Breaking News

REFLEKSI 'Di Doa Ibuku, Namaku Disebut' 14 Jun 2024 07:37

Article image
Ilustrasi. (Foto: Church News)
Di dalam hatiku saya percaya, apapun yang dicapai saat ini, meski mungkin belumlah seberapa, merupakan buah dari doa orang tua.

Oleh Valens Daki-Soo


Itu judul lagu rohani yang populer, dan menginspirasi saya menulis refleksi ini.

Beberapa tahun silam, saya beruntung mendapat kesempatan ikut mendampingi Pak Tomy Winata, pemilik dan pimpinan grup usaha Artha Graha Network (AGN), bertemu seorang tokoh nasional. Sang tokoh bertanya, "Pak Tom, apa gak pernah berminat masuk ke dunia politik ya?"

Pak TW, sapaan populer Pak Tomy Winata, menjawab, "Pak, ibu saya bercerita, sejak saya masih dalam kandungannya, ibu sering mengelus-elus perutnya dan berdoa agar anaknya kelak jadi 'toke'. Doa ibu saya sudah terkabul, Pak. Saya sudah jadi 'toke'. Gak perlu lebih dari itu lagi."

Toke (tauke) adalah sebutan untuk pedagang Tionghoa. Seperti doa ibundanya, setelah berjuang dari bawah karena lahir dari keluarga miskin dan sering harus menghadapi kerasnya hidup, TW kini sudah jadi toke, bahkan mungkin lebih daripada sekadar toke. Bisnisnya menggurita di berbagai sektor, dari perbankan hingga properti, dari jasa asuransi sampai perikanan. Jika Anda ke SCBD (Sudirman Central Business District), itulah kawasan yang dibangun dan dikelola PT Danayasa Arthatama, salah satu anak usaha AGN.

Dalam bentuk dan konteks berbeda-beda, namun dalam aliran 'sungai spiritual' yang sama bernama cinta, kita semua pasti mengalami dahsyatnya kekuatan doa, khususnya doa seorang ibu, doa orang tua kita.

Setiap ibu sejati mendoakan dan menginginkan yang terbaik untuk anaknya, tak hanya secara material, tetapi juga spiritual. Jika ada ibu yang tega berbuat jahat, entah ibu kandung atau ibu angkat, itu pasti bukan "ibu sejati".

Doa ibu. Betapa itu amat dirindukan setiap anak manusia. Membayangkan seorang ibu bersujud sambil air mata berlinang berdoa buat anaknya yang "nun jauh di rantau" membuat hati kita haru dan bahagia.

Ijinkan saya bercerita. Ibuku seorang perempuan hebat, yang melewatkan hari-harinya dengan bekerja dan terus bekerja. Dia tak pernah sempat sekolah tinggi-tinggi, samasekali tidak mengerti apa artinya 'teologi'. Tapi hatinya merekah dengan cinta berseri, kasih yang tak pernah usai, berdoa sepenuh hati, meski tangannya hanya bisa meniti butir demi butir kontas (semacam 'tasbih') Rosari.

Di dalam hatiku saya percaya, apapun yang dicapai saat ini, meski mungkin belumlah seberapa, merupakan buah dari doa orang tua. Segala perjuangan dan setiap tetes keringat jerih lelah yang dimahkotai dengan doa restu orang tua niscaya mendatangkan berkat.

Sungguh besar kekuatan doa orang tua. Mengapa? Karena mereka berdoa dengan cinta murni, tanpa embel-embel, tanpa syarat, tanpa pamrih pribadi. Itulah "unconditional love", cinta tak bersyarat yang sejati.

Jika boleh berpesan untuk adik-adik, para kader muda yang sedang duduk bangku kuliah, belajarlah sungguh dan berjuanglah hingga sukses. Jangan sia-siakan cinta, doa dan jerih lelah orang tua Anda. Mereka pasti siang-malam berpikir tentang Anda, bangga dengan Anda, bahagia karena Anda -- apalagi jika Anda benar-benar berupaya menunjukkan yang terbaik dari diri Anda.

"Di doa ibuku, namaku disebut". Ya, doa ibu, doa kedua orang tua, doa mereka semua yang mengasihi kita, adalah curahan energi terbesar dan terkuat yang disebut cinta.

Selayaknya cinta itu dibalas dengan cinta, dalam bentuk doa, kerja, perjuangan dan segala kebaikan yang bisa kita berikan.***

Penulis adalah peminat filsafat dan psikologi, pengusaha dan politisi, Pendiri & Pemimpin Umum IndonesiaSatu.co

Komentar