Breaking News

HUKUM Perkuat Pencegahan Korupsi, KPK Diharapkan Bentuk Unit-Unit Pengelolaan LHKPN 09 Nov 2019 14:49

Article image
Mantan Komisioner KPKPN dan Advokat Peradi, Petrus Selestinus. (Dok. PS)
Salah satu kewenangan KPK berdasarkan UU yakni berwenang mendaftarkan, memeriksa dan mengumumkan harta kekayaan setiap Penyelenggara Negara.

JAKARTA, IndonesiaSatu.co-- "Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di bawah kepemimpinan Firli Bahuri diharapkan memperkuat upaya pencegahan korupsi dengan membentuk unit-unit pengelolaan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) mulai dari lingkaran istana Presiden."

Demikian hal itu diutarakan Mantan Komisioner Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN), Petrus Selestinus dalam rilis kepada media ini, Jumat (8/11/19).

Petrus mengatakan, salah satu kewenangan KPK berdasarkan UU yakni berwenang mendaftarkan, memeriksa dan mengumumkan harta kekayaan setiap Penyelenggara Negara.

"Untuk mengefisienkan dan mengefektifkan kewenangan pencegahan ini, KPK seharusnya sudah membentuk unit-unit Pengelolaan LHKPN di setiap instansi atau Lembaga Negara dimulai dari istana Presiden, sehingga fungsi LHKPN sebagai akuntabilitas PN terkait kewajiban menyerahkan LHKPN dapat berjalan dengan baik untuk mencegah terjadinya Tindak Pidana Korupsi," kata Petrus.

Oleh karena itu, lanjut Petrus, KPK seharusnya sejak awal telah mengikat kerja sama dengan instansi atau Lembaga Negara terkait dengan pembentukan unit-unit Pengelolaan LHKPN mulai dari istana Presiden, kementerian maupun Lembaga Negara lainnya, sehingga tugas menciptakan PN yang bersih dan bebas dari KKN tidak semata-mata menjadi beban dan tanggung jawab KPK, akan tetapi juga menjadi tanggung jawab semua pihak baik Ekskutif, Legislatif maupun Yudikatif.

"Tujuannya adalah agar peran dan fungsi KPK di bidang pencegahan korupsi dapat lebih efisien dan efektif berjalan seiring dengan peran dan fungsi KPK di bidang pemberantasan (penindakan) korupsi," katanya.

Petrus menilai, melalui pemeriksaan LHKPN,  sebenarnya KPK dapat menelusuri dugaan Tindak Pidana Korupsi dari nilai dan jumlah harta kekayaan PN dalam LHKPN, yang diukur dari jumlah penerimaan atau gaji yang diperoleh dan pengeluaran rutin setiap bulan dari PN yang bersangkutan, dibandingkan dengan jumlah kekayaan yang dimilikinya.

"Jika berdasarkan hasil pemeriksaan melalui penelusuran asal-usul LHKPN ternyata ditemukan jumlah kekayaan PN yang tidak seimbang dengan gaji dan penghasilan lainnya yang sah, maka sesuai dengan UU KPK dan UU Tipikor, kondisi ketidakseimbangan itu menjadi dasar untuk menduga bahwa PN telah melakukan KKN dan harus ditindaklanjuti dalam suatu proses hukum (penyelidikan dan penyidikan) oleh KPK," tegas Advokat Peradi ini.

--- Guche Montero

Komentar