Breaking News

HUKUM Pengamat: Rangkap Jabatan, Rektor Undana Langgar UU Pelayanan Publik 14 Jul 2018 07:26

Article image
Pengamat Hukum Administrasi Publik dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Dr Johanes Tuba Helan. (Foto: Ist)
Pasal 17 huruf a di UU mengatur bahwa pelaksana dilarang merangkap komisaris atau pengurus organisasi usaha bagi pelaksana yang berasal dari lingkungan instansi pemerintah, badan usaha milik negara (BUMN) serta badan usaha milik daerah (BUMD).

KUPANG, IndonesiaSatu.co -- Rektor Undana Prof Ir Fredrik Benu melanggar Undang-undang tentang Pelayanan Publik karena telah merangkap jabatan sebagai Rektor Undana dan Komisaris Bank NTT.

Penilaian tersebut disampaikan Pengamat Hukum Administrasi Publik dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Dr Johanes Tuba Helan sebagaimana dilansir Antara di Kupang, Kamis (12/7/2018).

"Hal rangkap jabatan sebagai Rektor Undana sekaligus sebagai Komisaris Bank NTT memang dilarang oleh Undang-Undang No 25 Tahun 2009 tentang pelayanan publik," ujarnya.

Tanggapan Tuba Helan dilakukan berdasarkan laporan dari Prof. Ir Yusuf Leonard Henuk ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Ombudsman RI di Jakarta pada Senin (9/7) lalu karena diduga melakukan korupsi di Bank NTT sebesar Rp6,2 miliar saat masih menjabat sebagai komisaris Bank NTT sekaligus sebagai Rektor Undana pada tahun 2014-2017.

Tuba Helan menjelaskan bahwa pada pasal 17 huruf a di UU tersebut mengatur bahwa pelaksana dilarang merangkap sebagai komisaris atau pengurus organisasi usaha bagi pelaksana yang berasal dari lingkungan instansi pemerintah, badan usaha milik negara (BUMN) serta badan usaha milik daerah (BUMD).

Bank NTT sendiri, lanjut Tuba Helan, adalah bank milik pemerintah daerah NTT artinya masuk dalam kategori BUMD sehingga katanya lagi bagi yang melanggar larangan tersebut dikenai sanksi pembebasan dari jabatan oleh atasan.

"Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 54 ayat (7) UU 25 Tahun 2009. Yang dimaksud dengan pelaksana adalah pejabat (struktural dan fungsional) dan juga pegawai yang bekerja di dalam organisasi penyelenggara pelayanan publik (termasuk Undana)," tambahnya.

Dengan demikian tambahnya jika seorang pelaksana yang merangkap komisaris tetapi tidak diberhentikan oleh atasan,maka rangkap jabatan itu melanggar UU dan dianggap tidak sah. Konsekuensinya segala tindakan dan hak-hak yang didapat juga dianggap tidak sah dan harus dipertanggungjawabkan.

"Soal ini termasuk korupsi atau TDK menjadi kewenangan KPK untuk menyelidiki agar dapat diketahui posisi yang sebenarnya. Jika ini menjadi masalah maka sesungguhnya semua pegawai negeri yang menjabat komisaris bank NTT harus bertanggung jawab, karena setahu saya bukan hanya Prof Fred yang menjabat komisaris Bank NTT saat itu," tambahnya.

Oleh karena itu belajar dari kasus itu ia mengusulkan agar supaya jangan menjadi masalah lagi maka pegawai Aparat Sipil Negara (ASN) tidak boleh lagi menjadi komisaris bank NTT karena dilarang oleh undang-undang,jika memang mau mentaati UU sebagai konsekuensi dianutnya prinsip negara hukum  (pasal 1 ayat 3 UUD 45).

--- Redem Kono

Komentar