Breaking News

OPINI Soliditas Kader Golkar Diuji Dalam Polemik Munaslub 26 Jul 2023 17:12

Article image
Justino Djogo, MA, MBA. (Foto: istimewa)
Golkar yang adalah inisiator terbentuknya Koalisi Indonesia Bersatu/KIB sampai detik ini seperti ditinggal dua partnernya.

Oleh Justino Djogo, MA, MBA

Ketika parpol lain sibuk mempromosikan diri dan para tokoh yang mau dipinang menjadi bacapres atau bacawapres, Partai Golkar malah dirundung isu munaslub untuk menggantikan sang Ketum Airlangga Hartarto (AH). Seperti petir disiang bolong bagi kader Golkar.

Tanpa basa basi isu ini berhembus berturutan dengan rekomendasi Wankar Golkar menyikapi konstelasi pencapresan, pemanggilan Kejaksaan Agung terhadap Ketum Golkar. Ini diluar dugaan logis karena urusan ekspor CPO mestinya di ranah Menteri Perdagangan. Namun, dengan gentlemen Airlangga Hartarto menjawab 46 pertanyaan yang diajukan kepadanya.

Golkar yang adalah inisiator terbentuknya Koalisi Indonesia Bersatu/KIB sampai detik ini seperti ditinggal dua partnernya.

PAN bahkan mendorong Erik Thohir (ET) sebagai bacawapresnya Ganjar Pranowo (GP) dan Prabowo Subianto (PS). Satunya lagi PPP bahkan sudah lebih awal menetapkan Ganjar sebagai bacapres dan bahkan Ketua Bappilunya yang baru saja loncat indah dari Gerindra diusulkan menjadi bacawapresnya.

Lalu bagaimana dengan Golkar?

Walaupun pernyataan para jubir Golkar seolah-olah optimis, pelan tapi pasti muncul riuh rendah kegalauan internal tentu mulai menyeruak. Sebenarnya Golkar masih ada harapan berkoalisi dengan PAN setelah ditinggal PPP. Sayangnya, harapan ini sirna, redup sebelum bersemi.

Partai pemenang kedua pemilu 2019 tak semestinya mengalami situasi seperti ini.

KIB mestinya segera diputuskan lanjut atau tidak secara formal. Karena PPP sudah formal mendukung GP. Bahkan bacawapresnya juga bukan Ketum Golkar AH tetapi Sandiaga Uno (SU). Lain lagi PAN, tidak tegas dukung AH, malah ke tokoh lain seperti GP/PS dan ET.

PDI Perjuangan sudah mengerucutkan bacawapresnya dari 10 menjadi 5 orang. Sayangnya, dari 5 orang itu, ternyata AH tereliminasi.

Tidak mengherankan kalau salah satu rekomendasi Wankar PG adalah membentuk Koalisi Baru. Ya, mesti cepat juga. Walaupun saya secara pribadi pesimis melihat gelagat Ketum Parpol yang seolah dukung Golkar dan Ketum AH namun sampai detik ini tidak ada satupun yang formal mendukung Ketum AH sebagai bacapres atau bacawapres.

Dalam konteks ini, beberapa pernyataan senior seperti Bang Ridwan Hisjam yang juga anggota Wanhor Golkar ada benarnya. Kalau mau jujur, sudah lama tidak ada ekspos lagi tentang KIB. Jadi mestinya segera bergabung dengan koalisi yang sudah terang dan jelas dukungan formalnya. Untuk Golkar, mudah-mudahan kita mendukung capres dan cawapres yang potensi menangnya paling besar, bukan hanya dari perspektif elektabilitas saja. Minimal Ketum AH sebagai bacawapresnya.

Saya adalah salah satu kader yang menolak munaslub jika hanya untuk mengganti Ketum AH. Dan dari perspektif lain menurut saya, desakan munaslub itu tidak berarti harus mengganti Ketum AH.

Mungkin ada keputusan krusial seperti Ketum AH konsentrasi menjalankan tugasnya sebagai Ketum Golkar dan melepaskan jabatan Menko Ekuin yang menyita banyak waktu dan energi. Apalagi untuk meningkatkan elektabilitas Golkar dan para caleg di setiap tingkatan, perlu kehadiran langsung Ketum AH di dapil.

Karena, jike kunker sebagai Menkoekuin, tentu banyak polemik yang justeru merugikan Golkar dan Ketum seperti memanfaatkan fasilitas negara.

Selain itu, hemat saya, di Munaslub juga memutuskan dengan partai mana kita berkoalisi. Karena ternyata KIB memang sudah invalid alias pincang.

Dengan keputusan rakernas baru baru ini bahwa ketum menentukan sendiri soal capres dan koalisi, menurut saya terlalu membebankan ketum. Bagaimana nantinya jika pilihan Ketum ternyata kalah?

Ini yang perlu kita pikirkan dengan realistis, konstruktif dan tentu saja politis...


Identifikasi "cawe-cawe" dan penumpang gelap

Terminologi cawe-cawe santer dibicarakan terkait tendensi dan cara penguasa agar melanggengkan kekuasaannya melalui tangan penguasa sesudahnya. Entah ada maksud menjaga keamanan karir politik dan bisnis keluarga setelah tak lagi berkuasa, kita pun tak bisa secara pasti menyimpulkan demikian.

Hanya tanda dan perilaku penguasa saat ini yang dapat mengesankan kita seperti itu. Banyak bentuk keterlibatan penguasa dalam kontestasi pilpres, tersirat dan kasat mata kita saksikan..

Lalu, apakah dengan tanda tanda ini, kita dapat mengatakan bahwa sebutan penumpang gelap cocok dengan akitivitas cawe cawe yang sudah menyusupi rumah Golkar.

Mari kita berpikir jernih. Bagaimana mungkin KIB yang begitu sexy di awal deklarasi, ditinggal begitu saja PAN dan PPP dan pindah ke lain hati. Apakah ada unsur cawe cawe? Apakah Golkar tetap menunggu keajaiban. Saya kira tidak. Dewan Pakar sudah merekomendasikan pembentukan poros baru.

Ini bukan saja untuk menaikkan elektabilitas Ketum AH namun terutama adalah elektabilitas Golkar.

Seperti klub sepakbola FC Barcelona yang ditinggalkan mega bintang Leonil Messi ke PSG namun Barca berhasil juara La Liga Spanyol, atau mau seperti FC Totenham Hotspur yang terus mempertahankan Kaptennya Harry Kane, namun tak pernah bisa menjuaarai lagi Liga Inggris. Kadang-kala romantisme itu mesti kritis juga. Karena, akhirnya para kaderlah yang menentukan hidup mati partai ini.

Sama seperti para pemain bola yang menghidupi klubnya. Bukan pelatih, apalagi pemilik klub, ekaya raya apapun sang pemilik Klub.

Selamat berjuang dan tetap solid mewaspadai aktivitas cawe-cawe para penumpang gelap.


Penulis adalah Balitbang DPP Partai Golkar, Bacaleg DPR RI Jateng V (Solo, Boyolali, Sukoharjo dan Klaten)

Komentar