Breaking News

INTERNASIONAL Kembali ke Roma: Menyatukan Doa, Dialog, dan Harapan Perdamaian Dunia 19 Aug 2025 12:39

Article image

ROMA, IndonesiaSatu.co — Derap langkah menuju Auditorium Parco della Musica di jantung Kota Roma pada Minggu sore, 26 Oktober 2025, bukan sekadar menghadiri sebuah acara. Di ruang besar yang sarat sejarah itu, puluhan pemimpin agama, tokoh budaya, akademisi, hingga pejabat publik dari berbagai belahan dunia kembali duduk bersama dalam International Meeting for Peace yang digelar Komunitas Sant’Egidio. Tahun ini, pertemuan itu mengusung tema yang terasa semakin mendesak: “Mengambil Risiko demi Perdamaian.”

Acara ini bukanlah pertemuan biasa. Sejak pertama kali diprakarsai Paus Yohanes Paulus II pada 27 Oktober 1986 di Assisi, tradisi doa lintas agama itu menjadi semacam nubuat: sebuah undangan untuk dunia agar tidak menyerah pada perang, tetapi memilih jalan dialog dan persaudaraan. Sant’Egidio menjaga semangat itu tetap hidup, menjadikannya sebuah ritual tahunan yang terus beresonansi hingga hari ini, bahkan ketika dunia diguncang konflik dan ketegangan geopolitik.

Pemilihan Roma sebagai tuan rumah ke-39 tidak lepas dari momentum Tahun Yubileum Harapan. Dalam suasana penuh simbol, kota yang menjadi pusat Gereja Katolik kembali menjadi titik temu lintas iman. “Kami percaya bahwa keberanian untuk mengambil risiko demi perdamaian adalah jawaban atas krisis zaman ini,” tulis penyelenggara dalam pernyataan resminya.

Selama tiga hari, 26–28 Oktober, serangkaian agenda digelar. Dimulai dengan pembukaan yang khidmat, berlanjut dengan diskusi meja bundar yang menghadirkan isu-isu global — dari solidaritas kemanusiaan, rekonsiliasi antarbangsa, hingga visi baru perdamaian dunia. Namun puncaknya adalah Upacara Khidmat untuk Perdamaian pada Senin, 27 Oktober, tepat di hari peringatan Pertemuan Assisi. Di sana, doa-doa dari berbagai tradisi agama dilantunkan. Suara imam, pastor, rabbi, biksu, hingga pemuka Islam bergema bersama, seakan menjahit luka dunia dengan benang spiritualitas.

Pertemuan tahun ini juga menjadi ruang penting bagi Indonesia. Sejak lama, tokoh agama tanah air aktif memberi kontribusi. Pada edisi 2024 di Paris, hadir Prof. Din Syamsuddin dan KH Marsudi Syuhud, sementara Yenny Wahid tampil dalam forum Berlin pada 2023. Tahun ini, giliran Menteri Agama Prof. Nasaruddin Umar yang membawa pesan persaudaraan dari nusantara ke Roma.

Ingatan masih segar ketika pada 2022 Paus Fransiskus berdiri di depan Koloseum, menyerukan: “Jangan menyerah pada perang; tanamlah benih rekonsiliasi.” Satu tahun kemudian, di Paris, doa perdamaian menggema di depan Katedral Notre-Dame yang baru bangkit dari abu kebakaran. Kini, di Roma, gema yang sama diharapkan mampu meretas sekat, menembus batas, dan menyapa dunia yang haus akan damai.

Dalam setiap helai doa, dalam setiap kata dialog, tersimpan pesan yang sama: perdamaian bukan sekadar wacana, melainkan sebuah keputusan berani. Di tengah dunia yang terpolarisasi, pertemuan lintas iman Sant’Egidio mengingatkan bahwa manusia — dengan segala perbedaan keyakinan dan budaya — tetaplah saudara. ***

--- Sandy Javia

Komentar