Breaking News

POLITIK Valens Daki-Soo: Rocky Gerung Tak Layak Disebut "Filsuf" 02 Aug 2023 13:41

Article image
Valens Daki Soo. (Foto: Veritas Dharma Satya)
Kritik dilontarkan dengan maksud baik (untuk memperbaiki), tanpa berniat menohok kehormatan dan martabat pribadi yang lain.

JAKARTA, IndonesiaSatu.co -- Pernyataan Rocky Gerung yang menyebut Presiden Jokowi dengan kata-kata yang tidak sopan mendapat reaksi dari berbagai kalangan. Apa yang disampaikan Gerung bukan lagi kritikan, tapi penghinaan.

Politisi PDI Perjuangan, Valens Daki-Soo berpendapat, kita perlu dan mesti bisa bedakan kritik dengan penghinaan.

Kritik dilontarkan dengan maksud baik (untuk memperbaiki), tanpa berniat menohok kehormatan dan martabat pribadi yang lain. Sementara penghinaan disasarkan pada inti kepribadian seseorang: martabat dan kehormatannya.

"Kata-kata kotor keluar dari perbendaharaan hati/batin yg kotor pula. Demikian juga sebaliknya," tegas Valens.

Menurut Valens, intelektualitas seseorang antara lain tercermin pada diksi atau pilihan kata yang dipakai. Bukan hanya intelektualitas, tapi martabat (sense of dignity) kita juga dapat terbaca dari ucapan lisan dan tulisan kita.

"Saya dulu belajar di sekolah tinggi filsafat dan teologi. Kami diajarkan, antara lain, tentang Etika sebagai ilmu dan praksis. Filsafat itu "cinta akan kebijaksanaan". Jadi kalau terbiasa pakai kata-kata kasar yg menyerang pribadi orang lain (argumentum ad hominem), seseorang tidak layak disebut -- dan menganggap diri -- filsuf," kata pria Flores yang pernah belajar filsafat di Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero dan STF Diyakara Jakara.

Valens menyayangkan bahwa (sebagian) orang Indonesia mudah terpukau pada gaya bahasa dan kebiasaan "bermain kata-kata", lalu dengan gampang memberi label "filsuf".

"Betapa naifnya. Alangkah dangkalnya," pungkas Valens.


Menghina dan tendensius

Hal senada disampaikan Sekjen DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto. Hasto mengutuk keras pernyataan Rocky Gerung yang menggunakan kata-kata di luar kepantasan untuk menyerang martabat dan kehormatan Presiden Jokowi sebagai Kepala Negara, Kepala Pemerintahan dan sebagai seorang warga negara.

“Kami menilai pernyataan bahwa Presiden itu sebagai “baji*gan yang tolol” adalah puncak kerusakan akhlak, degradasi nalar dan kemandulan akal sehat,” tegas Hasto (31/7/2023).

Menurut Hasto, Rocky Gerung secara sadar sedang berusaha menghasut publik dengan kata-kata yang sangat menghina, tendensius dan nirbudi pekerti.

“Apa yang dilakukan Saudara Rocky Gerung sudah masuk delik penghinaan terhadap Presiden, dan tidak bisa lagi dikategorikan sebagai kritik, dan bahkan sudah masuk ke kategori ujaran kebencian. PDI Perjuangan memprotes keras dan meminta Rocky Gerung untuk meminta maaf. Jangan manfaatkan kebaikan Presiden Jokowi yang membangun kultur demokrasi dengan respek terhadap kebebasan berpendapat dan berorganisasi, lalu dipakai mencela Presiden dengan cara-cara yang tidak berkeadaban,” kata Hasto usai Rapat Konsolidasi di Sekolah Partai.


Sentimen

Sementara itu, Anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan dari Jawa Tengah, Aria Bima berpendapat, sebenarnya kritik Rocky Gerung kepada Presiden Jokowi soal Ibu Kota Nusantara (IKN) sah-sah saja disampaikan asalkan berdasarkan argumen.

“(Kalau) kalimatnya ‘Presiden Jokowi keliru atau langkah presiden salah karena kondisi fiskal dan lain-lain,’ maka itu adalah argumen, dan negara harus menghormatinya,” ujar Aria Bima.

“Namun demikian, kalau yang dikatakan Rocky bahwa Presiden Jokowi seorang ‘bajingan yang tolol,’ itu bukan lagi argumen, melainkan sentimen,” kata Aria Bima, Selasa (1/8/2023).

Untuk itu, Aria Bima meminta Rocky harus mampu membuktikan bahwa yang dikatakannya adalah argumen. Sebab, dirinya sangat kesulitan untuk tidak mengatakan bahwa yang dilontarkan Rocky adalah hinaan berdasarkan kebencian dan sentimen.

Aria Bima mengatakan bahwa Rocky Gerung dalam kritiknya kepada kebijakan Jokowi, menempatkan presiden bukan sebagai kepala negara dan pemerintahan. Melainkan menghinanya sebagai seseorang manusia, seorang ayah yang memiliki keluarga, istri, anak, dan cucunya.

“Di semua negara demokratis di dunia, penghinaan semacam itu tidak pernah diperbolehkan,” kata Aria Bima.

Ia menyatakan bahwa dirinya tidak bisa membayangkan jika kalimat hinaan seperti yang disampaikan Rocky dibiarkan dan dianggap kritik atau argumen.

Maka generasi muda akan teredukasi dan menganggap biasa hinaan yang destruktif seperti itu. Padahal, kata dia, bangsa Indonesia sangat perlu pendidikan moral dan etika, serta menghormati orang lain.

Oleh karena itu, Aria Bima menegaskan bahwa apa yang disampaikan Rocky bukanlah argumen untuk kritik, melainkan sebatas hinaan berdasarkan sentimen.

Hal ini akan sangat merusak mental dan cara pandang masyarakat umum terkait bagaimana kritik harus disampaikan.

“Jika hinaan dan hate speech, itu daya rusaknya sangat tinggi, Suriah dan Irak hancur karena hate speech, maka di Indonesia Undang-undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) berusaha untuk mengantisipasi daya rusak tersebut," kata dia. ***

 

--- Simon Leya

Komentar