Breaking News

HANKAM Tepi Indonesia: Tragedi Affan Harus Jadi Momentum Menuntut Perubahan Nyata 29 Aug 2025 20:36

Article image
Helm ojek online. (Foto: femindonesia.com)
Tragedi yang menimpa Affan Kurniawan memperlihatkan betapa demokrasi Indonesia berada dalam kondisi kritis.

JAKARTA, IndonesiaSatu.co  - Berbagai elemen masyarakat menggelar aksi unjuk rasa untuk menyuarakan keresahan dan aspirasi rakyat sejak awal pekan. Aksi massa ini awalnya dipicu oleh tunjangan fantastis oleh anggota DPR RI dan respons serta perilaku beberapa anggota DPR yang cenderung melecehkan rakyat.

Namun, aksi yang sah secara konstitusional tersebut justru direspons dengan tindakan represif aparat kepolisian. Puncaknya, tindakan brutal aparat kepolisan itu menelan korban jiwa: seorang pengemudi ojek online bernama Affan Kurniawan harus tewas setelah ditabrak secara keji oleh kendaraan taktis Brimob. Video peristiwa tragis ini telah beredar luas di media sosial.

Seperti diberitakan, Affan bukanlah peserta aksi, melainkan sedang menjalankan tugasnya mengantar pesanan konsumen. Ia kehilangan nyawa akibat tindakan aparat yang semestinya melindungi, namun justru bertindak sewenang-wenang.

Komite Pemilih Indonesia mengecam keras tindakan aparat kepolisian yang kembali menampilkan wajah otoritarian, jauh dari prinsip demokrasi, penghormatan terhadap hak asasi manusia, serta perlindungan terhadap martabat warga negara.

”Insiden ini bukanlah kasus yang berdiri sendiri, melainkan bagian dari pola panjang tindakan represif kepolisian terhadap gerakan rakyat. Situasi ini semakin menegaskan bahwa kepolisian kian arogan dan gagal menjalankan fungsi utamanya sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat,” ujar Koordinator Komite Pemilih Indonesia (Tepi Indonesia), Jeirry Sumampow melalui siaran pers di Jakarta, Jumat (29/8).

Menurut Jeirry, sudah saatnya dilakukan reformasi menyeluruh terhadap institusi kepolisian. Salah satu langkah mendesak adalah menempatkan kepolisian di bawah lembaga atau kementerian yang relevan, bukan lagi langsung di bawah Presiden.

”Penempatan langsung di bawah Presiden terbukti hanya memperkuat karakter kepolisian sebagai alat kekuasaan, bukan sebagai instrumen negara yang berpihak pada rakyat,” katanya.

Lebih jauh, tragedi yang menimpa Affan Kurniawan memperlihatkan betapa demokrasi Indonesia berada dalam kondisi kritis. DPR, yang semestinya menjadi representasi rakyat, justru memperlihatkan sikap abai dan tidak peka terhadap penderitaan masyarakat.

Alih-alih merasakan kesulitan rakyat, para anggota DPR hidup bergelimang fasilitas dan tunjangan fantastis, sebuah sikap elitis yang mencederai rasa keadilan publik dan mengkhianati esensi demokrasi.

Hal serupa juga tampak dalam berbagai kebijakan pemerintahan Presiden Prabowo yang lebih menguntungkan elit kekuasaan dan para pejabat daripada rakyat.

Menurut Jeirry, dengan dalih efisiensi, rakyat diminta berhemat, sementara para pejabat justru menikmati fasilitas dan tunjangan berlebihan. Kebijakan semacam ini hanya memperlebar jurang ketidakadilan sosial dan semakin mengikis kepercayaan publik terhadap negara.

 

Evaluasi Menyeluruh

Karena itu, kata Jeirry, Komite Pemilih Indonesia menegaskan, dalam kasus meninggalnya Affan Kurniawan, permintaan maaf dari kepolisian dan pemerintah memang patut dihargai, namun jelas tidak memadai.

”Permintaan maaf harus disertai langkah nyata berupa evaluasi menyeluruh, penindakan tegas terhadap pelaku, serta perubahan kebijakan yang mendasar agar tragedi serupa tidak kembali terulang. Pola lama di mana permintaan maaf dijadikan tameng tanpa ada perbaikan nyata harus segera dihentikan. Yang diperlukan adalah perubahan sikap, kebijakan, dan reformasi kelembagaan secara substansial,” katanya.

Dia mengatakan, brutalitas aparat, sikap elitis DPR, dan kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada rakyat adalah alarm keras bahwa demokrasi Indonesia berada pada jalur yang salah.

”Jika tidak segera dilakukan koreksi, maka masa depan demokrasi nasional akan semakin suram. Tragedi Affan Kurniawan harus menjadi momentum bersama untuk menuntut perubahan nyata,” ujarnya.

Sehubungan dengan itu, Komite Pemilih Indonesia menyerukan:

  1. Dilakukan investigasi independen atas kasus meninggalnya Affan Kurniawan serta mengadili pelaku melalui pengadilan terbuka.
  2. Segera melaksanakan reformasi kelembagaan kepolisian, termasuk menempatkan Polri di bawah lembaga atau kementerian yang relevan.
  3. DPR dan Pemerintah menghentikan gaya hidup mewah di tengah penderitaan rakyat—cabut seluruh bentuk tunjangan fantastis yang melukai rasa keadilan publik.
  4. Pemerintah menghentikan kebijakan yang berpihak pada elit dan pejabat, serta mengembalikan orientasi kebijakan sepenuhnya untuk kepentingan rakyat.
  5. Mewujudkan demokrasi yang substansial, di mana negara hadir untuk melindungi, menghormati, dan melayani rakyat. *

 

--- F. Hardiman

Komentar