Breaking News

REFLEKSI Tuhan Tak Dapat Tuntas Dipahami 13 Oct 2024 15:24

Article image
Yakinilah ajaran agama Anda, tunduklah kepada perintah Tuhan, jauhi larangan-Nya, berbuat baiklah sebagai amal ibadahmu di dunia.

Oleh Valens Daki-Soo


Di bawah ini komen saya di sebuah grup FB menanggapi ocehan seorang ibu, kebetulan Muslim, tentang Yesus:
---------------
Bu, ucapan/pertanyaan Anda mencerminkan ketidaktahuan (istilah Logika: ignorantia) Anda.
Kadang ketidaktahuan itu nyaris identik dengan kebodohan.
Kami butuh waktu belajar Filsafat dan Teologi bertahun-tahun untuk memahami hakikat dan eksistensi Allah serta mencari jawaban atas setiap pertanyaan baik yang serius-cerdas-mendalam maupun yang "lugu" dan 'ignorant' seperti Ibu.

Baca banyak Bu, baru bertanya. Itupun mungkin tak dapat menjawab semua pertanyaan. Banyak hal dari ada-Nya Tuhan tak dapat dicerna tuntas oleh akal budi manusia. Itu sebabnya akal budi memberi tempat atau ruang yang namanya "Iman" (Faith).

Salam sehat dan sejahtera.
------------------

Begini, para kerabatku.
Jika Anda menganggap Tuhan atau Allah dapat dimengerti total, itu adalah kesalahan fatal. "Ada" (esse)-Nya memang bisa ditelaah dari segala sudut pandang. Pertanyaan tentang Tuhan adalah pertanyaan abadi, masalah yang tak pernah selesai diurai. Banyak filsuf, teolog maupun pakar lintas-ilmu mencoba merefleksikan dan mencari jawaban. Namun, begitulah, jika Allah bisa dipahami secara mutlak dan final, itu bukan Allah lagi.

Sebenarnya, untuk mudahnya bicara, yang ada dalam otak manusia adalah konsep tentang Tuhan. Sebagai konsep dia terbatas. Maksudnya konsep itu terbatas dan pendek daya jangkaunya. Secara konseptual manusia coba mendekati kebenaran tentang Tuhan, namun karena keterbatasan pikirannya manusia menyadari mesti ada jalan lain untuk agak sedikit lebih bisa mengerti tentang Tuhan. Itulauh "jalan iman", kendati iman yang "sehat dan baik" adalah iman yang dapat dipertanggungjawabkan secara rasional.

Salah satu soal dalam pergumulan intelektual manusia adalah ini: Setiap pertanyaan (tentang Allah) dapat dtanggapi dengan suatu/berbagai jawaban, yang akan memunculkan suatu/berbagai pertanyaan baru, dan akan melahirkam suatu/berbagai jawaban baru, yang selanjutnya menetaskan suatu/berbagai pertanyaan lain dan dapat direspons dengan suatu/berbagai jawaban lain lagi.

Baiklah, mungkin status saya ini memusingkan bagi kerabat yang enggan berpikir serius. Tak masalah. Juga mungkin ditertawakan oleh kalangan penganut agama tertentu yang begitu/terlampau yakin bahwa kitab sucinya dapat menjamin kebenaran mutlak dari ajaran agamanya tentang Tuhan. Tak masalah juga.

Kalau kita kritis, kita dapat bertanya kepada mereka yang terlampau yakin itu: atas dasar (si)apa Anda meyakini bahwa hanya agama Anda yang mutlak benar?
Siapa? Nabi? Guru? Atau (si) apa lagi?
Kalau saya pertanyakan apa sumber legitimasi dan dasar validasi anggapan Anda itu, apa jawaban Anda?

Nah, paling Anda akan menjawab, "Ya, saya haqqul yaqin akan kebenaran iman kami."
Ya, kalau begitu tidak perlu mempertanyakan kebenaran iman orang lain.
Yakinilah ajaran agama Anda, tunduklah kepada perintah Tuhan, jauhi larangan-Nya, berbuat baiklah sebagai amal ibadahmu di dunia.

Selesai di sini ya.
Saya tidak mau mengusik kedamaian hati Anda dan menganggu rileksnya akhir pekan Anda.

Namun, jangan lupa intinya: akal budi kita terlampau sederhana untuk memahami Tuhan yang tak terbatas.***

Penulis adalah peminat filsafat dan psikologi, pengusaha dan politisi, Pendiri & Pemimpin Umum IndonesiaSatu.co

Komentar