Breaking News

REGIONAL Apresiasi Komitmen Gubernur NTT Cegah Human Trafficking, PADMA Indonesia Rekomendasikan Lima Langkah Strategis 08 Aug 2025 00:06

Article image
Ketua Dewan Pembina dan Direktur PADMA Indonesia, Gabriel Goa (kiri) dan Klemens Makasar (kanan) berfoto bersama Uskup Agung Ende, Mgr. Paulus Budi Kleden (tengah). (Foto: Dok. PADMA)
Gabriel mengajak semua pihak untuk tidak hanya melihat persoalan human trafficking sebagai isu kemanusiaan, tetapi juga sebagai persoalan struktural yang membutuhkan perubahan sistemik.

JAKARTA, IndonesiaSatu.co-- Lembaga Hukum dan HAM, Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian (PADMA) Indonesia, mengapresiasi komitmen Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (Pemprov NTT) dalam mencegah dan menangani Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan pekerja migran non-prosedural (ilegal).

Ketua Dewan Pembina PADMA Indonesia, Gabriel Goa, dalam pernyataannya menyampaikan apresiasi dan dukungan terhadap langkah-langkah strategis yang mulai dilakukan oleh Gubernur NTT, Melki Laka Lena bersama Menteri P2MI serta para Kepala Daerah se-NTT. 

“Komitmen Gubernur NTT untuk mencegah human trafficking sampai ke desa dan rebranding PMI NTT merupakan terobosan penting yang wajib didukung. Sudah saatnya kita kerja keras, kerja cerdas, dan kerja nyata untuk mengatasi darurat human trafficking di NTT,” kata Gabriel dalam keterangannya, Kamis (7/8/2025).

Gabriel mengingatkan bahwa penanganan TPPO tidak bisa dilakukan setengah hati.

Oleh karena itu, salah satu tokoh yang konsen terhadap persoalan TPPO itu merekomendasikan lima langkah strategis sebagai roadmap yang bisa dilakukan oleh Pemerintah Provinsi bersama seluruh elemen masyarakat.

Pertama, Implementasi Gerakan Masyarakat Anti Human Trafficking dan Migrasi Aman (GEMA HATI MIA NTT). 

Menurut Gabriel, langkah ini sebagai akar penguatan dari bawah yang dimulai dari desa guna membangun kesadaran dan ketahanan masyarakat terhadap praktik perdagangan orang.

Kedua, optimalisasi Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO NT dengan dukungan anggaran terhadap kerja-kerja gugus tugas tersebut.

“Kalau hanya ada SK Gugus Tugas TPPO tetapi tidak ada anggarannya, maka itu hanya formalitas dan mati suri,” sentilnya.

Ketiga, pembentukan Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA) PMI NTT. L

TSA dinilai penting untuk menyiapkan seluruh prasyarat formal calon pekerja migran, mulai dari administrasi hukum, kesehatan, visa, asuransi hingga remitansi yang dikelola profesional, termasuk melalui Bank NTT.

Keempat, Kolaborasi dengan Lembaga Vokasi, Universitas dan Balai Latihan Kerja (BLK) . Menurut Gabriel, calon pekerja migran asal NTT harus disiapkan melalui skema “3D Plus” yaitu Dilatih, Disertifikasi, Ditempatkan,  serta dilengkapi kemampuan bahasa dan wawasan pariwisata. 

“Mereka harus siap menjadi duta pariwisata NTT dan misionaris awam di negara tujuan,” katanya.

Kelima, perlindungan Hukum dan HAM bagi PMI di Luar Negeri. 

Gabriel beralasan, perlindungan terhadap pekerja migran NTT yang menghadapi persoalan hukum dan diskriminasi HAM di luar negeri harus menjadi perhatian utama pemerintah, melalui sinergi dengan perwakilan RI dan lembaga pendamping.

Gabriel juga mengajak semua pihak untuk tidak hanya melihat persoalan human trafficking sebagai isu kemanusiaan, tetapi juga sebagai persoalan struktural yang membutuhkan perubahan sistemik.

--- Guche Montero

Komentar