Breaking News

NASIONAL Sektor Energi dan Lingkungan Perlu Deteksi Informasi yang Berpontesi Ambigu 14 Oct 2025 19:59

Article image
Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia (KIP RI), Arya Sandhiyudha. (Foto: Humas Kemkomdigi)
Informasi yang equivocal itu berpotensi punya dua pemaknaan ganda yang diametral, ambigu, tidak mudah dipahami, tidak pasti, dan mencurigakan sekali.

JAKARTA, IndonesiaSatu.co  -  Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia (KIP RI), Arya Sandhiyudha, menegaskan pentingnya kemampuan Badan Publik di sektor energi dan lingkungan hidup untuk mendeteksi informasi yang bersifat equivocal atau bermakna ganda.

Menurut Arya, informasi yang equivocal adalah informasi yang berpotensi memiliki dua makna yang bertolak belakang, ambigu, tidak pasti, serta menimbulkan kecurigaan publik terhadap tata kelola dan kebijakan negara.

“Informasi yang equivocal itu berpotensi punya dua pemaknaan ganda yang diametral, ambigu, tidak mudah dipahami, tidak pasti, dan mencurigakan sekali,” jelas Arya.

Ia menambahkan, hanya dengan menyadari dan mendeteksi potensi ambiguitas dalam informasi publik, maka keterbukaan di sektor energi dan lingkungan hidup akan benar-benar menjadi pilar utama tata kelola pembangunan berkelanjutan (sustainable development).

Pernyataan tersebut disampaikan dalam Sesi Pameran Keterbukaan Informasi Publik Tahun 2025, yang mengangkat tema “Perspektif Keterbukaan Informasi Publik di Sektor Energi dan Lingkungan Hidup”.

Sesi ini juga menghadirkan narasumber lintas lembaga dan BUMN strategis, yaitu Laksmi Widyajayanti, Staf Ahli Menteri Lingkungan Hidup RI; Fadjar Djoko Santoso, VP Corporate Communication PT Pertamina (Persero); Gregorius Adi Trianto, Executive Vice President PT PLN (Persero); dan Rikky Rahmat Firdaus, Deputi Eksplorasi, Pengembangan dan Manajemen Wilayah Kerja SKK Migas.

Dalam forum tersebut, Arya Sandhiyudha menegaskan bahwa keterbukaan informasi di sektor energi dan lingkungan hidup bukan hanya tentang membagikan data, melainkan tentang mengelola kejelasan dan kepercayaan publik.

“Keterbukaan informasi di sektor energi dan lingkungan hidup adalah jantung dari tata kelola yang berkeadilan,” ujarnya.

Lebih lanjut, Arya menjelaskan bahwa Komisi Informasi Pusat mendorong setiap Badan Publik untuk mengidentifikasi dan memetakan potensi informasi equivocal, khususnya di sektor yang sensitif seperti energi dan lingkungan hidup.

Ia menyebutkan tiga kategori besar informasi yang harus diperhatikan oleh Badan Publik:

Pertama, informasi yang Wajib Diumumkan. Misalnya: data kualitas udara, laporan emisi, AMDAL, izin lingkungan, dan kebijakan energi.

“Namun, Badan Publik juga perlu menjelaskan pembatasan waktu atau kedalaman akses informasi kepada masyarakat agar transparansi tetap proporsional,” ujar Arya.

Kedua, informasi yang Dikecualikan. Meliputi rahasia bisnis, analisis internal kontraktor kerja sama (misalnya di industri migas), data investor, keamanan fasilitas vital, serta cadangan energi nasional. Tujuannya adalah memastikan tidak terjadi praktik persaingan usaha yang tidak sehat.

Ketiga, zona Abu-abu atau Uji Konsekuensi. Yakni domain yang membutuhkan analisis mendalam terhadap dampak lingkungan dan sosial, serta keseimbangan antara hak publik dan perlindungan kepentingan vital negara.

Arya menegaskan bahwa regulasi KIP memberikan ruang bagi Badan Publik untuk melakukan pemagaran informasi dengan alasan yang sah. Namun, setiap bentuk pembatasan informasi harus diuji secara rasional dan terbuka.

“Tidak semua informasi harus dibuka tanpa batas. Tapi setiap pembatasan harus diuji secara transparan dan rasional, agar publik tahu alasannya. Di situlah makna sejati keterbukaan — bukan sekadar membuka, tapi juga memberi kepastian dan keadilan,” pungkas Arya. *

--- F. Hardiman

Komentar