Breaking News

HUKUM Petrus Selestinus: Presiden Jokowi Harus Tempatkan Jaksa Agung yang Kompeten dan Negarawan 24 Aug 2019 10:04

Article image
Koordinator TPDI, Petrus Selestinus. (Foto: Dok. PS)
Kejaksaan bukan alat negara seperti halnya dengan Polisi atau TNI, melainkan pelaksana kekuasaan negara di bidang penegakan hukum dan keadilan.

JAKARTA, IndonesiaSatu.co-- Jaksa Agung pada periode lima tahun kepemimpinan Joko Widodo (Jokowi)-K.H Ma’ruf Amin diharapkan merupakan Jaksa Agung pilihan terbaik dari Jaksa-Jaksa yang berasal dari lingkungan Kejaksaan Agung. Jaksa Agung dimaksud, bukan hanya mampu menjalankan tugas dan tanggung jawabnya di bidang penuntutan, melainkan harus seorang negarawan yang benar-benar memahami cita-cita publik di bidang penegakan hukum dan keadilan.

Demikian hal itu diutarakan Petrus Selestinus di Bilangan Menteng, Jakarta Pusat dalam rilis kepada media ini, Jumat (23/8/19).

"Sebagai lembaga yang menjalankan kekuasaan negara di bidang penegakan hukum, maka Jaksa Agung haruslah berasal dari seorang Jaksa karir, berwatak negarawan dan berwawasan kebangsaan, karena Ia akan menjadi partner Presiden dalam melaksanakan kekuasaan negara menurut UUD 1945," nilai mantan Anggota KPKPN 2001-2004 ini.

Menurut Petrus, problem utama untuk mendapatkan seorang Jaksa Agung terbaik dari internal Kejaksaan adalah sulitnya mendapatkan sosok Jaksa terbaik yang memenuhi kriteria negarawan yang sesuai dengan harapan publik.

"Tidak mudah menemukan Jaksa yang kompeten dan negarawan, meskipun semua jaksa memiliki kualifikasi akademik dan syarat formil lainnya untuk menjadi Jaksa Agung.  Namun ketika syarat rekam jejak dan integritas moral menjadi pertimbangan utama, hal itu justru menjadi kendala utama," lanjut Koordinator TPDI ini.

Diterangkan, saat ini tengah terjadi perdebatan publik soal sosok Jaksa Agung dalam periode kepemimpinan Jokowi lima tahun ke depan.

Terdapat opsi untuk memilih Jaksa Agung dari luar (non karir), tetapi juga menguat opsi Jaksa Agung diambil dari internal Kejaksaan (Jaksa Karir).

Petrus berdalil, Jaksa Agung boleh diambil dari luar (non karir), bahkan disertai syarat tidak boleh dari kader Partai Politik, sekalipun Ia mantan Jaksa seperti halnya yang terjadi dengan H.M Prasetyo yang menjadi Jaksa Agung dari kader Partai Nasdem.

"Mencari Jaksa Agung dari Jaksa Karir yang saat ini masih menjabat atau pensiunan Jaksa, tidaklah mudah. Sebab, ada beberapa Jaksa yang rekam jejaknya bagus dan memiliki keberanian termasuk berani berbeda pendapat dengan Jaksa Agungnya sendiri, tetapi justru Jaksa-Jaksa yang berani seperti itu sering 'dimatikan' karirnya oleh Jaksa Agung dan dijadikan sebagai staf ahli tanpa diberi tugas atau mengemban tugas sebagai Jaksa fungsional hingga yang bersangkutan pensiun," kata Petrus.

Menurut Petrus, ada seorang Jaksa karir (Faried Harianto), seorang Jaksa yang berwatak keras, berprestasi baik dalam mengemban tugas bahkan berani berbeda pendapat dengan Jaksa Agungnya sendiri, namun justru dinonjobkan alias distafahlikan oleh Jaksa Agung. Padahal, jika melihat rekam jejak dan keberaniannya, maka sosok Jaksa seperti Faried Harianto inilah yang layak diusulkan atau masuk dalam radar Istana untuk dipertimbangkan menjadi Jaksa Agung ke depan.

Petrus beralasan, sosok Jaksa Faried Herianto layak dipertimbangkan menjadi Jaksa Agung, karena dinilai seorang Jaksa karir dan profesional yang meniti karir Jaksa dari bawah, bersih dan berani.

"Seorang Jaksa Agung harus berani dan tidak boleh merasa rendah diri di hadapan atasannya, karena Ia mengemban misi melaksanakan kekuasaan negara di bidang penegakan hukum dan keadilan. Kejaksaan bukan alat negara seperti halnya dengan Polisi atau TNI, melainkan pelaksana kekuasaan negara di bidang penegakan hukum dan keadilan. Oleh karena itu, Ia menjadi partner Presiden dalam melaksanakan kekuasaan negara," tandas Advokat senior PERADI ini.

 

--- Guche Montero

Komentar