HUKUM Keluarga Fian Ruma Pertanyakan Penanganan Kasus Kematian, Desak Polres Nagekeo Ungkap Kebenaran 06 Oct 2025 23:22

Dalam surat terbuka yang ditujukan kepada Kapolres Nagekeo, keluarga menyampaikan sejumlah kejanggalan yang mereka temukan di lokasi kejadian maupun kondisi jenazah almarhum.
NAGEKEO, IndonesiaSatu.co – Keluarga besar almarhum Fian Ruma secara terbuka mempertanyakan keseriusan dan profesionalisme Kepolisian Resor (Polres) Nagekeo dalam menangani kasus kematian Fian yang ditemukan meninggal dunia dengan dugaan gantung diri.
Dalam surat terbuka yang ditujukan kepada Kapolres Nagekeo, keluarga menyampaikan sejumlah kejanggalan yang mereka temukan di lokasi kejadian maupun kondisi jenazah almarhum. Keluarga meyakini, Fian bukan meninggal karena bunuh diri, melainkan menjadi korban pembunuhan yang kemudian diduga dimanipulasi sebagai kasus gantung diri.
“Kami merasa perlu menyampaikan beberapa hal mendasar yang menjadi keprihatinan mendalam bagi keluarga. Kami meyakini bahwa kematian almarhum Fian Ruma bukan disebabkan oleh bunuh diri,” tulis pihak keluarga dalam surat tersebut, dikutip Senin (6/10/2025).
Sejumlah Kejanggalan
Keluarga mengungkapkan sedikitnya enam poin kejanggalan yang memperkuat dugaan adanya unsur kekerasan sebelum kematian Fian.
Pertama, kondisi jenazah dinilai tidak sesuai dengan ciri khas korban gantung diri. "Tidak ditemukan lidah menjulur, justru banyak belatung di bagian kepala, yang mengindikasikan adanya luka terbuka sebelum kematian," tulis keluarga.
Kedua, penggunaan tali sepatu sebagai alat gantung diri dianggap tidak lazim dan tidak mencerminkan tindakan yang direncanakan, sebagaimana umumnya ditemukan dalam kasus bunuh diri.
Ketiga, secara logis, keluarga menilai bahwa posisi tubuh almarhum, simpul tali, dan lantai bale-bale tempat jenazah ditemukan tidak memungkinkan terjadinya gantung diri. Tidak adanya kursi atau sarana untuk memanjat juga menimbulkan keraguan.
Kejanggalan keempat adalah kondisi TKP yang tetap rapi, tanpa tanda-tanda perlawanan, padahal menurut keluarga, kaki almarhum masih dapat menyentuh lantai.
Selain itu, posisi sepeda motor almarhum yang berada di belakang pondok juga dipertanyakan, karena harus melewati medan ekstrem yang dinilai sulit dilewati sendirian.
Poin terakhir berkaitan dengan kesaksian dan jejak digital. Keluarga mengklaim memiliki bukti bahwa almarhum sempat berada di lokasi lain sebelum waktu kematiannya. “Ada saksi yang menyatakan almarhum hendak menuju Maunori, bukan ke lokasi tempat ia ditemukan,” kata keluarga.
Transparansi Penyelidikan
Keluarga juga menyampaikan kritik terhadap lambannya perkembangan kasus dan kurangnya transparansi dari pihak kepolisian. Hingga kini, mereka mengaku belum mendapatkan informasi terkait hasil visum, pengambilan sidik jari di TKP, maupun penelusuran jejak digital dari ponsel almarhum.
Mereka juga mengkhawatirkan bahwa permintaan otopsi bisa dijadikan jalan pintas untuk menyimpulkan kematian Fian sebagai bunuh diri, tanpa penyelidikan mendalam.
"Kekhawatiran ini diperkuat oleh adanya upaya dari oknum aparat Polres Nagekeo yang sehari setelah pemakaman mencoba mengarahkan keluarga untuk menandatangani surat pernyataan menolak otopsi dan proses hukum," demikian tertulis dalam surat.
Tuntut Akuntabilitas
Atas dasar temuan dan kejanggalan tersebut, keluarga menegaskan tidak akan menyetujui otopsi sebelum ada jaminan transparansi dan akuntabilitas dari Polres Nagekeo.
“Kami memohon agar Bapak Kapolres memastikan kasus ini ditangani secara profesional untuk mengungkap kebenaran sesungguhnya di balik kematian saudara kami,” tulis keluarga menutup suratnya.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Polres Nagekeo belum memberikan tanggapan resmi atas surat terbuka dari keluarga almarhum Fian Ruma. ***
--- Sandy Javia
Komentar