Breaking News

EKONOMI Surplus Nonmigas Dongkrak Neraca Dagang, Defisit Migas Masih Jadi Tantangan 05 Dec 2025 08:41

Article image
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), surplus perdagangan periode tersebut mencapai US$2,39 miliar, melanjutkan tren surplus pada September 2025 yang tercatat US$4,34 miliar.

JAKARTA, IndonesiaSatu.co — Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatat kinerja positif pada Oktober 2025. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), surplus perdagangan periode tersebut mencapai US$2,39 miliar, melanjutkan tren surplus pada September 2025 yang tercatat US$4,34 miliar. Bank Indonesia menilai capaian tersebut menjadi fondasi penting dalam menjaga ketahanan eksternal di tengah dinamika global.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Ramdan Denny Prakoso, menegaskan bahwa keberlanjutan surplus perdagangan memberi ruang stabilitas yang lebih kuat bagi perekonomian nasional.
“Surplus perdagangan yang berlanjut merupakan sinyal positif bagi ketahanan eksternal Indonesia. Ini membantu memperkuat stabilitas neraca pembayaran dan mendukung prospek ekonomi ke depan,” ujarnya.

Ramdan juga menekankan bahwa Bank Indonesia akan terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan otoritas lain untuk menjaga momentum tersebut.
“BI terus memperdalam sinergi kebijakan untuk memastikan ketahanan eksternal semakin kuat dan pertumbuhan ekonomi tetap berkelanjutan,” tambahnya.

Surplus Nonmigas Jadi Penopang Utama, Ekspor SDA dan Manufaktur Tetap Solid
Surplus neraca perdagangan pada Oktober 2025 terutama didorong oleh kinerja positif sektor nonmigas, yang mencatat surplus sebesar US$4,31 miliar. Ekspor nonmigas mencapai US$23,34 miliar, ditopang oleh komoditas berbasis sumber daya alam dan produk manufaktur berorientasi ekspor.

Ramdan menjelaskan bahwa kombinasi kekuatan komoditas primer dan manufaktur menunjukkan struktur ekspor Indonesia yang semakin beragam.
“Ekspor nonmigas didorong oleh produk berbasis SDA seperti minyak nabati, bahan bakar mineral, serta produk manufaktur seperti mesin, perangkat elektrik, dan produk kimia. Ini memperlihatkan ketahanan struktur ekspor Indonesia,” jelasnya.

Dari sisi negara tujuan, Tiongkok, Amerika Serikat, dan India tetap menjadi penyerap terbesar produk ekspor Indonesia. Ramdan menyebut hal ini sebagai indikator kuatnya hubungan dagang strategis Indonesia dengan mitra utama.
“Permintaan dari negara-negara utama tetap solid dan menjadi kontributor signifikan,” kata Ramdan.

Defisit Migas Melebar, Impor Meningkat di Tengah Turunnya Ekspor

Di tengah kuatnya surplus nonmigas, neraca perdagangan migas mencatat defisit sebesar US$1,92 miliar pada Oktober 2025, lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya. Kondisi ini dipicu oleh meningkatnya impor migas di saat ekspor migas menurun.

Ramdan menilai dinamika pada komponen migas harus diantisipasi dengan langkah strategis lintas kementerian dan lembaga.
“Kenaikan impor migas di tengah penurunan ekspor perlu dikelola dengan bauran kebijakan yang komprehensif. Namun secara keseluruhan, surplus nonmigas masih mampu menutup defisit migas dengan baik,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa BI terus memonitor perkembangan perdagangan global, harga komoditas energi, serta dinamika geopolitik yang dapat memengaruhi neraca migas ke depan.
“Kami mengantisipasi volatilitas global dengan strategi yang adaptif untuk menjaga stabilitas eksternal,” tutur Ramdan.

BI Pastikan Sinergi Kebijakan Berlanjut 

Bank Indonesia menilai keberlanjutan surplus perdagangan menjadi modal penting dalam menghadapi ketidakpastian global pada 2026. Ramdan memastikan bahwa bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan pendalaman pasar keuangan akan terus diperkuat.

“Sinergi kebijakan adalah kunci. BI bekerja erat dengan pemerintah dan otoritas lain untuk menjaga keseimbangan antara stabilitas dan pertumbuhan,” tegasnya.

Ramdan juga optimistis bahwa tren positif perdagangan akan terus berlanjut jika dukungan kebijakan dan daya saing ekspor dijaga.

“Dengan koordinasi yang solid, ekspor yang kuat, dan pengelolaan risiko yang baik, kami percaya ketahanan eksternal Indonesia akan semakin kokoh memasuki 2026,” tutupnya. ***

--- Sandy Javia

Komentar