51 suara.

Tidak seperti Irjen Firli yang berprofesi sebagai anggota Polri, Lili Pintauli Siregar merupakan seorang advokat, Nawawi Pomolango yang berlatar belakang profesi hakim pengadilan tinggi, serta Nurul Ghufron yang adalah seorang akademisi.

"Pertama Nawawi, kedua Lili, ketiga Nurul, keempat Alexander, dan kelima Firli," kata Ketua Komisi III DPR Aziz Syamsuddin di Kompleks Parlemen, Senayan, Jumat (13/9/2019) dini hari.

"Setuju," ucap seluruh anggota Komisi III DPR.

Lima nama pimpinan KPK periode 2019-2023 ini terpilih berdasarkan hasil pemungutan suara yang dilakukan oleh 56 anggota Komisi III DPR.

 

Kontroversi

Nama Firli Bahuri sebelumnya menuai kontroversi karena mendapat penolakan sejumlah pihak, termasuk dari internal KPK. KPK bahkan menyatakan bahwa Irjen Firli yang merupakan mantan Deputi Penindakan KPK telah melakukan pelanggaran etik berat.

Dikutip dari kompas.com, menurut Penasihat KPK Muhammad Tsani Annafari, Firli Bahuri melakukan pelanggaran hukum berat berdasarkan kesimpulan musyawarah Dewan Pertimbangan Pegawai KPK.

"Musyawarah itu perlu kami sampaikan hasilnya adalah kami dengan suara bulat menyepakati dipenuhi cukup bukti ada pelanggaran berat," kata Tsani dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Rabu (11/9/2019).

Tsani mengatakan, pelanggaran etik berat yang dilakukan Firli itu berdasarkan pada tiga peristiwa. Pertama, pertemuan Irjen Firli dengan mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat M Zainul Majdi pada 12 dan 13 Mei 2019. Padahal, saat itu KPK sedang menyelidiki dugaan korupsi kepemilikan saham PT Newmont yang melibatkan Pemerintah Provinsi NTB. Firli tercatat pernah menjadi Kapolda NTB pada 3 Februari 2017 hingga 8 April 2018, sebelum menjadi Deputi Penindakan KPK.

Kedua, Firli melanggar etik saat menjemput langsung seorang saksi yang hendak diperiksa di lobi KPK Pada 8 Agustus 2018.

Ketiga, Fili pernah bertemu petinggi partai politik di sebuah hotel di Jakarta pada 1 November 2018.

Konpers yang dilakukan KPK itu kemudian menuai polemik. Sebab, salah satu pimpinan KPK, Alexander Marwata, menyatakan bahwa pengumuman pelanggaran etik Firli tidak disetujui mayoritas pimpinan.

Pernyataan Alexander itu kemudian dibantah Ketua KPK Agus Rahardjo. Menurut Agus, pengumuman itu telah disetujui mayoritas pimpinan KPK. Saat konpers dilakukan, Agus mengaku sedang berada di luar kota. Namun, pernyataan yang disampaikan Tsani bersama Saut Situmorang atas kesepakatan melalui grup WhatsApp.

 

Tanggapan

Firli mengakui bahwa dia bertemu Zainul Majdi atau akrab disapa Tuan Guru Bajang (TGB) pada 13 Mei 2018. Namun, ia membantah adanya pembicaraan terkait penanganan kasus. Firli mengaku sudah sejak lama mengenal TGB. Saat ia masih menjabat sebagai Kapolda NTB, anak TGB yang bernama Aza juga telah akrab dengannya.

--- Simon Leya

Komentar