Breaking News

OPINI Mengapa Baru Sekarang RK Masuk Parpol? 21 Jan 2023 10:48

Article image
Justin Djogo, Direktur Eksekutif Forum Dialog Nusantara. (Foto: istimewa)
Target Golkar bisa saja meleset dalam menempatkan AH sebagai capres, namun mungkin saja target RK untuk menjadi menteri atau bahkan cawapres menjadi kenyataan.

Oleh Justin Djogo


Meskipun tidak spektakuler namun cukup menimbulkan banyak teka-teki, terkait  masuknya  Ridwan Kamil (RK) atau lazim disapa Kang Emil ke Golkar pekan ini di tahun penuh ketidakpastian pencapresan, khususnya  bagi Golkar.

Ketua Umum Golkar (Ketum) Airlangga Hartarto (AH) masih jauh dari batas 'optimisme' elektabilitas agar bisa dicapreskan oleh Koalisi Indonesia Bersatu (KIB). Memang hasil survei bukan acuan utama bagi penentuan pencapresan.

Momen RK langsung diberi karpet merah menjadi Waketum Golkar tentu sebuah kejutan bagi publik namun juga bisa jadi tanpa sadar menimbulkan ketidaknyamanan di internal Golkar terkait kaderisasi dan slogan 'sakral' Golkar yakni PDLT. Hal ini bukan tanpa alasan, karena ada contoh terbaru adalah adegan 'loncat indah' Tuan Guru Bajang (TGB) Muhammad Zainul Majdi, mantan Gubernur NTB dua periode, yang berlabuh di parpol lain padahal belum genap dua tahun diberikan jabatan tinggi di Golkar.

Menjadi hak setiap orang untuk masuk keluar partai. Tidak dilarang berbuat seperti TGB dan tokoh lainnya. Seperti ada kekhawatiran atau  suara yang penuh tanda tanya: "Mestinya biarkan RK masuk Golkar tanpa karpet merah dan jabatan waketum karena di tahun-tahun belakangan ini kader militan Golkar dari DPP sampai DPD  sudah berjibaku memperjuangkan bendera Golkar agar makin berkibar dan menaikkan elektabilitas figur ketum-nya untuk pencapresan 2024." 

Kalaupun itu hanya sebatas seremoni penerimaan karena RK adalah tokoh birokrasi dan Gubernur Jabar, itu sah-sah saja. Tetapi mestinya tidak langsung diberi jabatan waketum. Ini pun tidak salah, karena elit Golkar sudah mempertimbangkan ketokohan RK dengan jabatan yang langsung disematkan kepadanya di detik-detik ketika RK diumumkan menjadi kader Golkar. Tidak lazim tapi inilah politik.

Namun, apakah RK nanti bisa menaikkan elektabilitas pencapresan AH dan menambah kantong suara Golkar? Itu seperti jauh pangggang dari api dan akan kita saksikan di beberapa bulan yang akan datang.

Bisa saja RK sangat yakin dengan keberhasilannya menjadi Walkot Bandung dan Gubernur Jabar. Ini pula yang membuat Golkar menaruh harapan besar di punggung beliau. Namun ketokohan RK sebagai Gubernur Jabar tidak serta merta paralel akan mendongkrak elektabilitas Ketum Golkar dan menambah kantong suara Golkar. Ada celetukan bahwa justru nanti elektabilitas RK-lah yang terus menanjak dan bisa saja menjauhi ketum-nya sendiri.

Apakah para elite Golkar tidak berprediksi seperti ini? Jika ini terjadi maka masuknya RK tidak berdampak signifikan bagi Ketum Golkar. Namun dari perspektif positif, masuknya RK justru akan meramaikan bintang baru di panggung politik elit Golkar.

Ada alternatif jika terjadi kebuntuan mencari tokoh internal Golkar untuk disandingkan dalam suksesi kepemimpinan nasional kelak. Lebih mulia lagi adalah sikap negarawan AH yang menerima RK dengan lapang dada, meskipun dari kalkulasi riil politik, RK adalah kompetitor Ketum Golkar.

Tapi, mari kita menatap sejenak riak politik di tahun 2023 yang sangat dilematis bagi parpol dan pimpinannya. Kalau mengamati latar belakang RK yang berpikir sangat pragmatis, ini adalah kekhasan RK  sebagai insinyur dan teknokrat birokrat pada umumnya. Karena itulah mengapa RK baru mau masuk parpol bernama Golkar.

Pragmatis karena memang persis di tahun politik yang sedang menimang capres dan cawapres. Bagi RK, walikota dan gubernur sudah diarungi. Mengapa tidak yang lebih tinggi lagi, minimal menjadi menteri di 2024?

Jika ternyata sampai April  2023, misalnya, hasil survei menunjukkan elektabilitas AH masih di urutan buntut dari kompetitornya dari parpol lain, apakah Golkar akan memecatnya karena di awal pernyataannya berjaket kuning, RK bersuara tegas dan nyaring bahwa RK akan berjuang menyukseskan pencapresan ketumnya AH.

Tentu tidak mungkin memecat RK. Karena, kita tidak bersandar pada hasil survei, namun tetap saja konstelasi politik zaman sekarang sudah sangat melekat dengan rekomendasi hasil survei. 

Kalau demikian maka yang diuntungkan adalah RK. Dia bisa jadi bintang baru  Golkar di panggung para elit muda berbarengan dengan Ketum AH, Zainudin Amali, Ilham Habibie, Ahmad Doli Kurnia, Agus Ginanjar Kartasasmita, Erwin Aksa, Dave Laksono, Jerry Sambuaga, dan lain-lain.

Target Golkar bisa saja meleset dalam menempatkan AH sebagai capres namun  mungkin saja target RK untuk menjadi menteri atau bahkan cawapres jadi kenyataan.

Tentu saja Golkar bersyukur jika RK malahan yang menjadi cawapres atau menteri kelak di 2024, karena RK sudah menjadi kader yang diberi karpet merah, meskipun baru seumur jagung di Golkar.

Patut dicatat, Jabar adalah provinsi dengan pemilih paling banyak di negara ini. Bukan tidak mungkin elektabilitas RK akan jauh melampaui Ketum Golkar sehingga parpol lain ramai-ramai melirik RK.

RK mau masuk Golkar bukan terutama untuk diusung menjadi Gubernur Jabar lagi. Karena menjadi Wallkot  Bandung dan Gubenur Jabar, terbukti RK tak perlu masuk parpol mana pun.

Kuat dugaan RK sengaja masuk atau 'dirayu' masuk Golkar untuk target alternatif yang lebih tinggi, menjadi menteri atau bahkan cawapres dari Golkar.

Tentu ini disadari dan sudah dikalkulasikan dengan baik oleh AH dan bahkan mungkin saja Presiden Jokowi. Karena Jokowi menurut publik selama ini pada pendirian ingin Ganjar Pranowo menjadi capres, meskipun tidak melalui PDI Perjuangan dengan kans terbesar cawapresnya dari Golkar.

Tentu saja sebagai parpol terbesar setelah PDI Perjuangan, jika PDI Perjuangan  tidak mencalonkan Ganjar maka  Jokowi bisa saja memanfaatkan KIB untuk mengusung Ganjar  sebagai capres dan wakilnya dari Golkar atau PPP atau PAN yang tergabung dalam KIB.

Meskipun PPP dan PAN saat ini terindikasi ragu mencalonkan AH menjadi capres dari KIB, bisa saja mereka sepakat merestui RK sebagai cawapres yang diusung oleh KIB. Toh, Golkar tetap berbesar hati meskipun AH tidak menjadi capres atau cawapres tetapi mengorbitkan bintang baru RK yang sudah berjaket kuning.


Kesimpulan

Bisa saja secara ekstrim dikatakan bahwa RK sulit mendongkrak elektabilitas Ketum Partai Golkar. Masuknya RK ke Golkar sebaliknya hanya untuk mendongkrak elektabilitas dirinya sendiri. Masuknya RK dengan karpet merah tanpa keringat menimbulkan ketidaknyamanan internal walaupun tidak kelihatan dan tidak terungkap ke publik.

RK dengan cara ini sangat diuntungkan. Kehadiran RK mungkin untuk menambah perolehan suara Golkar di Jabar, namun tidak menjadi jaminan bagi kenaikan elektabilitas AH dan Golkar.

Di sudut lain, publik menilai kenegarawan AH yang dengan lapang dada menerima RK yang justru adalah kompetitornya. Artinya, AH tidak semata berorientasi pada kekuasaan, tetapi pada eksistensi Golkar di panggung politik negara ini. 

Selamat memasuki tahun politik 2023 yang penuh strategi namun harus mengedepankan suasana persaudaraan dan solidaritas keindonesiaan.

Selamat bernaung di bawah pohon beringin dalam suka dan duka Golkar, Kang Emil.

 

Penulis adalah Direktur Eksekutif Forum Dialog Nusantara

Komentar