Breaking News

LINGKUNGAN HIDUP Masyarakat Ende Bersatu Tolak Proyek Geothermal 06 Jun 2025 02:21

Article image
Masyarakat Ende Bersatu dalam aksi damai menolak Proyek Geothermal di Flores umumnya dan di Ende khususnya. (Foto: FP)
Menurut Romo Edi, kebijakan tersebut perlu ditinjau karena Pulau Flores yang berada dalam kawasan cincin api (ring of fire) termasuk Ende, topografinya gunung-gunung, sedikit menyisahkan lahan untuk pertanian dan pemukiman penduduk.

ENDE, IndonesiaSatu.co-- Ribuan masyarakat Kabupaten Ende yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Peduli Lingkungan Hidup, menggelar Aksi Damai bertepatan dengan peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia, Kamis (5/6/2025).

Ribuan massa aksi yang meliputi kaum biarawan-biarawati, organisasi masyarakat, kelompok kategorial, serta perwakilan umat dari 39 paroki dan stasi di Kevikepan Ende, Keuskupan Agung Ende, bersatu dalam sikap menolak proyek panas bumi (geothermal) di wilayah Kevikepan Ende sebagai seruan nurani untuk menyelamatkan bumi dan lingkungan dari ancaman eksploitasi.

Aksi tersebut juga merujuk pada kebijakan Pemerintah Pusat melalui Keputusan Menteri ESDM Nomor: 2268K/30/MEM/2017 yang telah menetapkan Pulau Flores sebagai pulau panas bumi.

Untuk Kabupaten Ende, saat ini ada lima titik baru yang masuk dalam rencana pembangunan proyek geothermal; yaitu Kombandaru, Detusoko, Jopu, Ndori dan Lesugolo, selain satu titik yang sudah dibangun beberapa tahun lalu yakni di wilayah Sokoria yang dikelola oleh PT Sokoria Geothermal Indonesia (SGI).

Aksi damai menolak Geothermal itu mengambil titik star di Gereja Paroki Mautapaga, jalan Gatot Soebroto, Ende.

Massa aksi kemudian berjalan kaki menuju gedung DPRD Ende di jalan El Tari, Ende dan dilanjutkan menuju Kantor Bupati Ende.

Masa aksi membawa sejumlah spanduk berisi penolakan terhadap proyek geothermal di wilayah Keuskupan Agung Ende umumnya dan di Kabupaten Ende khususnya.

Gerakan Bersama Jaga Ekosistem

Vikep Ende, Keuskupan Agung Ende, RD. Frederikus Dopo, Pr, kepada wartawan mengatakan bahwa ketika dunia memperingati hari Lingkungan Hidup, Gereja Keuskupan Agung Ende juga mengambil bagian melakukan gerakan.

Menurut Romo Edi Dopo, Gereja mengambil bagian melakukan gerakan karena menginginkan masyarakat Ende merefleksikan tentang pentingnya merawat lingkungan hidup sebagai tanggung jawab moral menjaga keutuhan ciptaan.

"Lingkungan hidup yang diperjuangkan tidak sebatas masalah sampah, tetapi kerusakan yang terjadi karena ulah manusia. Poin ini yang kita perjuangkan bersama seluruh elemen masyarakat yang ada di wilayah ini," ungkap Romo Edi.

Salah satu poin tuntutan dalam aksi tersebut yakni agar para wakil rakyat (DPRD) dan pemerintah daerah melihat kembali SK Menteri ESDM yang telah menetapkan Pulau Flores sebagai Pulau Panas Bumi.

Menurut Romo Edi, kebijakan tersebut perlu ditinjau karena Pulau Flores yang berada dalam kawasan cincin api (ring of fire) termasuk Ende, topografinya gunung-gunung, sedikit menyisahkan lahan untuk pertanian dan pemukiman penduduk.

"Dampak dari pengeboran panas bumi ini akan merusak stabilitas tanah sehingga mengganggu kehidupan penduduk," terangnya.

Sementara dari aspek mata pencaharian, lanjutnya, hampir 80% penduduk Ende dan Keuskupan Agung Ende adalah petani sehingga sangat bergantung pada alam, tanah, air serta hutan.

Selain itu, dari aspek sosial budaya, seluruh aktivitas sosial budaya yang terjadi di setiap kampung selalu berkaitan erat dengan tanah dan alam.

"Sedangkan dari aspek ekonomi, kami melihat dan mendengarkan dari masyarakat, proyek geothermal ini sangat berdampak pada kerusakan tanaman umur panjang yang menjadi kekhasan masyarakat, juga sumber mata air menjadi sangat terbatas," bebernya.

"tu yang kita perjuangkan dan kami tawarkan energi baru dan terbarukan itu tidak hanya geothermal," sambungnya.

Romo Edi mengatakan bahwa Gereja tidak menolak geothermal, tetapi untuk konteks Flores, khususnya Keuskupan Agung Ende, geothermal kurang tepat. 

Menurutnya, ada solusi lain energi baru dan terbarukan; air, angin, matahari, juga biomassa.

“Kami tidak anti listrik, jangan salah persepsi. Kita tidak anti listrik, tetapi mau mengajak agar setiap kebijakan pembangunan tidak mengganggu ekosistem sosial, budaya dan ekonomi, serta yang paling penting adalah persatuan dan kesatuan masyarakat," tandasnya.

--- Guche Montero

Komentar