Breaking News

LINGKUNGAN HIDUP Hentikan Serakahnomic, Wujudkan Ekonomi yang Berkeadilan 06 Dec 2025 17:12

Article image
"Darurat Kedaulatan dan Darurat Bencana Lingkungan di Indonesia" yang diselenggarakan POROS Jakarta Raya. (Foto: Ist)
Meskipun deforestasi sudah ada sejak era Orde Baru namun laju penggundulan hutan yang lebih masif lagi terjadi selama 10 tahun pemerintahan Joko Widodo (Jokowi).

JAKARTA, IndonesiaSatu.co  - Terjadinya banjir bandang yang menenggelamkan sejumlah kabupaten di Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat merupakan bukti sahih bahwa Serakahnomic lebih banyak mendatangkan kerugian ketimbang manfaatnya.

Demikian benang merah diskusi bertajuk "Darurat Kedaulatan dan Darurat Bencana Lingkungan di Indonesia" yang diselenggarakan POROS Jakarta Raya. Diskusi yang diadakan di Kedai Tempo Jakarta pada 3 Desember 2025, dihadiri oleh para aktivis mahasiswa tahun 1980-an sampai 2020-an.

Diskusi yang dimoderatori Teddy Wibisana itu menghadirkan dua aktivis senior masing-masing Standarkia Latief dan Bob Rinaldi Randilawe, sebagai narasumber.

Dalam pengantarnya Teddy mengungkapkan bahwa menjaga kedaulatan bangsa tidak cukup dengan meningkatkan anggaran militer. Pasalnya, menurutnya, potensi ancaman kedaulatan di Indonesia lebih banyak muncul dari dalam negeri, yaitu dari para elit dan pelaku usaha yang serakah.

"Anggaran pertahanan kita naik 47 persen, yang berarti mengurangi anggaran untuk pelayanan publik. Tapi akhirnya kita tidak berdaya menghadapi bencana ekologi akibat keserakahan pejabat dan pengusaha perambah hutan. Bahkan konyolnya kita kaget sendiri saat ada bandara IMIP beroperasi tanpa adanya otoritas negara," ujar Teddy.

Dalam paparannya Standarkia menyebut banjir bandang yang terjadi di Sumatera sebagai akibat deforestasi yang tidak terkendali. Meskipun deforestasi sudah ada sejak era Orde Baru namun laju penggundulan hutan yang lebih masif lagi terjadi selama 10 tahun pemerintahan Joko Widodo (Jokowi).

Lebih parah lagi, beber Kiaa – sapannya - pemerintahan Jokowi memberikan karpet merah kepada oligark berupa UU Omnibus Law yang memudahkan segelintir orang kaya mengeruk kekayaan sumberdaya alam tanpa kendali.

Itu pula yang disebutnya sebagai akar tragedi dan kekacauan yang terjadi di awal pemerintahan Presiden Prabowo, sebut saja persoalan banjir bandang yang menggelontorkan jutaan kubik kayu gelondongan dari hutan ke permukiman warga.

Sialnya lagi, imbuh Kiaa, besarnya utang luar negeri pemerintahan Jokowi membuat pemerintahan Prabowo ngos-ngosan untuk membiayai program kerjanya. Ruang fiskal yang sangat sempit membuat status darurat bencana nasional tidak segera diumumkan. Padahal  BNPB merilis data terbaru total korban meninggal dunia 865 orang dan 463 orang masih hilang. Pengungsi mencapai 836 ribu orang yang membutuhkan logistik, sanitasi, air bersih, listrik dan obat-obatan.

Selain menyoroti tragedi lingkungan di Acah, Sumut dan Sumbar, aktivis yang pernah memimpin Badan Koordinasi Mahasiswa Jakarta (BKMJ) pada awal 1990-an juga menyebut apa yang terjadi di Bandara IMIP adalah darurat kedaulatan yang begitu telanjang dipertontonkan oleh pemerintahan Jokowi.

Bandara IMIP, tandas Kiaa, yang tidak bisa diakses imigrasi dan bea cukai, diduga telah mendatangkan ratusan tenaga kerja asing secara gelap dengan tujuan memuluskan penyelundup jutaan ton nikel ke negeri tirai.

Kiaa mengingatkan, almarhum Faisal Basri pernah mendapatkan data besarnya impor nikel dari Indonesia yang jumlahnya jauh lebih banyak dari data ekspor Indonesia ke China.

"Banjir bandang di Sumatera adalah kejahatan lingkungan yang tidak bisa dimaafkan, begitu juga bandara IMIP sudah dijadikan sebagai sarana pencurian sumber daya alam yang luar biasa ganasnya. Untuk itu tangkap semua pelaku kejahatan dan tidak melakukan impunitas  yang mencederai rasa keadilan kita sebagai sebuah bangsa," desak Kiaa.

 

Selama Pemerintahan Jokowi Semua Prosedur Terkait Lingkungan Diterabas

Sedangkan Bob Rinaldi Randilawe, aktivis seangkatan Kiaa yang menyelesaikan magister lingkungan di Universitas Indonesia (UI) menyebut terjadinya banjir bandang itu sebagai bencana ekologi yang disebabkan oleh serakahnomic.

Pembalakan liar hutan di sepanjang bukit barisan sudah begitu massif, bahkan merambah ke cagar alam. Namun hal tersebut tidak diimbangi upaya-upaya konservasi yang memadai sehingga terjadi bencana lingkungan yang begitu dahsyat belakangan ini.

Banyak negara, ujar Bob, melakukan deforestasi. Tapi sebut saja RRC cepat recovery, tebang satu tanam seribu sehingga kelestarian terjaga. Tapi di Indonesia, tidak sedikit penambang legal maupun ilegal menjarah daerah aliran sungai (DAS) yang mestinya bebas dari eksploitasi. Kondisi itu diperparah dengan masifnya pembalakan hutan di daerah hulu sehingga keseimbangan lingkungan terganggu.

Selama pemerintahan Jokowi, lanjut Bob, semua prosedur terkait lingkungan diterabas dengan tidak dilakukannya Amdal secara benar melalui UU Omnibus Law yang meskipun sekarang sudah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi.

Terkait bencana banjir yang menenggelamkan sejumlah kabupaten di Sumatera, Bob menyerukan adanya audit lingkungan yang menyeluruh serta memberikan sanksi yang tegas kepada pihak-pihak yang terlibat dalam perusakan lingkungan, baik pejabat, perseorangan maupun korporat.

Bob juga menyerukan moratorium pembalakan hutan di Sumatera dan daerah-daerah lain di Indonesia. “Serta melakukan penjagaan lingkungan yang berkesinambungan dengan melibatkan masyarakat luas, khususnya masyarakat sekitar hutan yang selama ini terpinggirkan,” ujarnya. *

--- F. Hardiman

Komentar