Khartoum ‘sangat’ membutuhkan bantuan medis untuk puluhan orang yang terluka dalam serangan pesawat tak berawak di selatan ibu kota, dan tidak ada gencatan senjata yang terlihat.

KHARTOUM, IndonesiaSatu.co -- Serangan pesawat tak berawak (drone) di pasar terbuka di selatan ibu kota Sudan, Khartoum, telah menewaskan sedikitnya 40 orang, kata para aktivis dan pekerja medis, ketika militer dan Pasukan Dukungan Cepat atau Rapid Support Forces (RSF) paramiliter bertempur untuk menguasai negara tersebut.

Dikutip dari Al Jazeera (10/9/2023), setidaknya 70 orang lainnya terluka dalam serangan di lingkungan Mayo di Khartoum pada hari Minggu (10/9/2023), demikian menurut komite perlawanan dan dua petugas kesehatan di Rumah Sakit Universitas Bashair, tempat para korban dirawat. Banyak dari mereka memerlukan amputasi.

Kelompok tersebut mengunggah rekaman di media sosial yang menunjukkan mayat-mayat dibungkus kain putih di halaman terbuka rumah sakit.

Melaporkan dari Khartoum, Hiba Morgan dari Al Jazeera mengatakan serangan pesawat tak berawak itu dilakukan oleh tentara Sudan.

Dia mengatakan tidak jelas apakah semua korban adalah warga sipil, namun “ada kebutuhan mendesak akan bantuan medis bagi mereka yang terluka”.

Penembakan tanpa pandang bulu dan serangan udara oleh kedua faksi telah menjadi hal biasa dalam perang di Sudan, yang telah menjadikan wilayah Khartoum menjadi medan pertempuran.

Tidak ada akhir yang terlihat
Menurut Morgan, masih belum ada pembicaraan antara RSF dan tentara Sudan setelah hampir lima bulan konflik.

Dalam salah satu tur inspeksinya ke kamp-kamp militer di seluruh negeri, Panglima Angkatan Darat Sudan Jenderal Abdel Fattah al-Burhan mengatakan tentara menyambut baik inisiatif termasuk Forum Jeddah, namun mereka tidak akan membiarkan “campur tangan apa pun yang tidak dapat diterima”.

“Inisiatif-inisiatifnya sudah ada… namun ketika kenyataan di lapangan, tidak ada kemajuan,” kata Morgan, seraya menambahkan bahwa, selama dua bulan terakhir, belum ada gencatan senjata antara pihak-pihak yang bertikai untuk memberikan kelonggaran terhadap konflik. orang Suda.

Sudan telah diguncang kekerasan sejak pertengahan April, ketika ketegangan antara militer negara tersebut, yang dipimpin oleh al-Burhan, dan RSF, yang dipimpin oleh Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo, berubah menjadi pertempuran terbuka.

Bentrokan kemudian menyebar ke beberapa wilayah di negara itu. Di wilayah Khartoum yang lebih besar, yang meliputi kota Khartoum, Omdurman dan Khartoum Utara (Bahri), pasukan RSF telah menyita rumah-rumah warga sipil dan mengubahnya menjadi pangkalan operasional.

Militer menanggapinya dengan mengebom daerah pemukiman, kata kelompok hak asasi manusia dan aktivis.

Di wilayah Darfur bagian barat – yang menjadi lokasi kampanye genosida pada awal tahun 2000an – konflik telah berubah menjadi kekerasan etnis, dengan RSF dan milisi Arab sekutunya menyerang kelompok etnis Afrika, menurut kelompok hak asasi manusia dan PBB.

Berdasarkan angka PBB pada bulan Agustus, konflik tersebut telah menewaskan lebih dari 4.000 orang. Namun, jumlah korban sebenarnya hampir pasti jauh lebih tinggi, kata para dokter dan aktivis.

Jumlah pengungsi internal meningkat hampir dua kali lipat sejak pertengahan April hingga mencapai setidaknya 7,1 juta orang, menurut badan pengungsi PBB. 1,1 juta lainnya adalah pengungsi di negara-negara tetangga. ***

--- Simon Leya