Breaking News

HUKUM Pemprov NTT Ambil Alih Aset PT. SIM, TPDI: Bongkar Juga Dugaan Korupsi 21 Apr 2020 21:26

Article image
Salah satu aksi unjuk rasa menolak privatisasiPandai Pede di Labuan Bajo, Mabar, NTT. (Foto; wartantt.com)
“Publik NTT berharap agar Pemprov NTT mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar penyelidikan atas dugaan korupsi dalam Kerja Sama Pengelolaan lahan Pantai Pede yang diduga dilakukan oleh Frans Lebu Raya, Setya Novanto, Agustinus Ch. Dulla, Hery P

LABUAN BAJO, IndonesiaSatu.co-- Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (Pemprov NTT), selain resmi melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dengan PT. Sarana Investama Manggabar (PT. SIM), juga mengambil alih aset yang dikelola sejak tahun 2014 silam, di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat (Mabar).

"Hari ini kami secara resmi ambil alih," kata Kepala Badan Pendapatan dan Aset Daerah Provinsi NTT, Zet Sony Libing, didampingi Kasat Pol PP Provinsi NTT, Kornelis Wadu dan Kepala Biro (Karo) Hukum Sekda Provinsi NTT, Alex Lumba di lokasi yang hanya terdiri dari beberapa pegawai, Sabtu (18/4/20).

Diketahui, selama ini PT. SIM mengelola aset Pemprov NTT seluas 3,1 hektar, dengan membangun Hotel Plago, termasuk Pantai Pede, Kabupaten Mabar.

Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) menilai langkah yang dimbil oleh Pemprov NTT tersebut sudah tepat. Meski demikian, menurut TPDI langkah tersebut perlu dilanjutkan dengan membongkar dugaan korupsi yang diduga hasil dari perkoncoan antara mantan Gubernur NTT, Frans Lebu Raya dan Setya Novanto yang disebut pemilik PT. SIM.

“Langkah Permprov NTT (Gubernur, red) sudah tepat dan menjawabi harapan publik. Namun, tidak cukup hanya dengan mengambil alih pengelolaan aset. Harus ditelusuri juga dugaan korupsi dalam mafia korporasi. Pasalnya, publik tahu bahwa pengelolaan aset termasuk penguasaan lahan Pantai Pede oleh PT. SIM berawal dari dugaan kolusi dan nepotisme antara mantan Gubernur, FLR dan pemilik PT. SIM, Setnov,” ujar Koordinator TPDI, Petrus Selestinus kepada media ini, Selasa (21/4/20).

Menurut Petrus, pengambialihan tersebut tidak dapat dikualifikasi sebagai membatalkan Kerja Sama secara sepihak, sebagaimana tuduhan Kuasa Hukum PT.SIM, tetapi ini merupakan tindak lanjut dari keadaan "Batal Demi Hukum" Perjanjian Kerja Sama antara Gubernur NTT, Frans Lebu Raya dengan PT. SIM, yang mengandung cacat formal dan materil.

“Pengambilalihan aset termasuk lahan Pantai Pede dari PT. SIM telah didasarkan pada pertimbangan hukum yang tepat dan merupakan langkah awal mengungkap dugaan korupsi dalam Pengalihan Hak Pengelolaan secara melawan hukum selama enam tahun oleh Pemprov NTT kepada PT. SIM,” nilai Petrus.

Tindakan Administratif

Advokat PERADI ini mengatakan bahwa pengambilalihan aset termasuk lahan Pantai Pede oleh Pemprov NTT hanyalah persoalan administratif yang wajib hukumnya untuk dilakukan, oleh karena Perjanjian Kerja Sama antara PT. SIM dengan Pemprov NTT era Frans Lebu Raya, sejak awal sudah "Batal Demi Hukum", karena cacat hukum.

“Dalil Penasehat Hukum PT. SIM bahwa Pemutusan Kerja Sama dimaksud sebagai maladministrasi dan tidak manusiawi dengan alasan dilakukan di tengah pembatasan sosial berskala besar (PSBB) akibat virus Corona 2019, merupakan alasan yang tidak relevan. Karena penyelamatan aset Pemerintah Daerah tidak masuk dalam objek PSBB Covid-19,” sentilnya.

Oleh karena itu, lanjut dia, langkah Pemprov NTT sebagaimana dimaksud dalam Surat Sekda Pemprov NTT Nomor: BU.030/61/BPAD/2020 tanggal 31 Maret 2020, sudah memenuhi syarat hukum, karena Perjanjian Kerja Sama yang dibuat pada tanggal 23 Mei 2014 telah "Batal Demi Hukum" atau dianggap tidak pernah ada.

“Ini langkah serius dan tepat oleh Pemprov NTT dalam menegakkan hukum, sekaligus memenuhi harapan publik NTT agar aset termasuk lahan Pantai Pede diambilalih dari PT. SIM dan dikembalikan sesuai fungsi sosialnya yakni menjadi ruang publik untuk masyarakat Manggarai Barat, NTT, dan dunia internasional yang ingin menikmati keindahan alam Pantai Pede,” katanya.

Cacat Hukum Formil-Materil

Petrus menandaskan bahwa jika ditelusuri substansi Perjanjian Kerja Sama Pemprov NTT era Frans Lebu Raya dengan PT. SIM, maka dengan mudah ditemukan sejumlah item pelanggaran hukum. Maka, publik NTT berharap agar Keputusan Pengambilan aset tersebut, harus disertai dengan proses pidana guna mengungkap dugaan korupsi yang terjadi.

“Publik NTT berharap agar Pemprov NTT mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka kembali Laporan Aliansi Mahasiswa Manggarai (AMANG) Jakarta ke KPK tanggal 16 Mei 2017 lalu, agar penyelidikan atas dugaan korupsi dalam Kerja Sama Pengelolaan lahan Pantai Pede yang diduga dilakukan oleh Frans Lebu Raya, Setya Novanto, Agustinus Ch. Dulla, Hery Parnyoto, dkk, segera dibuka kembali oleh KPK,” pungkasnya.

--- Guche Montero

Komentar