A PHP Error was encountered
Severity: Notice
Message: Trying to get property of non-object
Filename: detail/index.php
Line Number: 6
RUU Masyarakat Adat Disahkan, Masyarakat Adat Jadi Subjek Pembangunan 09 Oct 2025 17:55
A PHP Error was encountered
Severity: Notice
Message: Trying to get property of non-object
Filename: detail/index.php
Line Number: 6

Selama ini masyarakat adat membangun sistem ekonomi yang berakar pada nilai-nilai budaya dan keberlanjutan lingkungan.
JAKARTA, IndonesiaSatu.co - Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat menggelar Diskusi Publik bertajuk “Ekonomi Kerakyatan dan Pengakuan Masyarakat Adat” di SleepLess Owl, Jakarta Selatan.
Kegiatan ini menghadirkan berbagai pemangku kepentingan, akademisi, ahli ekonomi, dan tokoh masyarakat adat untuk membahas peran krusial pengesahan RUU Masyarakat Adat dalam memperkuat ekonomi kerakyatan dan pembangunan berkelanjutan.
Koalisi menekankan bahwa RUU Masyarakat Adat telah lebih dari satu dekade tertunda di DPR RI, sehingga perlu segera dipercepat proses pembahasannya.
Abdon Nababan, perwakilan Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat, membuka diskusi dengan menyoroti pentingnya pengakuan terhadap sistem ekonomi berbasis nilai dan kelestarian lingkungan yang dijalankan oleh masyarakat adat.
Abdon menjelaskan selama ini masyarakat adat membangun sistem ekonomi yang berakar pada nilai-nilai budaya dan keberlanjutan lingkungan. Namun, sistem ini kerap berbenturan dengan model ekonomi ekstraktif yang merusak.
“Kami ingin RUU Masyarakat Adat disahkan agar masyarakat adat menjadi subjek pembangunan, bukan objeknya. Mereka tidak menolak investasi, selama tidak merusak tanah adat dan mereka dilibatkan dalam pengambilan keputusan,” tegas Abdon.
Perwakilan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Annas Raden Syarif, menambahkan bahwa masyarakat adat memiliki peran strategis dalam menopang ekonomi bangsa.
Menurutnya, masyarakat adat adalah pondasi bangsa ini. Mereka menjaga kebhinekaan sekaligus sumber daya alam dan potensi ekonomi daerah. Dari hasil pemetaan AMAN, terdapat lebih dari 1.000 komunitas masyarakat adat yang menguasai wilayah seluas 33,6 juta hektar. Satu wilayah adat saja bisa memiliki potensi ekonomi hingga Rp1 miliar.
“Pengakuan hak atas tanah adat dengan basis peta yang jelas akan mendorong tumbuhnya ekonomi lokal dan pembangunan berkelanjutan,” tambahnya.
Dari sisi parlemen, Sekretaris Fraksi PKS DPR RI, Ledia Hanifa Amaliah, menyambut baik inisiatif diskusi ini.
Ia menekankan pentingnya kejelasan definisi masyarakat adat agar tidak menimbulkan tumpang tindih klaim.
“RUU ini harus memberi definisi yang jelas dan adil. Masyarakat adat telah hidup ratusan tahun sebelum adanya klaim administratif. Selain itu, potensi ekonomi masyarakat adat sangat besar dan perlu diberdayakan melalui kebijakan yang berpihak,” ungkap Ledia.
Ekonomi Masyarakat Adat Lebih Inklusif dan Kolektif
Sementara itu, Direktur Ekonomi CELIOS, Nailul Huda, mengingatkan bahwa kebijakan ekonomi harus berpihak dan tidak menambah ketidakpastian bagi masyarakat adat.
Sistem ekonomi ekstraktif negara saat ini tidak berkelanjutan. Ekonomi masyarakat adat justru lebih inklusif dan kolektif, seperti melalui pariwisata berbasis komunitas.
”Dalam sistem kapitalis, tenaga manusia disebut labour; dalam sistem adat, mereka bagian dari komunitas. Nilai komunitas ini bisa menjadi dasar baru dalam menghitung ekonomi berbasis masyarakat adat,” kata Huda.
Ia menambahkan bahwa mempertahankan ekonomi ekstraktif hanya akan merugikan bangsa sendiri. “Kita harus beralih ke model ekonomi yang inklusif, baik bagi manusia maupun alam,” tegasnya.
Anggota DPR RI Fraksi PKS, Riyono, turut menegaskan komitmen partainya untuk mengawal proses legislasi RUU ini.
“Naskah akademik sudah ada dan telah diajukan ke DPR. Namun, karena belum dibahas bersama pemerintah, RUU ini tidak bisa di-carry over. Kita harus memperjuangkan pembahasan lintas partai dan lintas pendekatan. PKS berkomitmen mengawal agar RUU Masyarakat Adat segera disahkan,” ujarnya.
Guru Besar Universitas Padjadjaran, Prof. Dr. Zuzy Anna, menyoroti pentingnya penguatan institusi adat sebagai modal ekonomi.
Masyarakat adat memiliki nilai dan produktivitas yang luar biasa, meskipun belum tercatat dalam sensus ekonomi. Jika diukur dengan standar UMR, penghasilan mereka bahkan bisa lebih tinggi.
”Kekuatan utama masyarakat adat terletak pada institusi sosial mereka — inilah deep determinant ekonomi masyarakat adat,” jelas Zuzy.
”Penguatan institusi adat akan memperkuat kemampuan mereka untuk menciptakan nilai ekonomi secara berkelanjutan,” lanjutnya.
Sebagai penutup, seluruh narasumber dan Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat menegaskan komitmen untuk terus mengawal proses legislasi hingga RUU Masyarakat Adat disahkan menjadi undang-undang.
Mereka sepakat memperkuat advokasi lintas fraksi dan memperluas dukungan publik agar pengakuan hak-hak masyarakat adat tidak hanya menjadi instrumen hukum, tetapi juga landasan bagi ekonomi kerakyatan dan keberlanjutan nasional. *
--- F. Hardiman
Komentar