Breaking News

INSPIRASI Mama Bamboo & Inspirasi Baru dari Osaka Expo 2025 02 Jun 2025 11:32

Article image
Kisah Mama Bamboo adalah cermin bahwa perempuan dari daerah terpencil pun mampu menjadi agen perubahan global.

OSAKA, IndonesiaSatu.co Indonesia kembali menorehkan prestasi membanggakan di kancah internasional. Bukan lewat inovasi teknologi atau olahraga, melainkan lewat praktik pelestarian lingkungan berbasis bambu dari Nusa Tenggara Timur (NTT). Dua perempuan inspiratif, Mama Paula Thresia dan Mama Florentina Ceme Owa, yang dikenal sebagai Mama Bamboo, tampil di panggung dunia untuk memaparkan kisah pemberdayaan perempuan dan konservasi alam berbasis bambu dalam World Expo 2025 di Osaka, Jepang.

Partisipasi mereka di ajang bergengsi ini merupakan hasil kolaborasi Yayasan Bambu Lingkungan Lestari (YBLL) dan Bappenas (@bappenasri), dan menjadi bukti nyata bahwa pembangunan berkelanjutan dapat berjalan berdampingan dengan pelibatan perempuan. Di Women’s Pavilion – Cartier, mereka membawakan tema "Empowered Woman and Bamboo: The Indonesia New Normal", yang menjadi sorotan pengunjung internasional.

“Ini menjadi bukti nyata bahwa pembangunan berkelanjutan dapat berjalan berdampingan dengan pelibatan peran perempuan,” ujar Maria Wuda, Koordinator Kabupaten YBLL Manggarai Timur.

Dari Desa ke Dunia: Inovasi dan Cerita Perubahan

Mama Paula dari Desa Mokel Morid menekankan pentingnya bambu dalam budaya lokal. “Bambu adalah budaya dan bagian dari kehidupan perempuan sejak lahir hingga akhir hayat,” ujarnya. Pelestarian dilakukan lewat pembibitan dan penanaman bambu di sekitar mata air dan lahan kritis.

Sementara Mama Florentina dari Desa Wolowea membagikan kisah kelompok perempuan “Delima” yang mereka bentuk. Kelompok ini aktif menanam bambu, mengolah hasilnya, dan mengubah cara pandang masyarakat desa terhadap peran perempuan. “Perempuan desa bisa menjadi motor perubahan jika mereka bersatu dan percaya pada kekuatan sendiri,” tuturnya.

Lewat kerja keras, Mama Bamboo berhasil menciptakan beragam produk inovatif berbahan dasar bambu, seperti: Teh bambu, Biochar dan asap cair, Arang dan sistem irigasi tetes, dan Anyaman dan kerajinan bambu lainnya.

Ketua YBLL, Monica Tanuhandaru, menyampaikan bahwa sejak memperoleh izin kelola hutan pada 2022, kelompok Mama Bamboo telah menanam lebih dari 1.000 batang bambu dan menargetkan dampak lingkungan dan ekonomi yang lebih besar pada 2025.

“Inisiatif ini juga mendapat dukungan dari Environmental Family Foundation dan Cartier Osaka,” tambahnya.

Belajar dari Jepang: Inovasi Energi dan Pariwisata Ramah Lingkungan

Setelah tampil di Expo, Mama Bamboo melakukan studi lapangan ke Kota Beppu di Pulau Kyushu pada 6–7 Mei. Beppu dikenal sebagai kota onsen (mata air panas) dengan lebih dari 2.000 sumber air panas. Di sana, mereka belajar pemanfaatan energi panas bumi untuk memasak, sauna, hingga pariwisata berkelanjutan.

Mereka juga mencicipi air panas alami langsung dari sumber geothermal dan berkunjung ke pasar tradisional untuk mengenal sejarah ekonomi lokal. Hari terakhir di Beppu diisi dengan kunjungan ke pusat oleh-oleh bambu, tempat mereka menyaksikan langsung bagaimana kerajinan bambu mendukung ekonomi kreatif dan konservasi lingkungan.

Kembali ke Tanah Air dengan Semangat Baru

Pada Kamis (8/5), rombongan yang terdiri dari Mama Paula, Mama Florentina, dan Maria Wuda memulai perjalanan pulang ke Indonesia melalui Bandara Kansai. Sebelum berangkat, mereka menyerahkan cendera mata berupa kain tenun khas Nagekeo dan Ngada kepada Prof. Fumikazu Masuda dan Lavinia Elysia dari tim Spedagi Jepang (@spedagijapan) sebagai tanda terima kasih atas pendampingan selama di Jepang.

Perjalanan panjang Jepang–Hong Kong–Jakarta–Bajawa selama lebih dari 50 jam akhirnya berakhir di Bandara Soa, Bajawa, pada Sabtu (10/5). Mereka pulang dengan penuh rasa bangga dan semangat baru. 

Dukungan dan Harapan untuk Masa Depan

Perjalanan ini tidak akan terwujud tanpa dukungan banyak pihak. Perjalanan studi ke Jepang didanai oleh anggota Komisi I DPR RI, Viktor Bungtilu Laiskodat, yang sejak menjabat sebagai Gubernur NTT bersama istrinya, Julie S. Laiskodat, menjadi pendukung utama program Mama Bamboo.

YBLL juga menyampaikan terima kasih kepada Bappenas, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dan Kedutaan Besar Jepang di Indonesia.

Di Women’s Pavilion, turut ditampilkan sepeda bambu Spedagi karya Singgih S. Kartono, yaitu tipe GoRo dan Rodacilik 02, yang semakin memperkuat pesan global tentang potensi bambu sebagai solusi ramah lingkungan.

“Perempuan memegang peran penting dalam pelestarian alam, produksi dan pengelolaan pangan – dari ladang hingga meja makan,” tegas Maria Wuda.

Kisah Mama Bamboo adalah cermin bahwa perempuan dari daerah terpencil pun mampu menjadi agen perubahan global. Semoga inspirasi ini mendorong lebih banyak perempuan Indonesia untuk bangkit, berkarya, dan menjaga bumi. ***

--- Sandy Javia

Komentar