Breaking News

EKONOMI Pertemuan Tahunan BI 2025: Sinergi, Kemandirian, dan Arah Baru Ekonomi Indonesia 05 Dec 2025 08:09

Article image
Ketika Presiden Prabowo Subianto naik ke podium, ruangan yang dipenuhi pemangku kepentingan ekonomi langsung terpaku pada satu alur narasi: ketahanan ekonomi 2025 adalah bukti bahwa Indonesia mampu menghadapi badai global, tetapi tantangan yang lebih bes

JAKARTA, IndonesiaSatu.co - Indonesia kembali menegaskan pijakan strategisnya dalam perekonomian global melalui Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) 2025. Dari panggung utama Kantor Pusat Bank Indonesia, Jakarta, Presiden Prabowo Subianto menyampaikan pesan yang bukan sekadar arahan, tetapi sebuah mandat: Indonesia harus berdiri di atas kaki sendiri, bergerak cepat, dan tidak tergantung pada kekuatan asing. Momen PTBI tahun ini bukan hanya ritual tahunan, tetapi refleksi kemana arah ekonomi nasional akan dibawa—dan seberapa besar kesiapan bangsa menghadapi dunia yang kian tak menentu.

Ketika Presiden Prabowo Subianto naik ke podium, ruangan yang dipenuhi pemangku kepentingan ekonomi langsung terpaku pada satu alur narasi: ketahanan ekonomi 2025 adalah bukti bahwa Indonesia mampu menghadapi badai global, tetapi tantangan yang lebih besar menunggu di depan.

“Kita harus percaya kepada kekuatan kita sendiri dan tidak boleh tergantung kepada negara lain,” tegas Prabowo. Kalimat itu bukan slogan, melainkan arah kebijakan. Presiden menekankan bahwa sinergi fiskal–moneter sepanjang 2025 menghasilkan stabilitas yang membanggakan, dan stabilitas itu harus digunakan untuk menggerakkan pertumbuhan yang lebih agresif.

Prabowo menyoroti bahwa dunia sedang memasuki fase penuh ketidakpastian—perang tarif Amerika Serikat yang tak kunjung mereda, tensi geopolitik yang melebar, hingga lonjakan suku bunga global yang menimbulkan tekanan pada negara berkembang. Di tengah situasi itu, Indonesia justru berhasil tampil sebagai salah satu negara yang ekonominya tumbuh stabil dan inflasinya terkendali.

Arahan Presiden membawa pesan ganda: apresiasi kepada BI atas capaian 2025, sekaligus dorongan agar kebijakan ke depan lebih tegas, lebih mandiri, dan lebih pro-rakyat. Kebijakan, katanya, perlu “dirumuskan dengan ketenangan, dilaksanakan dengan kepercayaan diri, dan dengan tekad untuk berdiri di atas kaki kita sendiri.”

Pada titik ini, PTBI menjadi ruang untuk menyelaraskan seluruh penyelenggara ekonomi—pemerintah, BI, OJK, LPS, perbankan, korporasi, hingga pemerintah daerah—agar visi kemandirian nasional tidak berhenti sebagai jargon.

Optimisme Bank Indonesia

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyambut arahan Presiden dengan kerangka prospek yang penuh optimisme namun tetap beralas kewaspadaan. BI memprakirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2025 berada di kisaran 4,7–5,5%, dan meningkat lebih tinggi pada 2026 dan 2027—mendekati rentang 6%.

Pendorongnya tidak berubah: konsumsi domestik yang kuat, investasi yang pulih, dan ekspor yang tetap solid meski ekonomi dunia terus melambat. Inflasi pun diperkirakan tetap berada dalam sasaran 2,5±1% hingga 2027, berkat koordinasi erat antara kebijakan moneter dan kebijakan fiskal, termasuk pengendalian inflasi daerah dan langkah-langkah ketahanan pangan nasional.

Namun, Perry tidak menutup mata terhadap risiko global yang kian dominan. Ia menyebut lima tantangan besar yang harus diwaspadai: Kebijakan tarif tinggi Amerika Serikat yang berkepanjangan; Perlambatan ekonomi dunia; Lonjakan utang dan suku bunga negara maju; Meningkatnya kerentanan sistem keuangan global, dan Maraknya instrumen kripto dan stablecoin yang berpotensi mengganggu stabilitas.

Sinyal ini memberi dua pesan: Indonesia masih punya ruang tumbuh, tetapi tekanan global dapat mengganggu transmisi kebijakan jika tidak diantisipasi.

Di sinilah urgensi sinergi kebijakan menjadi terasa. BI menegaskan bahwa transformasi sektor riil harus bergerak paralel: industrialisasi berbasis hilirisasi, penguatan industri teknologi, pengembangan sektor padat karya, dan reformasi struktural seperti perbaikan iklim investasi, percepatan infrastruktur, hingga strategi perdagangan melalui KEK.

Menyiapkan Mesin Pertumbuhan Baru

Salah satu pokok bahasan terpenting dalam PTBI 2025 adalah arah bauran kebijakan Bank Indonesia pada tahun 2026. Perry Warjiyo menegaskan bahwa kebijakan moneter akan tetap “pro-stability” untuk menjaga nilai rupiah dan mengendalikan inflasi, namun BI mulai membuka ruang kebijakan “pro-growth” agar pertumbuhan ekonomi dapat didorong lebih kuat.

Kebijakan makroprudensial didesain untuk memperlonggar ruang pembiayaan, terutama bagi sektor produktif, UMKM, dan industri prioritas nasional. Sementara itu, kebijakan sistem pembayaran diarahkan untuk memperkuat inklusi digital, memodernisasi layanan pembayaran, dan meningkatkan interkoneksi antar-platform ekonomi digital.

Di sisi lain, BI mempercepat pendalaman pasar uang dan pasar valas melalui kerangka BPPU 2030. Upaya ini tidak hanya bertujuan memperkuat transmisi kebijakan moneter, tetapi juga menciptakan pasar keuangan yang lebih dalam, lebih likuid, dan lebih berstandar internasional—sebuah syarat penting untuk meminimalkan kerentanan terhadap shock global.

Transformasi internal BI juga menjadi sorotan utama. Melalui Integrated Digital Central Bank (IDCB), BI mempercepat digitalisasi proses kebijakan, termasuk integrasi data, penyederhanaan alur kerja, dan peningkatan kapabilitas analitik. Penguatan SDM dilakukan melalui pembentukan kapabilitas baru yang relevan dengan ekonomi digital, manajemen risiko modern, dan kepemimpinan adaptif.

Tahun 2025 menjadi bukti efektivitas transformasi tersebut, ditandai dengan 10 penghargaan internasional yang diraih BI. Penghargaan itu bukan tujuan, tetapi indikator bahwa bank sentral Indonesia sedang menegaskan posisinya sebagai institusi yang mampu beradaptasi cepat, relevan dengan dinamika pasar global, dan semakin diakui di panggung internasional.

PTBI 2025 juga dirangkaikan dengan penganugerahan TPID Award dan TP2DD Championship untuk pemerintah daerah dengan kinerja terbaik dalam pengendalian inflasi dan digitalisasi keuangan daerah. Selain itu, BI Award diberikan kepada 47 mitra strategis dari lembaga keuangan, industri pembayaran, akademisi, perbankan, dan pelaku usaha. Tiga Special Award juga diberikan sebagai bentuk penghargaan kepada pihak yang dinilai memiliki kontribusi besar dalam menjaga nasionalisme dan kedaulatan Republik Indonesia.

Seluruh rangkaian penghargaan ini menggambarkan bahwa stabilitas ekonomi tidak lahir dari satu lembaga, tetapi dari kolaborasi ekosistem yang luas—dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, sektor keuangan, hingga pelaku industri.***

--- Sandy Javia

Komentar