Breaking News

HUKUM Jamaah Islamiyah Kembangkan Sumber Dana Dengan Buka Perkebunan 02 Jul 2019 10:24

Article image
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo. (Foto: Gatra)
Menurut Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo, kelompok ini tengah menyusun kekuatan dengan tujuan untuk mendirikan khilafah di Indonesia.

JAKARTA, IndonesiaSatu.co – Polri dalam hal ini tim Densus 88 Antiteror sedang mendalami sumber pendanaan jaringan teroris Jamaah Islamiyah. Dari hasil investigasi, diketahui sumber pendanaan kelompok ini berasal dari beberapa usaha di antaranya perkebunan.

Demikian diungkapkan Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jakarta, Senin (1/6/2019).

"Mereka mengembangkan ekonomi mereka, ada beberapa usaha yang mereka bangun, antara lain perkebunan untuk membiayai (operasional) organisasi dan pejabat-pejabat kelompok JI ini," kata Brigjen Dedi Prasetyo

Menurut Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo, kelompok ini tengah menyusun kekuatan dengan tujuan untuk mendirikan khilafah di Indonesia.

Bahkan para pentolan kelompok ini digaji dengan nominal Rp 10 juta hingga Rp 15 juta per bulan.

"Saat ini jaringan JI memang terlihat belum melakukan aksi terorisme di Indonesia. Tapi mereka saat ini sedang membangun kekuatan, tujuannya untuk membangun khilafah," katanya seperti dilansir Antara.

Hal itu terungkap pascapenangkapan terduga teroris bernama Para Wijayanto (54 tahun). Para merupakan pemimpin JI di Indonesia pasca JI dinyatakan sebagai organisasi terlarang dan dibubarkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 2007.

Para ditangkap di sebuah hotel, Jalan Raya Kranggan, Jatiraden, Jatisampurna, Kota Bekasi, Jawa Barat, pada Sabtu (29/6/2019).

Tak hanya Para, polisi menangkap istri Para yaitu MY dan orang kepercayaan Para yakni Bambang Suyoso. Ketiganya ditangkap di lokasi yang sama.

Kemudian, Densus menangkap Abdurrahman di Perumahan Griya Syariah, Kebalen, Bekasi pada Minggu (30/6/2019). Abdurrahman juga merupakan orang kepercayaan Para. Di hari yang sama di Ponorogo, Jawa Timur, Densus menciduk Budi Tri alias Haedar alias Deni alias Gani yang perannya sebagai penasehat Para sekaligus penggerak kelompok JI wilayah Jawa Timur.

 

Rekam jejak

Diungkapkan Polri, Para Wijayanto alias Abang alias Adji Pangestu alias Abu Askari alias Ahmad Arief alias Ahmad Fauzi yang merupakan amir atau pentolan dari kelompok terorisme Jamaah Islamiyah (JI), di Bekasi, Jawa Barat.

Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo menjelaskan bahwa, Para Wijayanto merupakan dedengkot dari kelompok JI di Indonesia. Kiprahnya dimulai sejak kelompok itu berdiri dan kerap melancarkan aksi radikalismenya.

"Untuk tersangka sendiri keterlibatannya, rekam jejaknya, cukup panjang. Yang bersangkutan alumni pelatihan militer di Moro angkatan 2000. Yang bersangkutan aktif dalam struktur organisasi JI," kata Dedi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (1/7/2019).

Dedi menyatakan, terduga merupakan lulusan Sarjana S1 Teknik Sipil dari sebuah universitas ternama di Jawa. Dari sisi intelektual, bisa dikatakan dia memiliki kompetensi mumpuni.

Bahkan, kata Dedi, pelaku juga masuk dalam kategori terduga teroris yang ahli dalam merakit bom, kemampuan intelejen hingga militer.

"Yang bersangkutan aktif dalam berbagai macam kegiatan terorisme di Indonesia. Mulai kasus Bom Bali, tahun 2000 ada bom malam Natal, kemudian bom Kedutaan Besar Australia, dan yang bersangkutan aktif pada kerusuhan di Poso 2005 sampai 2007," ujar Dedi seperti dikutip dari okezone.com.

Dengan segudang pengalaman dan kemampuan itu, dikatakan Dedi, Para Wijayanto akhirnya diangkat menjadi pentolan JI. Mengingat, keahliannya di atas para anggota kelompok lainnya.

Apalagi, soal kemampuan intelijennya yang sampai digunakan sebagai pemberi masukan kegiatan kelompoknya di Poso sekaligus memetakan suplai senjata ke Mujahidin Indonesia Timur.

"Yang bersangkutan menyita sekitar 1 ton bahan peledak dan bom di Sukoharjo. Yang bersangkutan juga saat kerusuhan di Poso sebagai pendukung operasional maupun logistik selama 2005-2007," kata dia.

--- Simon Leya

Komentar