Breaking News

LINGKUNGAN HIDUP Atasi Kerusakan Lingkungan, Menag: Perlu Pendekatan Teo-ekologi 09 Dec 2025 17:36

Article image
Menteri Agama (Menag) RI, Nasaruddin Umar saat mengunjungi Kantor Wilayah Kemenag Jawa Tengah. (Foto: Kompas.com)
Nasaruddin menjelaskan bahwa doktrin agama cenderung lebih mudah diterima masyarakat ketika dikaitkan dengan isu lingkungan.

SEMARANG, IndonesiaSatu.co-– Menteri Agama (Menag) RI, Nasaruddin Umar, mendorong agar isu kerusakan lingkungan disampaikan melalui pendekatan teoekologi, yakni pendekatan teologis dalam membahas ekologi, dengan menggunakan bahasa agama.

Menurut Nasaruddin, cara tersebut lebih efektif dalam mengajak masyarakat memahami dan menjaga lingkungan. 

Nasaruddin mengungkapkan bahwa konsep teoekologi telah ia kenalkan sejak awal dirinya menjabat sebagai Menteri Agama.

“Saya melihat bahwa problem besar bangsa bahkan dunia di masa depan yakni problem lingkungan hidup. Nah, tidak mungkin bisa melakukan pemeliharaan lingkungan hidup dengan menggunakan bahasa politik, bahasa birokrasi. Tapi yang paling efektif itu adalah menggunakan bahasa agama,” ungkapnya di Kantor Wilayah Kemenag Jawa Tengah, Senin (8/12/2025) melansir Kompas.com

Bahasa Agama Lebih Efektif

Nasaruddin menjelaskan bahwa doktrin agama cenderung lebih mudah diterima masyarakat ketika dikaitkan dengan isu lingkungan. 

"Nilai pahala dan dosa dapat menjadi instrumen kuat untuk membangun kesadaran kolektif. Misalnya, kita dapat pahala kalau merawat lingkungan, dan berdosa kalau kita merusak lingkungan. Jadi kalau konsep dosa/pahala ini dipakai untuk memelihara lingkungan, itu akan lebih efektif daripada bahasa-bahasa hukum,” kata Menag. 

Padahal, lanjut Menag, regulasi terkait perusakan lingkungan hidup sudah tersedia, tetapi pelanggaran tetap terjadi. 

"Kalau agama yang memberikan teguran, ‘Ini dosa kalau kita melakukan seperti ini’. Inilah pentingnya menggunakan bahasa agama dalam rangka memelihara lingkungan hidup,” imbuhnya.

Menag Nasaruddin juga memaparkan konsep makrokosmos. 

Dijelaskan, langit dan bumi digambarkan sebagai pasangan yang melahirkan makhluk hidup, sehingga alam seharusnya tidak diperlakukan hanya sebagai objek. 

“Maka, merusak tanaman, merusak lingkungan, atau melakukan pembiaran terhadap musnahnya, apalagi dengan sengaja membakar, tentu bapak kandungnya marah, ibu kandungnya marah. Dalam hal ini kita perlu belajar pada tradisi ini. Tidak boleh sembarangan menebang,” tuturnya. 

Terkait bencana banjir dan longsor yang terjadi di Sumatera, Nasaruddin menyebut bahwa sejumlah fasilitas keagamaan dan madrasah mengalami kerusakan. 

Kementerian Agama telah menyalurkan bantuan secara bertahap. Ia memastikan pemerintah akan membantu pemulihan madrasah yang terdampak sesuai kemampuan anggaran yang tersedia.

--- Guche Montero

Komentar